Kendati persoalan pengambilan berita dari situs Detik.com sudah berlalu cukup lama, saya baca dari catatan di situs ini peringkatnya masih nomor dua paling banyak diakses pembaca. Hanya kalah oleh Senarai Padanan Istilah yang memang baru tersedia di sini dan di tempat asalnya, VLSM.
Walaupun demikian, cerita tentang Detik.com belum berhenti. Salah satunya seperti yang saya jumpai di situs Yulian Hendriyana, terpasang detik.usable yang dibuat oleh Dody Suria Wijaya. Pencarian yang saya lakukan lewat Google mendapati beberapa situs yang berkaitan dengan utilitas pengambil berita tersebut: di Advokasi.org secara khusus ditampilkan detik.usable, diskusi di beberapa mailing list, dan tempat-tempat Dody meletakkan skripnya. Memang bukan barang baru, karena pada saat saya ikut perbincangan lewat Yahoo! Messenger dengan beberapa teman di Yogyakarta pada saat terjadi kasus detik.id.or.id, detik.usable sudah disebut.
Yang menarik bagi saya sekarang ini adalah sikap Detik sendiri: terhadap pemasangan detik.usable yang terbuka dan daftarnya dapat dicari dari Google, hampir tidak terdapat reaksi apapun. Saya berusaha mencari entri tentang aspek legal kondisi ini lewat Google juga tidak ketemu. Bukan saya bermaksud menginjak ekor kucing agar meraung-raung keras, melainkan semacam pembandingan dengan peristiwa bulan Januari lalu yang gaungnya sampai pada pers nasional seperti Tempo Interaktif.
Saya tanyakan perihal detik.usable ini kepada penulisnya, Dody Suria Wijaya, lewat email, dan jawaban yang saya terima berupa pernyataan bahwa Dody hanya orang pertama yang menulis program tersebut dan sekarang hasilnya sudah dilepas menjadi milik publik (public domain). Dengan demikian Dody bukan menjadi pemiliknya lagi. Dia juga menambahkan bahwa persoalan pemakaian program tersebut pernah ditanyakan ke pengacara khusus tentang hak cipta TI. Menurut pengacara: persoalan seperti ini berada di tangan orang yang menggunakan alat.
Sekalian agar lengkap saya minta keterangan juga dari Yulian
Hendriyana. Informasi yang diberikan oleh Jay — demikian
Yulian lazim dipanggil — bahwa dia hanya memakai hasil
kreativitas berupa alat bantu detik.usable. Dikaitkan dengan sikap
Detik.com dia beranggapan, [Detik.usable] masih terpasang karena mungkin belum
diblokir oleh Detik.
Melengkapi sebagian pendapat yang muncul berkaitan dengan cara Detik.com menyajikan berita, Yulian mengemukakan bahwa sebagai pembaca dia tidak ingin melihat berita harus dari halaman depan. Apalagi pada periode sekarang sudah lazim digunakan RDF/RSS sebagai cara penampil ringkasan informasi. Seharusnya informasi yang disediakan oleh Detik terdistribusi, sebagaimana yang telah menjadi kekhasan media di Internet. Yulian juga mencontohkan ilustrasi pada perangkat lunak yang digunakan, yakni Ximian Evolution yang sudah menyediakan pembaca RSS sehingga koleksi ringkasan berita dapat dilihat dengan cepat di halaman muka bersama entri organizer lainnya seperti halnya email, daftar pekerjaan yang harus dilakukan, dan buku alamat.
Selain itu, dari beberapa pembicaraan tentang persoalan Detik.com ini, mayoritas berpendapat bahwa pemasangan iklan di halaman Detik.com memang berlebih, navigasi yang sulit, dan beberapa persoalan lain yang berkaitan dengan keterpakaian sebuah halaman Web. Bagi saya pribadi, sekadar informasi waktu sebuah artikel terpasang, masih lebih terbaca di detik.usable, karena Dody menuliskan bergaya Google News, yakni “sekian jam/hari yang lalu.” Sayangnya sampai sekarang tetap tidak terdapat informasi penting itu di halaman artikel (bukan halaman pembuka) Detik.com sendiri!
Bisnis Detik.com tetap berjalan dan seingat saya dalam catatan Failco yang ditulis Dody juga yang saya baca pada tahun 2002 lalu, disebutkan bahwa Detik.com merupakan contoh bisnis dot com murni yang sukses di Indonesia. Jika kompetitor penyedia berita lainnya memiliki edisi cetak-komersial, Detik.com benar-benar mengandalkan pemasukan dari iklan. Apakah pemasangan detik.usable menjadi ancaman bagi mereka, sejauh ini tidak terlihat diributkan.
Jika hit kunjungan ke Detik.com tetap tinggi, berarti masih banyak konsumen pembaca yang berbeda dengan cara Yulian memandang persoalan berita ini. Barangkali warna biru-kuning dan halaman penuh kolase itu masih lebih menarik. Siapa tahu?
dulu, satunet.com pernah bikin versi teks dari beritanya… sayang mati…
menurut gw, detikcom sukses karena -salah satunya- mereka pemain PERTAMA dalam kategori ‘situs berita cepat’.. . apalagi skrg mereka gak ada saingan langsung sehingga terkesan ‘sombong’
Enda Nasution juga menduga faktor tanpa-kompetitor ini sebagai salah satu sisi yang berpengaruh terhadap kondisi Detik.com sekarang ini.
padahal situs berita sekelas BBC aja ada versi low graphics…
sepertinya memang sudah saatnya detikcom berhenti untuk bersombong ria!
Saya pernah menyusun perbandingan faktor penampilan iklan di Kompas.com dan Detik terhadap BBC. Hanya, terpikir juga: bukankah BBC milik pemerintah dan disubsidi penuh, sehingga iklan pun tidak ada di sana?
Walaupun, saya tetap salut dengan cara BBC menyiasati tata letak dan kemudahan akses untuk pengunjung.
okelah kalo BBC dianggap disubsidi….
IMHO, setidaknya detikcom bisa memilih alternatif lain yang lebih ‘sopan’… misalnya, iklan berbasis teks ala Google…