Beberapa hari terakhir ini saya menulis materi tentang email dalam jumlah yang — kelihatannya — berlebih di #direktif. Mulai dari penyedia jasa yang sedang berlomba memperbaiki layanan, beberapa tip, sampai menyerempet “berdakwah” (evangelisme?) tentang cara pemakaian email.
Bagi saudara yang merasa topik tersebut terbaca sebagai “kerewelan”, saya minta maaf. Sudah cukup sering saya terpaksa harus rewel, baik pada saat berkorespondensi lewat email ataupun menjadi moderator mailing list. Masih ada beberapa hal penting yang berkaitan dengan etika, misalnya cara membalas email atau meneruskan (forward) kepada penerima berikutnya. Saya masih sering menerima ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kurangnya sikap peduli terhadap persoalan tersebut, padahal kita tahu sedang bermasyarakat di Internet, yang antara lain menggunakan alat bantu bernama email.
Sebagian besar persoalan tersebut bukan barang baru lagi, namun entah kenapa, sekalipun email merupakan salah satu layanan Internet yang jauh lebih dulu dibanding lainnya, pemakainya masih perlu dididik terus. Email pertama dibuat pada akhir 1971, yang berarti lebih dari 30 tahun lalu — sebuah rentang waktu yang cukup lama di lingkungan TI, dan sampai saat ini email masih memegang peran penting. Boleh dikatakan tidak lekang oleh masa, jika dibandingkan dengan beberapa layanan di awal Internet, seperti Gopher, yang sudah almarhum terlebih dulu.
Email menghadapi banyak tantangan, baik dari sisi internal pemakainya, para pemasang spam yang menungganginya, ataupun secara teknis di sisi eksternal, seperti halnya mekanisme pengiriman, server yang mengatur pengiriman, sampai persoalan regulasi pada aspek legal. Cerita ini akan panjang, dan kita semua tetap perlu email, sekalipun sudah tersedia pager, SMS, atau komunikasi lebih canggih berbasis multimedia lainnya.
buka2 arsip sendiri, nemu entry soal top posting & hapus footer.
ternyata banyak sekali ya masalahnya? hehehe