Di tengah kemegahan pameran di Balai Sidang, saya menyempatkan berkeliling melihat aneka gerai, bertemu spontan dengan teman lama, dan saya manfaatkan untuk mengambil foto-foto sebanyak mungkin. Boleh dikata hampir semua nomine INAICTA datang dengan ide praktis “solusi untuk menyelesaikan suatu kasus.” Boleh jadi pendekatan tersebut yang memperoleh skor besar dan potensial mengantar sebagai pemenang. “Dibanding produk yang memiliki kompleksitas di belakangnya, sulit dilihat secara langsung dalam waktu cepat,” dugaan teman di tim kami.
]]> Kendati demikian, kami berjumpa sejumlah pengunjung yang tertarik latar belakang Epigoni, berdiskusi dengan kami. Apakah hal ini akan berlanjut sebagai peluang bisnis? Terlalu awal untuk berspekulasi, namun “mengetahui dan diketahui” adalah potensi dari partisipasi di pameran. Sebagai contoh paling gamblang, Bandung mengirimkan wakil peserta pameran paling banyak setelah Kawasan Jabodetabek. Bagaimana dengan kota-kota besar lain, atau lebih jauh lagi yang berasal dari luar Pulau Jawa? Jarak yang jauh dan ongkos yang tinggi senantiasa menjadi pertimbangan dalam sebuah acara berlabel “Indonesia.” Salah satu terobosan yang dapat dilakukan INAICTA adalah menambah alokasi pendanaan acara untuk ongkos transpor nomine.Masih berkaitan dengan pendanaan, usul lain yang saya dengar adalah peningkatan intensitas sosialisasi, sehingga gaung INAICTA sebagai acara nasional lebih terdengar luas. Terutama sebelum kompetisi berlangsung. Dalam hal sosialisasi, acara keliling (roadshow) Pesta Blogger dapat dijadikan teladan. Setelah kompetisi, elok juga dipikirkan kelangsungan produk atau langkah para nomine. Toh, prestasi di acara ini adalah langkah awal rencana besar mereka selanjutnya.
Terlalu berandai-andai? Saya tidak tahu persis, karena di sisi lain sudah menjadi kelaziman di negara kita melebih-lebihkan seremoni, padahal hanya satu simpul dari perjalanan panjang.
Selamat untuk para nomine INAICTA, sebagian dari mereka sempat saya rekam lewat foto-foto selama pameran.
]]>Mengapa hingga hari ini — sekian dasawarsa sejak pemrograman dimulai — kita masih menggunakan format teks sederhana untuk menulis program?
Bersama dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang dianggap mewakili keperluan umum di lingkungan yang kami hadapi, Wawan seorang diri mulai membuat Epigoni sejak tahun 2006. Tumbuh sebagai alat bantu internal dan membereskan hal-hal rutin “yang tidak disukai” pemrogramnya karena “itu lagi, itu lagi,” Epigoni menyelesaikan bagian mendasar dalam pembangunan aplikasi basisdata. Manajemen pengguna, pengaturan tampilan (look and feel), penyusunan formulir dan dialog, adalah sebagian dari rutinitas yang tersedia sebagai bawaan Epigoni.
Pengembang Epigoni menyusun aplikasi yang diinginkan secara visual dengan Epigoni Builder dan hasilnya disimpan dalam bentuk “definisi aplikasi”, semacam metadata. Metadata ini yang dijalankan oleh Epigoni Executor dan didistribusikan kepada pengguna. Untuk saat ini Executor tersedia dalam bentuk aplikasi desktop di lingkungan Win32. Modal utama yang diperlukan oleh pengembang Epigoni adalah pengetahuan SQL.
Penyesuaian pembangunan aplikasi dapat dilakukan dengan banyak cara: fasilitas yang disediakan modul bawaan Epigoni, skrip berbasis Pascal Script, plugins, hingga Software Development Kit (SDK) untuk Borland Delphi. Hingga saat ini penggunaan Epigoni baru dilakukan oleh pemrogram akhir, yaitu “hanya” menggunakan Epigoni, dan pengembangan masih dilakukan oleh Wawan. Dengan penampilan pertama di INAICTA kali ini, kami berharap dapat mengembangkan Epigoni lebih baik lagi, dalam bentuk ekosistem produk perangkat lunak dan juga berkontribusi pada tahapan rekayasa perangkat lunak.
Hasil dari presentasi: Epigoni terpilih sebagai salah satu nominasi dan diundang untuk mengikuti acara pameran tanggal 23-24 di Jakarta. Apapun hasil penilaian akhir INAICTA 2010 ini, kami berkomitmen melakukan sosialisasi ke lingkungan pengembang, dimulai dari Bandung.
]]>Inisiatif Indosat ingin mengatasi persoalan ini. Rhomobile sendiri berlisensi MIT dan Indosat berencana akan memudahkan lagi untuk pengembang dengan menyediakan dukungan dan layanan gratis. Target mereka adalah pembukaan kantor baru di Bandung dua-tiga bulan mendatang, diawali dengan seminar dan “tantangan” aplikasi yang menjadi pilihan mereka. Selanjutnya tahun 2011 diharapkan gerai aplikasi (application store) sudah siap menghadapi pasar. Lebih realistis lagi, disesuaikan dengan kondisi pengguna ponsel di Indonesia, gaya penjualan luring (offline) akan tetap dipertahankan, mengingat masih banyak konsumen ponsel di Indonesia membeli langsung keperluan perangkat lunak dari gerai.
Menarik dan kesempatan besar untuk pengembang aplikasi “para musafir” (ini istilah alternatif untuk pengguna mobile), terutama di Bandung.
]]>]]> Isi surat elektronik berisi pesan lengkap tersedia dalam salinan berbentuk gambar.Saya Rully Anugraheni D.W. Saya tinggal dan bekerja di London. Saya menikah dengan seorang warga negara Amerika. Kami hidup menetap di London. Suami saya menikah dengan istri lain, seorang warga negara Amerika sebelum dia bertemu saya. Dia tidak membawa ini untuk memberitahu saya sebelum kami menikah. Jadi saya berstatus istri kedua.
Saya hidup bahagia dengan dia tapi jujur istri pertamanya memberi saya neraka di rumah kami. Saya berencana untuk memindahkan uang suami saya ke Indonesia, negara asal saya. Jika saya tidak bertindak cepat sekarang, saya akan kehilangan segalanya dalam satu detik.
Saya bekerja di perusahaan suami saya sebagai akuntan. Saya memegang bagian account. Saya berencana untuk memindahkan jumlah total sebesar £ 2,000,000.00 GBP [Dua Juta Pounds Inggris] keluar dari perusahaan ini untuk masa depan.
Entahlah, apakah dimungkinkan berstatus legal menikahi dua isteri di London untuk warga negara Amerika Serikat. Tidak terlalu penting, karena yang sudah sangat mencurigakan adalah tawaran permainan duit dalam jumlah besar.
Perkara duit lewat Web, berhati-hatilah!
]]>Catatan: presentasi dalam format HTML disediakan Google.
Kata kunci: kematangan, kelengkapan, keperluan, dan implementasi.
]]>Manfaat pemakaian informasi geolokasi terlihat di Flickr misalnya. Pertama, untuk pengunjung foto, sebelum bertanya lewat kotak komentar tentang lokasi foto, periksa di kolom sebelah kanan, bagian Additional Information. Informasi lokasi disajikan dengan awalan Taken in jika memang dilengkapi oleh pemilik foto.
]]> Nama lokasi yang disediakan Flickr terkadang janggal: sebagai contoh, Bandara Husain Sastranegara (nama bandar udara di Bandung, Jawa Barat) terlalu luas hingga daerah dekat Jalan Setiabudi, yang tidak cocok dengan penggunaan sehari-hari di lapangan. Untuk memperoleh lokasi yang lebih tepat, klik saja tautan yang disediakan. Peta tempat pengambilan foto akan disajikan.Bagi pemotret, penyediaan informasi lokasi akan memudahkan Flickr mendapat informasi foto-foto di sebuah kawasan. Hasilnya, di halaman Places, pemotret yang aktif di lokasi tersebut ditampilkan di bagian Featured Photographers. Hal ini akan memudahkan pencarian fotografer di sebuah daerah, pun sebaliknya dapat dijadikan promosi oleh yang bersangkutan. Contoh untuk Bandung:
Panoramio dari Google lebih jauh lagi dalam hal mengaitkan foto dengan geolokasi. Layanan peta dari Google lebih populer dan ini terbantu dengan foto-foto dari Panoramio. Saya bukan pengguna aktif di Panoramio sekarang ini, jadi belum dapat menyediakan informasi kekhasan penggunaan informasi geolokasi di sana. Yang jelas, tampaknya menarik!
]]>Ulasan pembelian Koprol oleh Yahoo! ini meluas hingga TechCrunch dan Mashable. Di Plurk misalnya, beberapa teman baru tahu pembelian Koprol oleh Yahoo! dari situs asing tersebut, yang lain malah bertanya bilakah media lokal memasang berita penting di hari itu. Pembaca memang kian mudah tidak sabar.
]]> Bagaimana dengan respon pengguna? Secara umum — bersama dengan khalayak di ranah web — akuisisi tersebut disambut dengan reaksi positif. Sebagian malah berlebihan sehingga terkesan euforia sesaat.Sebaliknya, dalam jumlah sangat sedikit, ada juga yang “pikir-pikir” atau menyayangkan penjualan Koprol ke Yahoo! tersebut. Seperti halnya euforia sesaat, pikir-pikir ini lebih didasarkan pada aspek-aspek sentimentil seperti perasaan kepemilikan atau mengalirnya produk bangsa ke pihak lain. Ini dapat dimaklumi jika diingat jargon “penjualan aset nasional ke pihak asing” di negara kita selama ini membawa sentimen negatif.
Saya suka Koprol dan harus diakui salah satu alasan penting kesukaan tersebut karena produk dalam negeri. Kedatangan Koprol sendiri bagi saya “terlambat” dibanding Plurk dan Twitter, yang sudah saya ikuti terlebih dulu. Motivasi mendukung Koprol dalam bentuk turut serta mendaftar sebagai anggota benar-benar teknis: ingin melihat kapasitas para pengembang terbaik kita menangani skalabilitas. Saya yakin aplikasi mikroblog tidak terlalu rumit dari sisi teknis terhadap ide dasarnya. Kukuh TW saja sanggup menulis kode Kronologger sendirian.
Persoalan menjadi tidak sederhana lagi begitu pemakaiannya melonjak. Resep menangani skalabilitas ini “lebih rahasia” dan menjadi misteri memikat dapur-dapur besar para raksasa Net. Itu juga yang saya sukai dari “jumpa pers” para insinyur yang menjadi koki di Detik.com misalnya, tentang kecakapan mereka mengatasi gelombang pengunjung.
Setelah penjualan Koprol ke Yahoo! — yang disebut Enda Nasution sebagai pertama untuk perusahaan pemula di Indonesia — perjalanan Koprol tetap menarik untuk terus diikuti kelanjutannya.
Pertama, ini adalah pengalaman praktis di lapangan tentang penjualan produk kreatif. Selama ini banyak ilustrasi dan analisis momentum seperti ini diisi kabar dari bagian dunia lain dan kita hanya menonton. Pengalaman praktis ini akan lebih membumikan khazanah studi kasus industri kreatif di negara kita dan saya yakin akan kemunculan dampak domestik yang unik. Sikap nasionalisme atau sentimen paguyuban misalnya.
Produk kreatif sendiri berada di puncak di atas sekian infrastruktur. Kusnassriyanto S. Bahri, teman diskusi, memberi penekanan bahwa topping inilah yang seharusnya kita produksi terus dan dijual, bukan infrastrukur yang justru menimbulkan persoalan lebih besar setelah penjualan ke pihak asing. Infrastruktur seharusnya tetap dimiliki dan dikelola sebaik-baiknya oleh kita sendiri. Bandingkan penjualan produk kreatif dengan tata niaga rotan yang malah menyengsarakan pengrajin di daerah, karena rotan itulah infrastruktur yang seharusnya terus terjaga keberadaannya.
Kedua, saya masih berharap para teknisi Koprol tetap dapat belajar mengelola layanan tersebut murni dari sisi teknis. Saya sedikit mengernyitkan dahi karena pada proses transisi dua hari ini, Koprol tersedak dan terhuyung-huyung terlalu sering. Apakah tim teknis dari Yahoo! tidak membantu acara bedol desa, karena bagaimana pun gangguan yang muncul membawa nama Yahoo!. Tidak elok kan, jika disebut, “Bagaimana ini, Yahoo! Koprol kok gagal diakses terus?”
Apapun, selamat untuk Tim Koprol: kita belajar bersama membuat produk kreatif dengan sekian model bisnis agar berlangsung terus dan di ujungnya: melayani publik dengan menyenangkan.
]]>Bitnami adalah inisiatif penyederhanaan penyebaran (deployment) sejumlah aplikasi web, seperti wiki atau blog, guna menjadikan mereka lebih mudah diakses. Bitnami ingin membantu instalasi yang kompleks — antara lain karena sejumlah prasyarat instalasi atau konfigurasi perangkat lunak lain — dalam salah satu bundel yang lebih mudah. Model distribusi semacam ini sebelumnya adalah Linux Apache mySQL PHP (LAMP) atau WAMP untuk Windows.
]]> Paket yang disediakan Bitnami tersedia dalam tiga format: Native Installers yang bekerja langsung di atas sistem operasi yang didukung; Virtual Machines dalam bentuk virtual appliances — istilah ini umum digunakan di lingkungan VM — berisi Linux minimal dan aplikasi; dan Cloud Templates untuk digunakan di lingkungan hosting berbasis Cloud, yaitu Amazon Elastic Compute Cloud (EC2) dan GoGrid.Native dan VM cocok untuk keperluan server intranet dan memudahkan
penyediaan aplikasi populer untuk keperluan pengembangan berbasis
perangkat lunak bebas. Karena Bitnami yang mengendalikan instalasi
hingga konfigurasi, dengan sendirinya ketentuan mereka harus
diikuti, menggantikan manajer paket aplikasi yang disediakan
distribusi. Di Ubuntu misalnya, sudah tersedia kelompok apt-get
,
aptitude
, dan synaptics
untuk manajemen paket aplikasi. Dengan
memasang paket dari Bitnami, setelan dari Bitnami yang harus
digunakan, dan ada kemungkinan bentrok jika keduanya diaktifkan.
Masalah pengelolaan paket biasanya muncul untuk kondisi:
a. versi aplikasi utama, modul yang diikutkan, atau aplikasi lain pendukungnya, tidak sesuai dan ingin dilakukan perubahan di salah satu bagian. Pemutakhiran modul perlu pengetahuan tentang cara kerja Bitnami dan instalasi modul agar tidak bentrok atau mengganti konfigurasi yang sudah disediakan Bitnami. a. terdapat manajer paket lain, misalnya Zen/Oracle untuk PHP yang memiliki setelan konfigurasi tersendiri dan perlu disesuaikan dengan Bitnami.
Kedua hal di atas kerap muncul pada periode pengembangan, karena terkadang diperlukan pemilihan kecocokan aplikasi dengan modul-modul di sekitarnya. Salah satu cara mengatasinya dengan menetapkan satu versi bundel sebagai acuan dan semua pengembang bekerja berbasis pilihan tsb.
Bagi saya pribadi, walau belum mencoba menggunakan, Bitnami akan sangat membantu. Distribusi dalam bentuk Virtual Machines dapat dengan mudah menyediakan aplikasi web untuk keperluan internal kantor.
Kabar kedua yang dibawa Kusnassriyanto adalah kesempatan mendapatkan bundel aplikasi dari Microsoft dengan harga lebih murah untuk UKM yang baru berdiri. Dengan persyaratan usia perusahaan tidak lebih dari tiga tahun, memiliki produk dan situs Web, BizSpark dari Microsoft dapat dijadikan salah satu alternatif. Informasi utama terdapat di Microsoft BizSpark. Untuk Indonesia, tulisan Irving Arnando Hutagalung, Program untuk IT Interpreneur: BizSpark berisi informasi yang lebih spesifik.
Komentar dari obrolan di kantor: Microsoft menawarkan peluang lebih mudah kepada para pengembang karena .NET harus menghadapi Java.
Terima kasih kepada Kusnassriyanto yang telah berbagi obrolan.
]]>Dibunuh Apple.
Akan selalu ada berita besar, entah kasus domestik, perspektif global, persinggungan antarkelompok, hingga si gamblang pembuat onar. Sebaliknya juga dengan respon yang muncul: dari yang terlihat acuh hingga yang terbawa arus balik tempramental akan terjadi. Dalam grafik sebaran normal, ujung kiri dan kanan yang landai itu tetap signifikan dengan jumlah populasi bermilyar manusia saat ini. Semoga bagian tengah yang disebut arus utama tetap berjumlah signifikan, tetap menggunakan akal sehat dan norma, karena dialog secara umum di tengah inilah yang meredam goncangan-goncangan di lambung kiri dan kanan bahtera.
]]> Setelah kemarin kasus yang dianggap menyulut isu rasisme berskala lokal di ITB, Bandung, dan hari ini kabarnya Facebook hendak digunakan sebagai tempat pemuatan kartun Rasulullah. Karena menyangkut sesuatu yang melekat pada diri sendiri — ras, suku, dan keyakinan — reaksi terhadap letupan seperti ini dapat menjadi solid, menggemuruh, dan sesuatu yang, “wajib diperjuangkan.” Rasanya dengan tingkat kelaziman sehari-hari risiko seperti ini sudah disadari sebagai adab: komunikasi dengan sekitar misalnya, memiliki tata-cara masing-masing dan menempatkan diri pada setiap situasi itulah salah satu ukuran kematangan sikap.Mari kita hadapi semua pernik, gejolak, yang ada di dunia maya dengan cara yang baik, seperti yang seharusnya disikapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita belum tahu duduk persoalan yang terjadi dan kait-kaitan di sekitarnya, tahan diri untuk tidak memperkeruh suasana. Mempelajari suasana forum tempat diskusi dan bahan-bahan yang sedang dibicarakan akan mengurangi tensi penyampaian. Termasuk jika kita tidak sependapat dengan orang lain, sampaikanlah dengan baik. Seperti halnya sejumlah gangguan dalam kehidupan sehari-hari, tidak selalu semua harus ditanggapi. Ada bagian-bagian dalam kehidupan yang akan diobati oleh waktu yang berjalan dan pelajaran lainnya adalah mendidik kita juga untuk selektif.
Sangat disayangkan jika koneksi Internet yang acapkali disebut mahal untuk Indonesia digunakan untuk hal-hal yang kontraproduktif. Ongkos yang kita keluarkan menjadi sangat besar dan mubazir.
Selamat berselancar hari ini. Oh ya, Hari Kebangkitan Nasional.
]]>Dengan keragaman dan kekayaan CPAN
seharusnya akses ke Flickr tersedia di lumbung. Flickr::Upload
jawaban untuk itu. Setelah pustaka tersebut terpasang, langkah berikutnya
adalah meminta kode akses dari Flickr.
Berikutnya, ikuti persyaratan perolehan akses API yang dibedakan untuk non-komersial dan komersial. Flickr meminta keterangan yang harus diisi dengan penjelasan rencana aplikasi kita. Semula saya pikir perlu waktu untuk penilaian kelayakan akses API tersebut, ternyata untuk keperluan non-komersial, informasi di formulir tsb. berikutnya dipakai untuk penjelasan aplikasi yang dikembangkan.
Sepasang kunci dan sandi langsung ditampilkan di halaman web dan ini
digunakan untuk keperluan Flickr::Upload
. Secara terpisah
diperlukan otorisasi akses dan saya belum mendapatkan cara
melakukannya langsung lewat web di Flickr. Artikel di IBM developer
Work, Cultured Perl: Flickr, a business’s bst frnd,
menyediakan skrip untuk mendapatkan tautan
otorisasi,
disebut $auth_token
di sana.
Luaran yang dihasilkan skrip di atas berupa URL dan buka lewat peramban untuk memberi kewenangan ke aplikasi yang kita buat.
Saya coba untuk satu foto dengan skrip sederhana: berhasil,
atau gunakan tautan ini jika peramban Anda tidak mendukung JavaScript.
Catatan: Flickr::Upload
juga menyediakan versi “lebih matang”
dengan perintah baris flickr_upload
bersama instalasi. Rujuk
dokumentasi
mereka
untuk informasi lebih rinci.
Sebelum era Internet meluas seperti sekarang, salah satu vendor pustaka pemrograman memasarkan CPAN lewat distribusi cakram optik dan saat itu pun koleksi CPAN yang masif sudah menggiurkan. Sekarang dengan adanya Internet, lebih mudah lagi: kita dapat mengunduh pustaka secara “ketengan” sesuai keperluan. Cangkang (shell) yang disediakan CPAN pun interaktif digunakan.
]]> Di Ubuntu, tinggal ketikkan
$ cpan
dan menu interaktif CPAN siap memandu. help atau h adalah menu bantuan paling dasar, di samping man cpan yang merupakan tradisi UNIX.
Di versi terakhir Ubuntu (saya tidak mengamati sejak kapan), pertama
kali cpan dijalankan akan menampilkan persetujuan menyediakan
konfigurasi bawaan sesuai pemeriksaan kondisi sistem. Saya biarkan
skrip otomasi bekerja dan hasilnya dapat diperiksa di
$HOME/.cpan/CPAN/MyConfig.pm
. Biasanya yang saya khawatirkan jika
pengambilan modul dilakukan ke lumbung asal CPAN, sedangkan salinan
di dalam negeri tersedia.
Untuk mendapatkan katalog pustaka mutakhir, beri kesempatan CPAN memperbaiki indeksnya,
cpan[1]> reload index
Bagian depan cpan[1]>
adalah prompt cangkang interaktif CPAN, dengan
nomor di dalam kurung siku bertambah terus dalam satu sesi.
Perintah di modus interaktif yang sering saya gunakan adalah m
yaitu pencarian pustaka berdasar nama modul, misal
cpan[2]> m /Flickr/
CPAN akan menampilkan semua nama modul yang berisi kata kunci
Flickr
.
Instalasi modul dapat dilakukan lewat perintah install
dari
cangkang interaktif, misal
cpan[3]> install Flickr::Upload
Sayangnya instalasi dengan cara ini akan gagal saat pemasangan modul
CPAN ke subdirektori sistem karena harus dilakukan oleh
administrator sistem, root
. Ganti pengguna ke root
atau
menggunakan sudo cpan
dapat mengatasi masalah tersebut, namun saya
sering merasa tidak nyaman menggunakan mode interaktif penuh dengan
akun root
. Seperti diberi cek kosong jabatan penuh tanpa batas
waktu!
Dari salah satu ulir diskusi di forum Ubuntu, tersedia solusi yang lebih elegan,
$ sudo perl -MCPAN -e 'install Flickr::Upload'
Tetap digunakan sudo
namun secukupnya untuk instalasi.
Selamat menikmati CPAN: All Things Perl,
semboyan mereka.
/
tanpa harus
mengotak-atik /home
yang berada di partisi lain, tergelitik juga
untuk melakukan pemutakhiran versi secara langsung, lewat jaringan. Saya masih ingat
nasihat Andika Triwidada
yang menyebut cara ini aman untuk Debian.
Tidak ada lagi Debian: server kantor terakhir dipasangi Lenny via Netinst sudah jebol dan mata menyerah memandangi Lenny di laptop setelah dicoba sehari. Kembali “tampilan adalah panglima”, hingga teman pengguna Mint pun memprovokasi dengan dalih serupa.
]]> Mengikuti penjelasan di halaman Upgrading, saya membiarkan server mengunduh 1 GB lebih pada kesempatan pertama. Perlu semalam untuk pengumpulan dan setelah dijalankan, proses pemutakhiran ke versi baru terantuk di modul konversi OpenOffice ke Latex. Padahal OpenOffice di server tsb. belum pernah dimanfaatkan dan sekarang mengganjal!Saya sudah hampir mengambil langkah instalasi lewat cakram optik,
namun melakukan bongkar-pasang pemutar cakram optik dari komputer
lain ke server menahan saya untuk memikirkan kemungkinan lain.
Benarlah, keesokan harinya saya hapus bagian-bagian yang tidak
diperlukan di server. OpenOffice dan gnome-desktop
dihapus.
Ulangi lagi, ternyata harus unduh lagi dari repositori. Di tengah
kesibukan rutin, screen
membantu meletakkan proses pemutakhiran
tersebut agar tidak terganggu. Untung pula tidak ada pemutusan aliran
listrik!
Dengan bekal sedikit nekat, setelah semua paket terkumpul, saya lanjutkan instalasi paket pada jam kerja. Memang berisiko (pikirkan baik-baik!) karena berarti Squid sempat distop, misalnya. Namun, syukurlah, secara umum baik-baik. Peladen DNS sempat terhenti — berakibat “seolah-olah Internet gagal diakses” — dan berikutnya Squid sebagai proxy yang menghentikan akses layanan Web. Perlu pengorbanan sekitar 15 menit sampai selesai semua dan server melewati fase boot ulang.
Semua berjalan kembali, VirtualBox sekarang gagal dijalankan.
Padahal tim pengembang memerlukan akses ke Oracle XE yang dipasang
di server virtual. Setelah menebak-nebak langkah yang harus
dilakukan, akhirnya diketahui solusi yang diperlukan sederhana:
instal paket linux-header
sesuai versi kernel yang digunakan dan
biarkan pengendali VirtualBox dikompilasi ulang.
Gagah juga menjawab pertanyaan salah seorang pemrogram, Tunggu
sebentar, modul VirtualBox sedang dikompilasi.
Padahal perintah
yang diperlukan sama sederhana dengan menekan tombol Next
instalasi, yaitu, sudo /etc/init.d/vboxdrv setup
.
Lancar jaya, sore tadi saat hujan masih datang lagi di Bandung, peladen hitam sudah menjadi Lucid. Bagaimana dengan aplikasi lain di server tersebut? Belum semua diperiksa, nanti akan diketahui sendiri jika memang ada persoalan.
Catatan: menghindari risiko faktor kompatibilitas Subversion, saya
lakukan dump isi Subversion terlebih dulu dengan perintah
svnadmin dump
.
Selamat datang Lucid Lynx!
]]>Eksplorasi itu pula yang saya sampaikan tatkala diundang berbicara di depan siswa SMP Darul Hikam, Bandung, Jawa Barat, Januari lalu. Dengan tema “silaturahim orang tua dengan kelas” — anak saya bersekolah di sana — saya pilih topik aktivitas blog untuk disampaikan di kelas. Sekaligus saya ingin menambah motivasi untuk aktif lewat blog, setelah sebelumnya Agus Hery Prasetyo pernah melakukan sosialiasi blog di Darul Hikam.
]]> Blog menyenangkan dan perlu ketekunan, kira-kira begitu intisari materi saya. Cukup meriah dengan respon yang saya terima dalam bentuk pertanyaan di kelas setelah pengantar.Pengalaman saya dengan fotoblog terasa menarik diikuti adik-adik dan diskusi berlangsung.
Salah satu yang kemudian berlanjut dengan pertemanan saya dan adik-adik di kelas adalah Adnan Ali, lewat Facebook, Flickr, dan Twitter. Saya amati dia melanjutkan rasa antusiasnya lewat fotoblog, di Flickr. Koleksi foto yang diambil lewat kamera ponsel mengingatkan saya pada kesungguhan yang sering didengungkan, “Jangan berhenti memotret, sekalipun tinggal kamera ponsel di genggaman kalian.”
Catatan: kamera ponsel adalah perangkat paling murah dan praktis untuk fotografi, bahkan dibanding kamera saku berfilm seluloid.
Diikuti dari awal pemasangan foto di Flickr, terlihat pendekatan oleh Adnan untuk tema-tema keseharian, bagian yang kerap dieksplorasi di ranah fotoblog. Tema lepas di sekeliling tanpa perlu berpretensi sebagai seni yang “tinggi dan sulit” dilewati Adnan, dalam bentuk rekaman kegiatan dia bersama teman-teman sekolah, perjalanan wisata, suasana sekitar rumah, dan mulai mencoba permainan cahaya.
Banyak yang dapat dicoba, bebas saja, dan berikutnya, preferensi akan muncul secara alami.
Foto: seiin to the electricity tower oleh Adnan Ali di Flickr.
Selamat datang di fotoblog, Adnan, saya ikut gembira ada respon berlanjut dari pendengar di kelas. Kita rencanakan jalan-jalan memotret bersama, yuk!
]]>Sekalian sistem diperbarui, sekaligus pemandangan baru di layar monitor.
Ternyata instalasi Lucid gagal dan mulai terasa curiga karena kegagalan tersebut selalu di bagian akhir. Di log tercatat gagal baca blok-blok cakram optik. Jamaknya hal ini disebabkan oleh pembakaran cakram yang tidak sempurna, demikian prasangka saya. Dipicu juga oleh keperluan sistem minimalis, cukup peramban, penyeranta, dan editor teks, seharusnya tidak perlu didatangkan Ubuntu secara komplet.
]]> Saya pasang Debian GNU/Linux 5.0.4 Lenny Netinst. Hanya berukuran sekira 150 MB, Lenny hanya menempati seperempat trek di cakram optik. Netinst berarti perangkat lunak instalasi hanya menyediakan keperluan super minimal dan dilanjutkan dengan mengambil nyaris semua dari repositori via jaringan.Berhasil. Apa penyebab cakram yang terisi penuh untuk Ubuntu gagal? Belum saya pedulikan, coba dulu menggunakan Lenny. Dengan Blackbox dan sedikit perangkat yang diperlukan, mulanya saya berharap Google Chrome lincah untuk mengatasi keperluan peramban. Ternyata Chrome bermasalah: pemakaian CPU sangat tinggi, laptop segera gerah, dan sempat mati tiba-tiba, padahal sudah dikipasi tambahan di samping.
Ini persoalan besar, selain faktor antarmuka seperti fonta dan efek visual. Memang, Gnome memperbaiki hal ini, namun jika masih banyak penyesuaian, repot! Seloroh teman bercakap di YM, “Sudah bukan waktunya lagi disibukkan oleh sistem operasi.” Praktisnya: saya bisa gagal memenuhi komitmen rutin menulis blog dalam parade ini jika ditambahi pekerjaan mendadak mengurus konfigurasi Debian.
Tadi pagi saya pastikan media untuk Ubuntu Lucid dengan meminta tolong dibakarkan lagi. Oke, rasanya lebih meyakinkan. Saya lakukan instalasi, ternyata gagal lagi. Kegagalan terjadi secara acak di beberapa titik fase instalasi, namun selalu di bagian akhir. Karena instalasi Lenny berhasil, sedangkan Lucid gagal, saya berkesimpulan terdapat gangguan di piranti pembaca cakram optik laptop. Saya diskusikan dengan teman, dia juga menduga alat pembaca di dalam, sensor penerima laser misalnya, sudah lemah untuk operasi di “lintasan luar” cakram optik. Kabar sambil lalu: penggantian piranti tersebut berongkos sekitar Rp 250.000. Dengan pertimbangan laptop tersebut sudah mulai uzur, sayang juga pengeluaran tambahan untuk perbaikan tsb.
Apakah ganti Lenny saja?
Bagaimana jika dicarikan metode instalasi via jaringan ala netinst? Ada untuk Ubuntu, malah berukuran lebih kecil, hanya 13 MB — oleh karena itu disebut minimal. Begitulah, saya unduh, bakar ke cakram optik, dan instal. Proses sedang berjalan, karena tentu akan mengonsumsi waktu lebih banyak dibanding instalasi lewat media cakram optik. Apa mau dikata, saya niatkan Lucid ini versi terakhir Ubuntu di laptop, jadi proses “tidak efisien” seperti ini tidak perlu diulang lagi. Cukup ikuti pemutakhiran via koneksi Net dan Lucid yang termasuk LTS (Long Time Support), seharusnya bakal berumur panjang.
Distribusi mini sebaiknya dipakai hanya untuk kondisi yang sangat darurat. Tidak efisien membebani koneksi dengan bagian instalasi yang sebenarnya dapat disediakan lebih banyak di media distribusi, cakram optik. Apalagi dengan koneksi pada umumnya di sekitar kita, akan perlu waktu banyak.
]]>Itu beberapa tahun lalu dan ihwal peringkat di Google tidak akan dibahas lebih jauh di tulisan ini. Menurut sebagian kalangan, kebanggaan akan peringkat di halaman mesin pencari sudah usang.
]]> Yang saya suka penyediaan tempat (atau “loka”, padanan untuk venue) dikaitkan dengan acara yang diisikan oleh pengguna. Pada mulanya saya merasa tidak nyaman dengan “ketidaktertiban” pengguna sehingga berakibat ada dua Bandung, “Bandung, Indonesia” dan “Bandung, Jawa Barat.” Penamaan tempat tanpa moderasi dan kondisi belum lengkap standar penamaan di negara kita potensial membuat keadaan buruk. Prosedur pelaporan ke Upcoming dan kontak pembuat loka sulit diharapkan memperbaiki keadaan.Saya pernah mendengar selentingan bahwa Upcoming dibiarkan tak-terurus oleh Yahoo!. Kabar ini belum dikonfirmasi, malah terakhir antarmuka Upcoming diperbaiki dan tautan lengkap (dalam bentuk URL) diperpanjang. Yahoo! tetap lebih suka URL panjang lengkap dengan aneka kode bak-enkripsi. Lima tahun lalu saya sebut sebagai “gaya Didats”, merujuk Didats Triadi, pemrogram Betawi yang sekali-sekalinya keluar kampung langsung terbang ke Bali berlanjut Jazirah Arab.
Sekarang kedatangan Foursquare mengulang kekisruhan penamaan dan akurasi data lokasi. Bukan hanya terjadi di negara kita, persoalan akurasi dikemukakan juga oleh Dave Taylor di Amerika Serikat dengan pertanyaan berkait informasi yang tidak akurat atau malah salah total (catatan saya di Sidewiki Google). Siapa yang bertanggung jawab?
Pak Camat di Koprol! Pendekatan moderasi untuk saran lokasi di Koprol lebih menjamin akurasi data lokasi hingga tingkat yang lebih baik. Ivan Lanin menyebut sejumlah saran untuk Koprol dan salah satu yang penting adalah penghargaan kepada para pengguna yang berkontribusi pada perbaikan data. Begitulah: Plurk memberi karma, Twitter “memberi” jumlah pengikut, dan Foursquare lencana.
Jika memang prinsip moderasi dipertahankan, Koprol perlu mempertimbangkan tim perbaikan data lokasi tersebut. Baik sekadar menyetujui usulan yang masuk hingga merapikan. Sebagai pembanding, tim pemantau pelanggaran TOS di Flickr termasuk aktif dengan risiko beberapa kali dituding “main hakim sendiri.”
Bonus saran saya untuk Koprol (sekaligus pertanyaan): mungkinkah melakukan terobosan desain web? Warna yang lebih lembut — sepertinya sudah menjadi tradisi desain era kini, dan blok minimalis dengan garis batas tipis. Barangkali dapat seelegan desain Facebook dan selembut tampilan Twitter.
]]>