Teman-teman pemrogram Web di kantor mulai menggunakan alat bantu baru: jQuery. Satu bundel pustaka berbasis JavaScript berukuran 3,3 MB berisi kelengkapan yang akan memanjakan mata pengunjung dari sisi elemen visual. Ukuran sebesar itu sudah lengkap dengan aneka plugin dan hanya bagian yang diperlukan yang akan dimuat oleh perambah.
Ide menarik dari jQuery adalah “ketegasannya” dalam memisahkan data dan urusan tampilan di sebuah situs. Seperti halnya kebangkitan JavaScript di ranah Web 2.0 lain, setiap elemen di halaman Web sekarang diberi “otonomi daerah” untuk mengelola atributnya dan melakukan transaksi koneksi sendiri ke server Web. Di depan mata pengunjung Web hal ini berarti “kedip-kedip” elemen visual mengikuti data yang mengalir atau even yang dibangkitkan tetikus misalnya.
Penggunaan JSON untuk transfer data juga lebih menguntungkan dibanding XML: lebih ringan dan mudah dimengerti. Isu yang penting adalah konversi dari struktur data bahasa pemrograman di server dan autentikasi. Saya belum mencoba mekanisme autentikasi jQuery, namun menurut saya seharusnya dapat terintegrasi dengan “sesuatu yang lain” yang sudah dilakukan oleh halaman Web tersebut secara keseluruhan. Tentu tidak elok jika setiap elemen menyelenggarakan “hubungan diplomatik” masing-masing dengan server Web. Oke, saya belum akan berkesimpulan terlebih dulu sebelum mencoba lebih jauh.
Masa JSON lebih mudah dimengerti dibandingkan XML?
Mungkin ada yang kurang dari tulisan anda, lebih mudah dimengerti untuk siapa?
Pernah nyoba mengerti struktur JSON yg kira2 ukurannya 1Mb? Gilak, bukan untuk manusia yang pasti. XML lebih bisa dicerna deh.
Terima kasih, Bayu.
Sebelum saya kenal jQuery, saya sempat beberapa kali menjenguk JSON, antara lain dalam kaitan dengan inisiatif Yahoo! terhadap antarmuka untuk pengguna yang lebih terintegrasi. Kesan saya: JSON tidak perlu mengulang-ulang tag-awal dan tag-akhir seperti di XML, melainkan cukup mengandalkan pasangan key: value yang menurut saya sudah diterima luas di kalangan bahasa pemrograman modern dan relatif mudah dicerna dengan abstraksi manusia.
Saya memaklumi bahwa XML berbicara di medan yang “lebih luas” dibanding JSON, sehingga lebih banyak yang harus diakomodasi.
Untuk struktur JSON yang berukuran 1MB, saya bayangkan ukuran itu akan lebih besar lagi jika ditulis dengan XML (seperti pada perbandingan di contoh JSON), dan persoalannya sekarang pada skala. Struktur data apapun jika sudah menyangkut ukuran yang besar akan merepotkan manusia karena faktor skala tadi.
Perdebatan XML dan JSON memang belum kunjung usai, seperti dicantumkan pada senarai tautan di bagian terbawah situs JSON.
Welcome to jQuery’s world ;).
Btw, jQuery = 3,3 MB? Itu download yang mana ya? Di situsnya adanya hanya ini:
Saya gunakan yang sudah tersedia di kantor. Memang benar, ukurannya jauh lebih besar. Setelah saya periksa sudah berisi banyak plugin dan dokumentasi. Total ada 126 berkas di dalamnya.
Yeah!
Prototype + JSQuery itu sebetulnya sudah lebih dari cukup buat manuver-manuver cantik semantik DOM.
“Ide menarik dari jQuery adalah “ketegasannya” dalam memisahkan data dan urusan tampilan di sebuah situs. Seperti halnya kebangkitan JavaScript di ranah Web 2.0 lain, setiap elemen di halaman Web sekarang diberi “otonomi daerah” untuk mengelola atributnya dan melakukan transaksi koneksi sendiri ke server Web. Di depan mata pengunjung Web hal ini berarti “kedip-kedip” elemen visual mengikuti data yang mengalir atau even yang dibangkitkan tetikus misalnya.”
Sungguh saya tidak mengerti akan tata bahasa yang digunakan disini. Mata saya sudah terbiasa dengan kata mouse daripada tetikus dst.
Saya ulangi membaca tulisan diatas dan semakin pusing memikirkan jalan fikiran penulis. Mungkin ini karena saya sudah terbiasa membaca artikel/tulisan berbahasa inggris untuk artikel-artikel sejenis kali ya …
Btw, maafkan saya yang sudah mengeluarkan kata hati saya disini.
Terima kasih. Kendati ungkapan Anda bukan sesuatu kesalahan, sehingga tidak perlu dimintakan maaf. :-)
Saya juga tidak yakin bahwa kesulitan tersebut perihal tata bahasa. Agaknya pemilihan ungkapan dan kosa kata yang saya gunakan sedikit berbeda pada beberapa hal dibanding yang lazim Anda gunakan.
Sebagai ucapan terima kasih dan hadiah untuk Anda, saya terjemahkan paragraf yang dikutip di atas dalam bahasa Inggris berikut ini. Sekarang ganti saya yang memohon pengertian jika terdapat lebih banyak kesalahan dalam bahasa Inggris, karena memang bukan bahasa ibu saya. :-)
The interesting thing of jQuery is its clearness in separating content and visual aspect on a website. Like other JavaScript’s coming back on web 2.0, every element on a web page is now having authority to manage its own attribute and doing self transaction to web server. To visitors’ eye, this means there will be flashing on visual element indicating data flows or changes, or event that is trigered by mouse, for example.