Lewat percakapan di telepon, adik saya yang tinggal di salah satu kecamatan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, sempat mengutarakan “rasa suka” bahwa sekarang ini sudah tersedia Windows berbahasa Indonesia. Menurut dia hal ini memudahkan memahami penjelasan yang disampaikan. Saya ingin tahu lebih lanjut komentar dia akan kemungkinan pengertian “lebih mudah” tersebut dari sisi memahami penjelasan di Help. Dengan tegas dijawab olehnya bahwa pemakaian istilah di menu pun dirasa lebih mudah. Contohnya, istilah tayangan lebih enak diterima dibanding display.
Agar sedikit lebih jelas: profil adik yang saya ajak bicara tersebut adalah lulusan perguruan tinggi, wirausahawan bahan pokok (sembako), mengikuti perkembangan zaman lewat media cetak dan televisi, namun tidak terlalu menyukai komputer. Dengan demikian tidak berlebihan apabila dia terlambat mengetahui bahwa Microsoft Windows edisi Bahasa Indonesia sudah diluncurkan hampir setengah tahun lalu, namun tidak merasa asing dengan istilah tayangan atau tetikus — yang tampaknya sudah dibaca terlebih dulu dari media cetak.
Setelah pembicaraan tersebut, saya merasa persoalan pengalihbahasaan yang selama ini sering dikomentari miring oleh personil TI — termasuk saya sendiri yang terkadang kurang sreg dengan hasil alih bahasa di beberapa perangkat lunak — perlu juga dilihat dari sisi pemakai akhir. Tentu saja tidak ada maksud melakukan generalisasi atau simplifikasi hanya bermodalkan pembicaraan sepintas tersebut. Perangkat lunak bertambah kompleks dan bagi kelompok pemakai tertentu yang sudah disibukkan dengan dunia mereka, hal ini dapat menjadi persoalan baru.
Saya pernah menjumpai contoh kasus dari sisi berbeda dari salah satu klien di tempat saya dikontrak menjadi tenaga dukungan teknis di Balikpapan: klien tersebut merasa gembira bahwa sampai hari itu dia belum diberi akun email. Alasan yang dikemukakan sederhana: pekerjaan dia sudah menumpuk dan dia tidak mau menjadi repot lagi dengan mempelajari pemakaian email dan lebih-lebih menanganinya. Waktu hal itu dibicarakan di antara tim kami tentu saja kami terheran-heran: soalnya hampir semua anggota tim pada hari pertama kerja di perusahaan tersebut langsung mengajukan akun email sebagai permintaan pertama.
Di lingkungan lain di sebuah panti jompo di Belanda, sekali waktu saya
membantu beberapa nenek yang sedang berkumpul mencoba mengoperasikan
sebuah telepon genggam. Kendati di buku panduan sudah dijelaskan
dalam Bahasa Belanda, mereka kesulitan memahami beberapa istilah
yang diperkenalkan oleh teknologi baru tersebut. Alhasil, ganti saya
yang menjawab, Saya mengerti maksudnya. Kendalanya sekarang
adalah menjelaskan dalam Bahasa Belanda kepada kalian.
Solusi
akhirnya: salah seorang nenek yang bisa Bahasa Inggris menjadi
perantara penjelasan saya. Dokumentasi teknologi canggih tersebut
dibaca oleh saya di antara Bahasa Inggris dan Bahasa Belanda,
kemudian saya olah dengan penjelasan yang lebih mudah dimengerti
dalam Bahasa Inggris, baru kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa
Belanda oleh dia.
Alangkah peliknya memahami teknologi — dan kita perlu bersiap menghadapinya bersama anak-cucu kita nanti!
Di majalah komputer populer terbitan Belanda dengan target pembaca pemakai akhir komputer, penjelasan sebuah perangkat lunak sudah tersedia dalam Bahasa Belanda hampir senantiasa disebutkan, walaupun jika dilihat prosentase penduduk yang menguasai Bahasa Inggris tentulah lebih banyak dari negara kita. Pangsa pasar potensial, yakni pemakai akhir yang lebih nyaman berbahasa mereka sendiri, tetap lebih menggiurkan dibanding sedikit tenaga TI yang terkesan “kurang suka” dengan pengalihbahasaan tersebut.
Entah seberapa jauh Microsoft Windows edisi Bahasa Indonesia telah membantu pemakainya secara luas. Kembali pada cerita semula, adik saya sudah mulai menunggu kabar Microsoft Office edisi Bahasa Indonesia.
walaupun kita sering sok bisa bhs inggris, sebernya mayoritas orang Indonesia lebih nyaman berbahasa Indonesia.
ini saya sadari waktu masih kerja jadi tukang bikin iklan.
kita FGD-in (focus group discussion) sebuah materi iklan yg targetnya orang muda perkotaan, yg trendy, cool dan mutakhir.
hasil akhirnya, iklan yg berbahasa inggris nilainya rendah, padahal itu juga bhs inggris gampang, sebab utamanya, banyak yg ga ngerti.
padahal ini udah orang muda kota lo heheh
Tanpa bermaksud mengecilkan arti Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tapi saya melihat ketidakmampuan berbahasa asing (bisa Inggris, bisa Perancis, bisa Jerman dan bahasa resmi PBB lainnya) untuk orang Indonesia adalah salah satu faktor kenapa kita sering kalah dalam persaingan internasional.
Berapa kali saya dikecewakan dengan reaksi rekan-rekan (bahkan yang berpendidikan tinggi) setiap kali saya ajukan tantangan untuk sekolah ke luar negeri atau berbisnis ke luar negeri dan mayoritas reaksinya adalah “Wah, males, bahasa Inggris/Perancis/Jerman/dll sih…” Sayang…
Bukan berarti Bahasa Indonesia itu tidak penting, justru Bahasa Indonesia itu harus bisa diangkat sebagaimana bahasa-bahasa asing lainnya (Hampir 200juta orang berbahasa Indonesia). Yang dikeluhkan adalah “kemalasan” kita untuk belajar bahasa lain (mungkin kita sudah kebanyakan bahasa daerah, sehingga energi belajar bahasa kita sudah habis dari kecil).
Bilingualitas (minimal) itu penting sekali di era globalisasi sekarang ini. Masalahnya virus “malas” masih nomor satu di Indonesia tercinta…
bahasa inggris seringkali disepelekan oleh kita,namun tanpa kita sadari hal itu penting bgt. hari gini ga bsa b.inggris…wuih ketinggalan zaman bgt,alias kuper gtu lho!