Mengulang proses pengunduhan yang lama dan untuk “sekali pakai”,
setelah pemasangan Ubuntu di laptop dengan edisi mini, hari ini
giliran server selesai dinaikkan versinya, dari 8.04 ke 10.04.
Sesama edisi Long Time Support dari Ubuntu. Jika di laptop perlu
dilakukan instalasi ulang secara total — entah penyebabnya, GParted
gagal memasang sistem operasi di partisi /
tanpa harus
mengotak-atik /home
yang berada di partisi lain, tergelitik juga
untuk melakukan pemutakhiran versi secara langsung, lewat jaringan. Saya masih ingat
nasihat Andika Triwidada
yang menyebut cara ini aman untuk Debian.
Tidak ada lagi Debian: server kantor terakhir dipasangi Lenny via Netinst sudah jebol dan mata menyerah memandangi Lenny di laptop setelah dicoba sehari. Kembali “tampilan adalah panglima”, hingga teman pengguna Mint pun memprovokasi dengan dalih serupa.
Mengikuti penjelasan di halaman Upgrading, saya membiarkan server mengunduh 1 GB lebih pada kesempatan pertama. Perlu semalam untuk pengumpulan dan setelah dijalankan, proses pemutakhiran ke versi baru terantuk di modul konversi OpenOffice ke Latex. Padahal OpenOffice di server tsb. belum pernah dimanfaatkan dan sekarang mengganjal!
Saya sudah hampir mengambil langkah instalasi lewat cakram optik,
namun melakukan bongkar-pasang pemutar cakram optik dari komputer
lain ke server menahan saya untuk memikirkan kemungkinan lain.
Benarlah, keesokan harinya saya hapus bagian-bagian yang tidak
diperlukan di server. OpenOffice dan gnome-desktop
dihapus.
Ulangi lagi, ternyata harus unduh lagi dari repositori. Di tengah
kesibukan rutin, screen
membantu meletakkan proses pemutakhiran
tersebut agar tidak terganggu. Untung pula tidak ada pemutusan aliran
listrik!
Dengan bekal sedikit nekat, setelah semua paket terkumpul, saya lanjutkan instalasi paket pada jam kerja. Memang berisiko (pikirkan baik-baik!) karena berarti Squid sempat distop, misalnya. Namun, syukurlah, secara umum baik-baik. Peladen DNS sempat terhenti — berakibat “seolah-olah Internet gagal diakses” — dan berikutnya Squid sebagai proxy yang menghentikan akses layanan Web. Perlu pengorbanan sekitar 15 menit sampai selesai semua dan server melewati fase boot ulang.
Semua berjalan kembali, VirtualBox sekarang gagal dijalankan.
Padahal tim pengembang memerlukan akses ke Oracle XE yang dipasang
di server virtual. Setelah menebak-nebak langkah yang harus
dilakukan, akhirnya diketahui solusi yang diperlukan sederhana:
instal paket linux-header
sesuai versi kernel yang digunakan dan
biarkan pengendali VirtualBox dikompilasi ulang.
Gagah juga menjawab pertanyaan salah seorang pemrogram, Tunggu
sebentar, modul VirtualBox sedang dikompilasi.
Padahal perintah
yang diperlukan sama sederhana dengan menekan tombol Next
instalasi, yaitu, sudo /etc/init.d/vboxdrv setup
.
Lancar jaya, sore tadi saat hujan masih datang lagi di Bandung, peladen hitam sudah menjadi Lucid. Bagaimana dengan aplikasi lain di server tersebut? Belum semua diperiksa, nanti akan diketahui sendiri jika memang ada persoalan.
Catatan: menghindari risiko faktor kompatibilitas Subversion, saya
lakukan dump isi Subversion terlebih dulu dengan perintah
svnadmin dump
.
Selamat datang Lucid Lynx!
Loh, kemarin-kemarin bukannya bersemboyan “Kernel adalah panglima”?
Hehehe… untuk peladen “kernel adalah panglima”, sedangkan di komputer desktop “tampilan menggantikan.” Atau boleh deh: satu panglima, satu lagi kopral.
* ahlesyan…