Sebuah berita kecil muncul lewat mailing-list Genetika pada tanggal 7 Januari lalu bahwa Detik.com keberatan dengan cara yang dilakukan oleh detik.id.or.id terhadap berita mereka, yakni mengambil berita tersebut secara otomatis dan menampilkan kembali dengan format yang berbeda dengan aslinya. Kebetulan tampilan berikutnya ini sengaja memangkas iklan sehingga disukai oleh pengunjung karena waktu pengambilannya lebih cepat. Pengambilan juga dilakukan secara otomatis, sehingga tidak ketinggalan dengan berita yang muncul di sumber berita.
Secara teknis hal seperti ini dimungkinkan. Perangkat lunak untuk mengambil isi sebuah situs Web secara lengkap tersedia dan hasilnya dapat meniru persis. Demikian pula skrip untuk membuang bagian yang tidak diperlukan juga relatif tidak terlalu susah dibuat. Alhasil yang dipersoalkan sekarang adalah legalitas aktivitas tersebut. Kebetulan juga detik.id.or.id adalah situs non-komersial yang dibuat oleh perorangan. Pendekatan yang dilakukan oleh Detik.com juga bersifat personal: menghubungi pengelola domain tersebut dan meminta agar aktivitas dihentikan. Kedua belah pihak dikabarkan oleh Curang.com masih melanjutkan perundingan.
Dari sisi aktivitas mengumpulkan berita, situs terkemuka seperti Google News menggunakan aktivitas tersebut sebagai sajian utama mereka. Algoritma yang digunakan juga sudah cerdas sehingga dari koleksi ribuan sumber berita tersebut dapat dikategorisasikan secara otomatis. Dilihat dari aspek legal, yang dilakukan oleh Google News hanyalah menampilkan bagian penggalan di awal dan pengunjung yang ingin mendapatkan berita tersebut secara lengkap, tetap harus mengunjungi sumber aslinya. Ringkasnya: Google News tidak menabrak kepentingan seperti iklan yang menjadi pemasukan sumber berita.
Teknik pengambilan potongan berita seperti di atas sekarang ini sebenarnya sudah dipermudah dengan tersedianya format RSS. Dirancang antara lain untuk menyebarkan berita lewat tempat pengumpulan, dengan RSS pembaca bisa lebih cepat mendapat tajuk semua berita yang disediakan sumber. Alat bantu pembacanya — baik yang perlu diinstal terlebih dahulu atau berbasis Web — sudah cukup banyak tersedia. Demikian halnya penyedia berita besar seperti Yahoo! News, sudah mulai menyediakan layanan RSS. Langkah seperti ini dapat diusulkan kepada Detik.com dan media massa versi online lain di Indonesia agar mulai memikirkan layanan yang tetap memberikan kemudahan kepada pembacanya.
Namun demikian, apakah memang mengambil informasi tertentu, dalam hal ini lebih spesifik hanya berupa teks berita, tidak diperkenankan? Sepanjang hanya dikonsumsi sendiri, tentu saja boleh — atau lebih tepatnya: sebagai sebuah cara tidak dapat terelakkan. Sebenarnya jika pembaca Detik.com merasa terganggu dengan tayangan grafik atau iklan yang muncul di sana, mereka tetap dapat membaca informasi dari Detik.com tanpa perlu bantuan jasa “kontroversial” seperti detik.id.or.id. Perambah (browser) modus teks dengan kualitas bagus seperti Lynx atau w3m tersedia; dengan demikian bagian selain teks tidak akan diambil. Atau bagi pengguna di lingkungan berbasis grafis, opsi mematikan grafik dan aplet Java juga tersedia. Opera merupakan perambah yang paling mudah dikustomisasi dalam hal urusan ini.
[Tambahan pada 12:30, ref: furrymuck] Tempo Interaktif memuat kasus ini, dan menggunakan istilah pembajakan, disertai wawancara dengan Budi Rahardjo dari IDNIC dan pengelola Detikcomsindication.
terima kasih atas komentar mas amal; - saya menampilkan nya sebagai kutipan - dalam paragraf terakhir, saya coba merumuskan sikap saya. Lepas dari siapa yang benar atau salah; menang atau kalah saya tetap menyayangkan nya. hanya sekedar sayang =] semoga bisa ada kerja sama di antara 2 pihak tersebut, bukan tidak mungkin detik.id.or.id menjadi portal RSS feed dari berbagai situs berita di Indonesia. Karena saya yakin sebetulnya bisa diusahakan jalan tengah atau kompromi; ah…Seandainya mimpi saya itu terwujud =]
Benar, memang yang saya komentari terkait dengan Google itu adalah kutipan dari wawancara di Tempo Interaktif. Harusnya saya pasang di halaman web Tempo, cuma di sana tidak disediakan tempat komentar… :)
Kalau memang id.or.id mau jadi portal RSS berita-berita di Indonesia, itu akan positif sekali.