Cukup Pesan Singkat Digital

| 5 Comments | No TrackBacks

Saya amati di log: pengunjung yang datang dengan kata kunci “kartu lebaran” mulai bermunculan selama bulan Ramadhan sekarang. Betul, ini tradisi untuk tulisan Kartu Ucapan Digital dan Netiket dan kartu lebaran minimalis saya di Coret Moret. Cukup ditulis di atas terminal teks dan diakhiri dengan perintah legendaris :wq.

Tidak perlu saya ulang ulasan netiket untuk kartu-kartu ucapan, melainkan kali ini ada baiknya merenung sejenak akan pemudaran budaya berkirim kartu dan perubahan setelah era pesan digital bermula.

Di salah satu tulisan kecil tentang pojok kota Bandung yang pernah diangkat oleh Kompas Edisi Jawa Barat pernah dikemukakan ungkapan penjual barang-barang pos (amplop, kartu-kartu ucapan, perangko, kertas surat, dll.) di sekitar Alun-Alun Bandung yang mengeluhkan lapak mereka kian sepi didatangi pembeli. Tanpa tedeng aling-aling, si penjual langsung menyebut bahwa sekarang orang lebih banyak beruluk-salam lewat SMS. Sebuah romansa yang pahit jika di sebelahnya lapak penjual cakram optik koleksi musik bajakan dengan riang memutar nyanyian jenaka SMS Abang.

Berkorespondensi lewat surat menjadi terasa tidak praktis lagi. Beberapa kali saya terlupa atau tidak sempat menguruskan surat yang dikirim anak-anak untuk redaksi majalah mereka atau untuk keluarga di kampung halaman. Ada saja penyebabnya: perangko belum tersedia (dan sedikit “kebingungan” mencari tempat penjualnya), amplop habis, atau hal-hal sepele yang tanpa disadari menunjukkan kian kurang peduli saya dengan perlengkapan koresondensi. Mencari kotak pos warna oranye itu juga cukup sulit: ada yang tersembunyi di antara PKL di trotoar, bentuknya sudah mengenaskan, dan jumlahnya memang sedikit. Mobil layanan Pos dan Giro yang siaga di Jalan Kidang Pananjung, dekat Pasar Simpang Dago, Bandung, sekarang tidak pernah saya jumpai lagi. Kantor Pos “bergerak” itu yang dulu (ya, abad lalu) saya andalkan untuk pengiriman surat.

Sangat berbeda jika saya dimintai tolong mengirim email oleh anak-anak: log masuk sekejap, buat jendela pesan baru, periksa paragraf dan ejaan, tambahkan alamat email dari buku alamat elektronik, dan kirim. Termasuk jika ada lampiran foto saya tidak perlu bertandang ke gerai cetak foto digital.

Saya juga sedikit terhenyak bahwa katalog filateli dari Dinas Pos Kanada masih setia dikirim ke alamat adik saya di Jember. Selain korespondensi lewat surat, kegiatan lain yang cukup serius saya lakukan di masa lalu adalah mengumpulkan perangko dan Sampul Hari Pertama. Saat itu perangko untuk korespondensi selalu saya beli di bagian filateli Kantor Pos Besar Bandung, sehingga surat-surat saya selalu lebih indah di bagian perangkonya. Tidak melulu gambar presiden, yang menjadi salah satu pertanda perangko massal zaman Orde Baru.

Tidak terelakkan: undangan pernikahan teman-teman dekat di ranah maya sekarang datang lewat email atau pesan di Yahoo! Messenger (terkadang malah hanya dari status di Yahoo! Messenger). Peta lokasi pernikahan juga sudah sangat praktis berupa tautan ke Google Map. Jika tidak sempat datang, tunggu reportase visual di Flickr atau barangkali suatu saat disediakan video perhelatan di YouTube? Malah ada teman yang memberi tahu, kira-kira begini, Cerita tentang saya dan calon isteri dapat dibaca di Yahoo! 360°.

Memang hanya berubah dalam hal media — dan ini akan berkembang terus. Kita yang menjadi saksi sangat mungkin akan terperangah dengan implikasinya di lapangan.

Di kampung keluarga kami di Jember, salah satu jalur masuk ke kecamatan yang lebih jauh lagi dari jalan besar dilayani oleh angkutan desa. Layanan kepada penumpang menyedihkan: angkutan desa baru akan berangkat jika sudah penuh terisi penumpang dan alternatif lain hanya becak. Sekarang ini, sopir-sopir angkutan desa mulai mengeluh penumpang kian berkurang dan salah satu sebab yang mereka sebutkan: SMS. Penjelasannya sederhana: para calon penumpang memilih mengirim pesan lewat SMS minta tolong dijemput. Dengan pembelian sepeda motor yang membludak di pedesaan, bukan hal yang sulit lagi jasa sosial antar-jemput anggota keluarga sekarang ini.

Akan halnya patokan 10% terhadap Telkom Speedy kuota Jawa Timur yang dicanangkan Jember, kelihatannya masih akan ada perubahan-perubahan berikutnya.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/467

5 Comments

memanag yang sekarang aku juga males kalo mau kirim surat, kecuali kalo mau kirim barang yang gak mungkin lewat komputer

Sebenarnya pengen bikin kartu lebaran , tapi peluang ruginya akan sangat besar :)

2# Andriansah Mari kita bicara sebaliknya.. Bukan peluang rugi, lebih tepatnya penghematan kalau abe fikir!

Btw, mas Andri.. Web-nya gag bisa diakses?!

Pagi… Saya buka blog ini dan mencoba bandingkan “pelajaran” menulis yang saya coba mulai di blog yang masih ala kadarnya. Wow…bahasa yang digunakan sudah tertata dan di atas rata-rata.

Mengenai penggunaan kartu lebaran yang sudah mulai hilang dari peredaran, apakah merupakan pertanda kita telah menjauh dari budaya yang elegan dan berkarakter selayak dunia sastra. mari kita tunggu kelanjutannya!

Cayo Pak Amal….

Kartu lebaran yang dikirim secara massal juga tidak secara otomatis mencerminkan situasi budaya “yang elegan”, karena pesan yang disampaikan serupa dan umumnya kurang membawa kekhasan tersendiri. Tentu saja tidak semua: tetap ada orang-orang yang secara khusus dan personal mengirimkan kartu lebaran bergaya khas dia sendiri.

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on October 4, 2006 8:32 AM.

Wiki: Forum Khalayak dan juga Kalangan Sendiri was the previous entry in this blog.

Keterlaluan! is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261