Bukan e-commerce dalam arti serius, namun bukan pula penjaja CD yang menggelar lapak di emperan: seorang teman memanfaatkan momen bulan Ramadhan dan mendekati lebaran Iedul Fitri ini dengan menjajakan dagangannya lewat alat bantu berbasis Internet. Jika pada masa lalu banyak “penjaja kue amatir” bermunculan di bulan puasa lewat jalur arisan, antarteman di organisasi, dan termasuk menjajakan dari pintu ke pintu, e-commerce penjualan kue kering yang dilakukan teman ini mengandalkan jaringan sosial dunia maya, pertemanan di Yahoo! Messenger dan Friendster.
Alhasil, badan tetap di kantor, namun pada jam-jam rehat, kesempatan di depan komputer dipakai untuk menjajakan produk lewat alat-alat bantu di atas. Transaksi berikutnya tetap dijalankan “lewat darat”. Dengan barang dagangan berupa kue kering dalam toples dan omset masih terbatas, tentu seperti berlebihan apabila disediakan cara pemesanan lewat Web. Pendekatan yang digunakan juga tidak muluk-muluk: menyediakan sebuah halaman Web berisi informasi produk atau membeli nama domain yang memikat pun belum. Yang lebih penting adalah: obrolan awal dengan calon pembeli sudah dimudahkan oleh alat bantu jaringan sosial dan tidak perlu meninggalkan tempat kerja utama. Benar, kita — masyarakat di Indonesia pada umumnya — masih memerlukan kantor untuk memperoleh akses Internet murah. Entah siapa yang akan menjawab pertanyaan Boy Avianto akan ongkos koneksi Internet yang mahal, sehingga — seharusnya — segera dimungkinkan juga penjaja kue amatir beroperasi dari rumah.
Bagaimana dengan hasil promosi lewat jaringan sosial di atas? Menurut pengakuan calon pengusaha kue kering ini, setelah dua pekan lalu-lalang, saat ini dia sudah kewalahan memenuhi permintaan konsumen. Saya belum mengukur efektivitas pemakaian Yahoo! Messenger dan Friendster yang dia pakai sebagai salah satu modal awal penjajaan produk — entah memang membantu operasional sampai hari ini atau sekadar pintu masuk di bagian awal.
Yang lebih penting adalah: terdapat perubahan pola kita bersosialisasi, termasuk menawarkan produk yang serasa jauh dari arus utama dunia TI, sehingga fenomena ini dapat dianggap sebagai peluang yang jangan disepelekan. Berjualan kue kering lewat media online — kenapa tidak?
Kalau mau serius, yang perlu dipertimbangkan di awal adalah ongkos untuk menyelenggarakan hubungan lewat dunia maya. Hitung dengan cermat: ongkos koneksi dari rumah, Warnet, atau kantor. Memakai Internet di rumah dan Warnet tentu perlu modal duit besar, namun lebih fleksibel dibanding di kantor. Sebaliknya, ongkos yang dihitung untuk koneksi dari kantor perlu sangat berhati-hati: bagaimana kebijakan tempat kerja Anda untuk keperluan seperti ini dan sejauh mana Anda bisa berlaku fair terhadap pekerjaan kantor itu sendiri.
Selebihnya, alternatif ini hanya menggantikan sedikit bagian dari
cara pemasaran serupa di masa sebelumnya. Alhasil, lebih penting
lagi semangat dan kesungguhan, atau dengan istilah teman saya: “TM”
alias “Tebal Muka”. Ditambahkan olehnya, Jika mereka yang
berjualan lewat MLM tetap
gigih sekalipun ditentang banyak orang, seharusnya cara ini
juga membuahkan hasil.
Yang main NETnya di KANTOR asal jangan GANGGU jam kantor aja.
Waktunya kerja malah Jualan lewat Messenger, ini yang ndak baik. :)
Tapi ide ini cemerlang juga.
loh, tadi waktu baca hasil feed-nya, didats pikir kue itu cookies. sempet bingung juga…. ;)
eh, kue beneran yak… :D pesen satu deh, gratis kan? hihihihi…
kalo kantor gak ada kebijakan duit lembur, kelenggangan akses internet boleh di anggap kompensasinya huehhuehueee….
lagian kecil koq resource kantor (bandwidth) yang di ‘pinjem’ untuk keperluan ini…
lain halnya kalo halnya download iso dvd film pake akses kantor … naaaah… :))
Jangan lupa mailing list, di milis yang sudah kita kenal maka itu adalah sebuah yang iklan antara teman, tapi kalo bukan yang kita kenal maka itu dianggap spam