Saya percaya salah satu cara penting untuk mengapresiasi jejaring sosial dan suasana di dalamnya adalah dengan cara mengikutinya secara intens. Walaupun kemungkinan yang ditemui “teman yang itu-itu lagi”, namun beda panggung akan beda lakon. Demikianlah, selama perjalanan ke Jawa Timur pekan lalu saya coba Koprol. Secara khusus tentang Koprol akan ditulis terpisah, yang ingin saya tekankan pada tulisan ini adalah fasilitas check in di sebuah lokasi. Beberapa hari sebelumnya saya juga mendaftar di foursquare yang juga berbasis lokasi.
Ringkasnya begini: Koprol dan foursquare menggunakan lokasi sebagai daya pikat di jejaring sosial. Sebagai perbandingan, Facebook menghidupkan nostalgia. Kendati Koprol lebih berperilaku seperti mikroblog dibanding foursquare, keduanya mengangkat keberadaan pengguna di suatu lokasi.
Yang ingin saya uji: apakah informasi atau pengakuan saya di sebuah lokasi cukup menarik minat ke diri sendiri? Jika memang menarik, sejauh mana?
Saya sering bergurau di Koprol bahwa saya cukup setia dengan Dago, karena rekor berada di sana (tidak melakukan check in di tempat lain) hingga seratus hari lebih. Tentu saja hal ini sama sekali tidak mewakili keberadaan saya yang sebenarnya: saya tetap mengunjungi bagian-bagian lain di Kota Bandung atau sesekali melancong ke luar kota, ke daerah sekitar.
Ada dua hal utama penyebab saya tidak merasa perlu mencatatkan perubahan lokasi tersebut:
- ponsel yang saya gunakan belum mendukung Koprol, sedangkan saya tidak selalu berada di dekat komputer saat bepergian tersebut. Kondisi ini memang sangat subjektif dan diperbaiki saat bereksperimen perjalanan ke Jawa Timur.
- sering ada perasaan bahwa keberadaan saya di suatu lokasi tidak terlalu penting untuk dikabarkan kepada khalayak. Baik hal ini sebagai sikap pribadi atau karena pertimbangan teknis bahwa tempat tersebut sangat sebentar dikunjungi, sehingga saya tidak sempat memutakhirkan lokasi. Seharusnya di masa depan, ponsel yang dilengkapi A-GPS dan layanan seperti Google Latitude yang akan membantu persoalan ini.
Akhirnya saya paksakan mengatasi kedua hal di atas pada eksperimen ber-Koprol-ria dari Jawa Timur hingga kembali lagi ke Bandung, Jawa Barat. Setelah itu dalam periode yang lebih singkat, saya coba pula memahami situasi di foursquare.
Kesimpulan sementara: saya belum terlalu tertarik bermain-main jejaring sosial dengan pendekatan keberadaan di sebuah lokasi (alasan kedua pada daftar di atas). Kendati saya dapat memilih pendekatan bersenang-senang dalam kaitan penyebutan lokasi — sekadar menunjukkan saya berada di sebuah tempat dan menyapa misalnya — pertanyaan penting “terus selanjutnya apa?,” tidak memuaskan alasan publikasi keberadaan saya di sebuah lokasi. Sebagai catatan berada di sebuah lokasi pun, saya memilih memotret — sekaligus kenangan.
Sudah barang tentu ada beragam fungsi lain yang ditawarkan jejaring sosial berbasis lokasi, acara kumpul-kumpul atau “kopdar dadakan” misalnya. Kesimpulan di atas tidak menafikan manfaat yang ini, hanya saja saya belum sampai pada keperluan tsb.
Di sisi lain, informasi lokasi (lebih spesifik lagi, “tempat acara”, venue) dalam konteks publikasi acara di sana lebih menarik dikelola. Dalam bentuk yang lebih awal dibanding gagasan jejaring sosial, Yahoo! Upcoming menyodorkan hal ini. Events di Facebook adalah alternatif lain dengan keuntungan terintegrasi dengan keanggotaan di Facebook, walau menyulitkan sebab akses yang lebih terbatas.
Satu hal yang mungkin mas Ikhlasul Amal belum lakukan dalam hal koprol adalah secara cepat mengetahui “what’s interesting around here?”
Ambil contoh: Saya jalan2 ke suatu Mall. Setelah saya ‘check-in’, saya suka scroll ke bawah dan membaca komentar orang2 - baik teman maupun bukan - mengenai tempat2 yang ada di Mall tersebut. Dari komentar2 terposting, saya bisa lihat toko mana sedang diskon, ada restoran baru, atau mungkin tempat makan yang sudah lama ada tapi saya belum pernah coba karena tidak tahu enak atau tidak, atau mungkin ada event, dll.
Jadi, perlu dibedakan antara Foursquare yang pada dasarnya adalah adu check-in, dengan Koprol yang lebih bisa dianggap diskusi di dan/atau mengenai suatu tempat.
Koprol sendiri merupakan jejaring sosial terbesar ke 5 di Indonesia setelah FB, Frienster, Twitter dan Plurk. kendati demikian, adanya tren peningkatan pengguna account baru terus merambah koprol, sampai dengan saat ini saya sendiri merasa kurang mendapatkan banyak manfaat dari Koprol. mungkin inilah yang menjadi alasan kebanyakan orang mengapa jejaring ini sulit untuk berkembang secara cepat
Yup, tulisan di atas memang bukan membandingkan langsung (head to head) keduanya, melainkan buat saya sendiri: perlukah hal itu?
Seperti disebut di paragraf akhir: “… ada beragam fungsi lain yang ditawarkan…” dan itu bukan untuk saya saat ini. :)
kalo ditanya-nya perlu atau ga, ya.. itu subjektif sih
tapi kalo ditanya “kepake atau ga?” ya jelas2 kalo kita check in di sebuah lokasi, akan bener2 kepake.. karena, ga cuman berbagi doang ke orang laen, tapi juga dibagi sesuatu sama orang laen..
itu makna sebenernya soal check in di sebuah lokasi — menurut pendapat saya pribadi
Mas kan suka memotret, share fotonya menggunakan koprol setelah check-in ditempat yg menarik.. Itulah artinya berbagi (selain tips2 di tempat2/venue).. Akan berasa lebih bermanfaat.. ;)