Recently in Pengalaman Category

Catatan tentang INAICTA

| No TrackBacks

Akhirnya Epigoni yang kami ikutkan di lomba Indonesia ICT Award (INAICTA) 2010 sampai sebagai nomine. Bersama dengan empat kandidat lain di kelompok “Tools and Infrastructure” dan puluhan nomine lain secara keseluruhan, para peserta memenuhi Balai Sidang Jakarta (Jakarta Convention Center, JCC) selama dua hari, 23 dan 24 Juli. Sehari sebelumnya terdapat lokakarya di Grha Citra Caraka, Telkom, Jakarta, para nomine bertemu dengan beberapa pemenang periode sebelumnya yang melanjutkan karya mereka sebagai bisnis.

<abbr>INAICTA</abbr> 2010

Di tengah kemegahan pameran di Balai Sidang, saya menyempatkan berkeliling melihat aneka gerai, bertemu spontan dengan teman lama, dan saya manfaatkan untuk mengambil foto-foto sebanyak mungkin. Boleh dikata hampir semua nomine INAICTA datang dengan ide praktis “solusi untuk menyelesaikan suatu kasus.” Boleh jadi pendekatan tersebut yang memperoleh skor besar dan potensial mengantar sebagai pemenang. “Dibanding produk yang memiliki kompleksitas di belakangnya, sulit dilihat secara langsung dalam waktu cepat,” dugaan teman di tim kami.

Presentasi Epigoni di INAICTA 2010

| 2 Comments | No TrackBacks

Pengalaman baru membawakan presentasi produk di ajang Indonesia ICT Award (INAICTA) 2010: yaitu produk perangkat pengembangan, Epigoni. Perhelatan berlangsung Jumat, 2 Juli lalu. Mendapat jatah presentasi kedua hari itu, pukul 09.20, sehingga dengan tekad yang dipersiapkan hari-hari sebelumnya, kami berangkat dengan angkutan umum (“travel”) Bandung-Jakarta pemberangkatan pertama, jam 5. Sebenarnya Epigoni sudah didaftarkan pada INAICTA 2009, namun kesulitan prosedur registrasi di web INAICTA — dan sempat saya sampaikan lewat Plurk dan email kepada panitia — menyebabkan kegagalan pada pengalaman pertama.

Final Preparation for INAICTA Presentation - Shot 2

Pemutakhiran Ubuntu di Server lewat Jaringan

| 2 Comments | No TrackBacks

Mengulang proses pengunduhan yang lama dan untuk “sekali pakai”, setelah pemasangan Ubuntu di laptop dengan edisi mini, hari ini giliran server selesai dinaikkan versinya, dari 8.04 ke 10.04. Sesama edisi Long Time Support dari Ubuntu. Jika di laptop perlu dilakukan instalasi ulang secara total — entah penyebabnya, GParted gagal memasang sistem operasi di partisi / tanpa harus mengotak-atik /home yang berada di partisi lain, tergelitik juga untuk melakukan pemutakhiran versi secara langsung, lewat jaringan. Saya masih ingat nasihat Andika Triwidada yang menyebut cara ini aman untuk Debian.

Tidak ada lagi Debian: server kantor terakhir dipasangi Lenny via Netinst sudah jebol dan mata menyerah memandangi Lenny di laptop setelah dicoba sehari. Kembali “tampilan adalah panglima”, hingga teman pengguna Mint pun memprovokasi dengan dalih serupa.

Adnan Ali dan Fotoblog

| 3 Comments | No TrackBacks

Saat membawakan materi peralatan media di acara Common Room tentang jurnalisme warga, saya tunjukkan buku catatan dan pena, kamera saku digital, dan pemutar MP3. Ketiganya dapat digunakan untuk memulai jurnalisme warga (atau blog) dalam bentuk teks, fotoblog dan video, dan podcasting. Saya menekankan untuk melakukan eksplorasi peralatan tersebut dengan harapan hadirin tidak perlu menganggap keterbatasan alat sebagai halangan.

Eksplorasi itu pula yang saya sampaikan tatkala diundang berbicara di depan siswa SMP Darul Hikam, Bandung, Jawa Barat, Januari lalu. Dengan tema “silaturahim orang tua dengan kelas” — anak saya bersekolah di sana — saya pilih topik aktivitas blog untuk disampaikan di kelas. Sekaligus saya ingin menambah motivasi untuk aktif lewat blog, setelah sebelumnya Agus Hery Prasetyo pernah melakukan sosialiasi blog di Darul Hikam.

Berkelit dari Kesulitan dengan Distribusi Minimal

| 5 Comments | No TrackBacks

Parade Blog 31 Hari baru berlangsung pada pekan pertama, saya tersandung sedikit gangguan teknis: modul jaringan via kabel di laptop tidak berfungsi (keteledoran jarang diperiksa dan histeris saat diperlukan!). Masalah berlanjut saat pengendali untuk koneksi nirkabel terhapus dari sistem. Lengkap sudah, saya pikir ini alasan yang sangat kuat untuk segera pindah ke Ubuntu 10.04, Lucid Lynx.

Sekalian sistem diperbarui, sekaligus pemandangan baru di layar monitor.

Ternyata instalasi Lucid gagal dan mulai terasa curiga karena kegagalan tersebut selalu di bagian akhir. Di log tercatat gagal baca blok-blok cakram optik. Jamaknya hal ini disebabkan oleh pembakaran cakram yang tidak sempurna, demikian prasangka saya. Dipicu juga oleh keperluan sistem minimalis, cukup peramban, penyeranta, dan editor teks, seharusnya tidak perlu didatangkan Ubuntu secara komplet.

Comic April 2010: Seni Visual @ Digital

| 2 Comments | No TrackBacks

Menjelang akhir bulan April 2010, acara Comic Bandung terselenggara juga: 29 April, tempat masih di Ruang Sekar, Kompleks Telkom Divre III, Bandung. Di akhir acara bulan Maret, menindaklanjuti usulan Petra Barus, kami menyepakati tema visual art untuk April. Saya menerjemahkan istilah visual art sebagai “seni visual” dan dalam konteks Comic, berarti dikaitkan dengan teknologi. Jadilah, Seni Visual @ Digital atau dibaca sebagai, “Seni visual di era digital.”

Mulanya kami mengundang Diki Andeas dan perwakilan dari Zeus Box. Diki dikenal rajin menghadiri acara-acara komunitas di Bandung, sehingga saat diminta sebagai pembicara, dia menyanggupi. Rencana mendatangkan pembicara kedua yang gagal, karena ada kesibukan mereka. Sore sekitar jam 17, saya mendapat tawaran kemungkinan narasumber dari Sunaryo Kusumo, teman di PT LAPI Divusi, yaitu Wahyudi Pratama. Saya setujui dan akhirnya, sejam dua jam sebelum acara dimulai barulah formasi lengkap pembicara: Diki Andeas dan Wahyudi Pratama.

Membaca dan Menyampaikan di Mikroblog

| No TrackBacks

Dua hal yang sering saya pertimbangkan di depan mikroblog, tentang membaca dan menyampaikan.

Dalam hal membaca:

Jika akun di mikroblog tersebut memiliki situs yang menyediakan sindikasi, saya memilih berlangganan lewat Google Reader. Walaupun saya belum dapat berjanji cukup rajin membaca pemutakhiran yang bersangkutan di sana, namun terasa lebih mudah “dikendalikan.”

Bundel Murah dan Memadai "Smart"

| 2 Comments | No TrackBacks

Bulan Maret dan April saya melakukan perjalanan dinas beberapa kali ke Surabaya hingga Jember, Jawa Timur, dengan kereta api dan bus. Kesempatan kali ini saya dibekali telepon seluler (ponsel) bundel Smart yang juga berfungsi sebagai modem. Lewat tulisan ini saya akan menceritakan pengalaman tsb.

Pilihan Smart

Biasanya saya menggunakan modem Huawei dan paket IM2 Broom, yang menurut saya kurang optimal dipakai di daerah Ketintang dan Darmo Kali, tempat kerja dan penginapan kami, di Surabaya. Karena adanya IM2, ya saya gunakan saja; akan tetapi kali ini perangkat modem tersebut tidak dapat saya bawa pergi. Dari beberapa promo perangkat Internet seluler yang gencar di media massa, ada kecondongan untuk mencoba CDMA. Sebenarnya lebih tepat disebut “alasan coba-coba” dengan risiko daerah jangkauan namun berkeuntungan murah di investasi. Di pameran Open House ITB, saya sempat menimang-nimang Flexi namun urung mengambil ketetapan untuk membeli. Salah satu pemikiran saya saat itu: layar ponsel masih jauh dari memadai untuk digunakan di perjalanan.

Instant Client dari Oracle

| No TrackBacks

Pengembang aplikasi desktop kami lebih suka menggunakan basisdata Firebird dan memilih jenis embedded untuk aplikasi selama proses pembangunan. Aplikasi yang ditulis di atas Borland Delphi tersebut nantinya akan berjalan menggunakan basisdata Oracle. Tugas saya mengganti koneksi dari Firebird ke Oracle dan aplikasi sudah mengantisipasi perubahan tersebut dengan meletakkan setelan koneksi ke basisdata di berkas konfigurasi.

Berikut catatan pengalaman saya melakukan perubahan koneksi basisdata tersebut.

Pada mulanya, saya tengarai perubahan tersebut cukup dengan memindahkan dua berkas pengendali Oracle yang diperlukan, dbxora.dll dan oci.dll, ke subdirektori di bawah aplikasi. Sebagaimana yang disediakan untuk Firebird. Ternyata kurang, dan kami memaklumi sebagai, “Beginilah perlakuan untuk kelas enterprise…”

Kesulitan Pengalihluaran

| 2 Comments | No TrackBacks

Catatan Budi Rahardjo tentang kesulitan pengalihluaran (outsourcing) sempat dituliskan untuk milis Bandung High Tech Valley. Berikut salinannya:

  1. pihak pengalihluar ingin ada personil di tempat mereka secara fisik. Hal ini akan menyebabkan ongkos yang sangat mahal secara operasional, sehingga harga akhir akan lebih mahal dibanding dikerjakan sendiri.
  2. pihak pengalihluar tidak memahmi kemauan mereka sendiri. Proses pengerjaan proyek menjadi lebih susah karena target bergerak terus. Oleh Pak Budi hal ini dimasukkan sebagai masalah manajemen proyek.
  3. kesulitan mencari sumber daya manusia yang andal. Penulis kode mungkin relatif lebih mudah dicari, yang lebih susah manajer proyek yang andal (dengan harga yang terjangkau). Demikian pula analis lebih susah diperoleh.
  4. persoalan di arus kas (cash flow), dalam hal ini pembayaran sering terlambat, sehingga menyulitkan perusahaan perangkat lunak lokal yang masih kecil tersebut.
  5. kaidah siklus pengembangan (Systems Development Life Cycle, SDLC) yang dilanggar.

Dikutip dari arsip milis BHTV.

About this Archive

This page is an archive of recent entries in the Pengalaman category.

Pemrograman is the previous category.

Pengembangan is the next category.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261