Dari tulisan Thomas Arie Setiawan, saya mengunjungi Hermawan Kartajaya yang mulai bulan lalu akhirnya menulis di blog juga. Dengan kapasitas dia yang sudah sohor di lingkungan pemasaran, cukup percaya dirilah untuk memasang slogan besar di bagian atas, Asia’s leading marketing strategist. Ini agak berbeda dengan kelaziman pendatang baru di dunia blog yang biasanya “agak merendah”, misalnya berungkapan, “sekadar catatan sehari-hari”, “menuangkan semua yang ada di kepala”. Bagi Hermawan yang sudah menguasai seluk-beluk dunia pemasaran, boleh jadi yang pertama muncul adalah memasarkan ide, bukan berceloteh di blog.
Tamu yang mendatangi komentar di blog Hermawan pun seperti yang ditulis olehnya, yakni orang-orang yang sudah “terbiasa” dengan identitas personalnya di dunia nyata. Coba periksa, mereka menulis nama lengkap: Kemala Atmojo, Stanley Dirgapradja, Husen Suprawinata, Imelda Harsono, dan bahkan Tiara Lestari pun terundang untuk menunjukkan bahwa fotomodel perlu “curhat” juga lewat blog. Bandingkan dengan identitas semi-anonimous yang banyak berkeliaran di komentar-komentar blog penulis yang benar-benar beranjak dari dunia blog itu sendiri.
Fenomena ini mengulang kembali pertanyaan Budi Rahardjo: apakah penulis blog sudah diakui? Untuk seorang figur yang sudah sohor, blog mereka memang sudah dapat menjadi magnet — mengundang pengunjung datang. Tidak berbeda dengan media apapun yang mereka gunakan. Atau lebih luas lagi, di tangan figur publik, semua yang disentuh potensial berubah menjadi emas, menyerupai Midas dalam mitologi Yunani.
Mereka yang memang mulai menulis blog dengan modal ketenaran yang sudah dimiliki, kemungkinan besar dapat mewujudkan blog yang dibuat menjadi bagian berikutnya yang diperhitungkan. Ini berbeda dengan mayoritas penulis blog akar rumput yang justru dengan menulis di blog menjadikannya lebih dikenali orang lain.
Misalkan suatu saat kian banyak penulis blog berasal dari figur publik yang sudah terkenal luas, apakah hal ini akan mengubah pandangan tahun lalu, bahwa “posting tetap penting”? Kelihatannya sudah mulai banyak parameter yang bergeser semenjak Nita Yuanita mengeluarkan hasil sigi tentang blog di Indonesia. Akan ada perimbangan terhadap materi yang ditulis dengan personal di balik sebuah tulisan.
Sembari kita, penulis blog pada umumnya, belum setenar para figur publik yang akhirnya menulis di blog juga, justru manfaat harus diambil pada kondisi ini: mantra “blog menyajikan tulisan yang lebih personal” dapat diasah agar lebih tajam. Karena setiap pribadi adalah unik, akan sangat mungkin tetap tersedia segmen penggemar keunikan ini.
Selamat datang Hermawan Kartajaya dan fenomenanya di dunia blog.
bagaimana kalo ternyata; orang terkenal, lalu nge-blog, ternyata postingannya bisa dibilang ‘gak ada isinya’.. apakah akan tetap membuat blog nya setenar empunya?
Snydez, coba amati fenomena blog Tiara Lestari yang meraup 25.000 pengunjung dalam waktu dua pekan semenjak diluncurkan. Pendatang baru, lho…
masih soal the medium not the message
Selama ini aku tune in di blog teman2 atau org2 yg secara fisik aku tau walau ndk kenal (bisa disambung dgn email atau chat utk mendapatkan sense of friendship). Yang penting adalah aku menemukan excitement setiap kali membacanya, opini2nya sgt menarik, bisa merasa tukaran pengalaman jadi ya, tetap the message is the most important one. :-). Buat para artist ya monggo silaken blogging…:-) Aku tetap percaya blog adalah media publik yang paling personal.
Saya kutip ini dari akhir tulisan Anda,
“Selamat datang Hermawan Kartawijaya dan fenomenanya di dunia blog.”
Saya tidak tahu sengaja atau tidak, tapi yang benar adalah Kartajaya, bukan Kartawijaya ataupun Kertajaya - sebagaimana sering sekali dikelirukan oleh orang banyak.
Ini, saya pikir, adalah pe-er buat Pak Hermawan sendiri, yang seringkali mengutarakan bahwa segala sesuatu (termasuk dirinya sendiri) adalah brand, sehingga mesti di-marketing-kan. Nyatanya, nama belakang beliau sendiri masih sering diingat dan diucapkan orang dengan keliru…
Salam kenal, dan salut dengan bahasa Indonesia Anda,
Tirta
Tirta, terima kasih atas koreksi Anda. Ini adalah kesalahan kedua saya di blog ini dalam menyebut nama lengkap seseorang dan kebetulan di bagian nama belakang — sebelumnya Priyadi yang terkena salah sebut nama. Pada saat menulis artikel tersebut, saya mencari entri tentang Hermawan Kartajaya lewat Google dan memang menemui kesalahan nama seperti yang Anda sebut.
agak melenceng sedikit, komentar saya blog saat ini jg dijadikan alat ampuh untuk salah satu kegiatan marketing perusahaan. Jadi bukan hanya untuk publik figure tetepi juga “produk figur” untuk lebih mempromosikan produknya
sy jg sekerang lagi kerajian nulis blog, bukan untuk jadi orang terkenal. Motivasi saya hanya untuk melatih writing skill dan sy percaya menulis salah satu terapi diri (penghilang stress) dan mengasah berpikir kita. Saya share ke publik (teman2) agar ada proses feedback dr yang sy tulis tersebut.
btw sy menulis ttg budaya baru yaiut budaya blog. catatan yg tak karuan saja. http://massepe.blogs.friendster.com/my_blog/2005/04/budaya_gaul_buk.html
salam nge-blog
Amal menulis: “…. Bandingkan dengan identitas semi-anonimous yang banyak berkeliaran di komentar-komentar blog penulis yang benar-benar beranjak dari dunia blog itu sendiri. “
hm… identitas semi-anonimous? jgn2 saya juga dikira semi-anonimous :(
‘sridewa’ ini memang nama asli … meskipun cuma akar-rumput
Sridewa, terima kasih atas pengakuan Anda di atas. ;)
tanya dikit oom amal…
apakah kata anonimous masuk sebagai EYD ? kebetulan saya agak susah mencari padanan yang sesuai untuk kata ini :D
halah… telat maen kesini…
dulu pertama nulis ttg blog si babeh….
http://rendymaulana.com/archives/2005/09/27/hermawan-kartajaya-corner/
#10: Bung Achmadi, saya belum memeriksa kata anonimous tersebut di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tunggu beberapa hari akan saya usahakan konfirmasi untuk kata tersebut.
#11: Bung Rendy, saya pernah membaca tulisan Anda tentang Hermawan tersebut dan saya cukup yakin bahwa Anda adalah salah satu fans ahli pemasaran tersebut. ;) Namun baru benar-benar tertangkap oleh sudut mata saya setelah Hermawan masuk dalam pusar-pusaran dan menyedot publik figur lainnya.
Terlambat ya? Barangkali. Sekaligus saya beri waktu yang cukup untuk melihat respon dari khalayak.
Mas Amal: thank you for your comments. really appreciate it.
Tirta: Terima kasih atas komennya. Memang itulah susahnya punya nama keruwetan.
Orang banyak yang manggil saya “pak herman,” “hermawan kartarejasa,” “hermawan kertajaya,” dan sebagainya.
But then again, brand is more than a name. :)
God Bless You.
Hermawan Kartajaya
Terima kasih kembali, Pak Hermawan. Sudah mulai merasakan keasyikan memiara blog, kan? ;)