Satu-satunya reaksi
pribadi yang saya baca melihat pertimbangan
dari sisi kepentingan organisasi terhadap kasus pemecatan Joyce Park
dari Friendster atas kegiatannya menulis blog, ditulis oleh
Christian Gates sebagai
berikut, Penyusunan ulang sebuah platform bagi
perusahaan yang berbasis teknologi merupakan sebuah tantangan besar.
[…] (Joyce Park) boleh jadi merugikan bisnis yang telah
membayarnya untuk layanan pemrograman, bukan pemasaran.
Sedangkan belasan sikap lain dari para penulis blog menyayangkan
sikap manajemen Friendster dengan dua argumen penting:
perubahan teknologi yang
digunakan oleh Friendster sedemikian terlihat — bahkan
M. Syafiuddin langsung mengenali perubahan tersebut cukup dengan melihat
URL yang
digunakan oleh Friendster; dan lebih fatal lagi, Friendster adalah
perusahaan yang menyediakan layanan jaringan sosial (social
network) atau dalam ungkapan Joyce sendiri sebagai,
Perusahaan yang mengajak orang untuk memaparkan
informasi tentang diri mereka.
Friendster bukan perusahaan baru di lingkungan TI. Mereka mengenal seluk-beluk dan hiruk-pikuk dunia maya, tekanan yang dapat dihasilkan oleh komunitas baru ini, dan untung-rugi dari sikap mereka. Oleh karena itu seharusnya pula mereka menyadari — entah sudah diperhitungkan atau terlambat — kemungkinan ancaman yang sudah berjalan: Jeremy Zawodny menyatakan keluar dari keanggotaan Friendster dan menunjukkan cara gampang untuk melakukannya; Gen Kanai secara terang-terangan mengajak berjumpa di LinkedIn.
Apakah menulis blog bagi karyawan sebuah perusahaan memang beresiko, atau katakanlah menimbulkan konflik kepentingan dengan kebijakan perusahaan? ZDNet menyebut sebuah contoh seorang kontraktor yang dipecat dari Microsoft tahun lalu karena memasang foto komputer Apple G5 sedang diturunkan di kampus Microsoft di blog pribadinya. Di organisasi tempat saya ikut menyusun koleksi artikel anggota dalam bentuk blog, pernah terjadi sebuah artikel ditarik karena penulisnya mendapat teguran dari salah satu peserta seminar yang keberatan dengan gaya dia memaparkan cerita oleh-oleh dari seminar tentang sumber daya penelitian hayati di Indonesia. Karena atas permintaan penulisnya sendiri, saya menyerahkan urusan tersebut kepadanya sebagai pemilik artikel.
Di salah satu panduan menulis blog disarankan agar tidak terlalu mengaitkan materi blog terlalu dekat dengan infrastuktur perusahaan karena beresiko akan kehilangan arah menulis pada saat berhenti bekerja dari tempat tersebut. Arahan tersebut perlu ditambah dikaitkan dengan posisi penulis blog di lingkungan kerja dan rambu-rambu materi yang diizinkan diekspos. Karena Robert Scoble memang datang di Microsoft sebagai pembaharu urusan humas teknis tentu kewenangan dia untuk mengekspos dapur perusahaan lewat tulisan lebih luas dibanding pemrogram. Lagipula, jika dilihat dari koleksi tulisan Scoble yang berisi entri “yang menguntungkan” Microsoft tentu lebih diterima oleh pihak manajemen dibanding foto dan catatan pendek bernada “tidak nyaman” yang ditulis Hanscom.
Yang menarik bagi saya adalah tulisan bersikap “menantang” dari Church of
Customer. Bukannya surut dengan ungkapan ZDNet, tembakan peringatan paling akhir
bagi pekerja yang berpartisipasi di dalam fenomena blog
, Church
of Customer
justru menekankan perlunya para petinggi perusahaan menciptakan
harapan dan arahan untuk blog yang berbasis pada staf
perusahaan.
Tujuannya adalah meyakinkan bahwa setiap orang di organisasi
berkontribusi sesuai keahliannya dalam menciptakan
promosi bergaya getok tular (word of mouth).
Friendster sendiri? Sayangnya, di zaman tulis-dan-publikasikan lewat blog sekarang ini mereka memilih diam. Menjauhi ungkapan bagus Church of Customer: Be as honest and open as possible for the word of mouth revolution is at hand.