Salah satu realita perkembangan media online di Indonesia adalah seperti yang dipaparkan oleh Benny Chandra,
Para pengakses Internet di Indonesia masih terbebani dengan biaya akses Internet dari rumah yang cukup mahal.
[…]
Selama hal itu belum teratasi, situs Web lokal sebagus apapun bisa jadi akan selalu menjadi kurang berkembang karena kekurangan pengakses.
Dilihat dari berita terakhir ini tentang kenaikan harga dan kerugian sejumlah badan usaha pemerintah, saya masih meragukan ongkos akses Internet dapat segera menjadi lebih murah di Indonesia. Seberapa jauh para pembaca dapat lebih menikmati materi yang disajikan gratis dan bermanfaat dalam kondisi seperti penumpang taksi yang berdebar-debar melihat argometer jalan dengan kencang?
Salah satu solusinya adalah menyediakan versi salinan dari media online tersebut — atau sebutlah versi offline. Jika selama ini pemakai GNU/Linux di Indonesia lebih memilih melakukan instalasi dari CD karena lebih murah, seharusnya demikian juga untuk materi lain yang selama ini disediakan di Internet.
Sekali lagi hal ini bukan sesuatu yang baru: Ilmu Komputer sudah bergerak dengan distribusi CD mereka, demikian juga Onno W. Purbo selalu membagi-bagikan isi hard disk-nya di setiap acara yang dia hadiri. Kebetulan berkas yang disediakan Ilmu Komputer dan Onno memang sudah dikemas dalam bentuk “siap saji” sehingga pemakainya tinggal menyalin dan menampilkan dengan alat bantu yang sesuai.
Bagaimana sekarang dengan situs-situs Web yang menyajikan informasi berupa halaman Web dinamik? Baik yang dihasilkan dari sekumpulan templat dan materi, atau hasil query ke basisdata. Menyalin begitu saja tentu tidak otomatis dengan mudah dapat dibaca di tempat tujuan. Diperlukan instalasi server Web, basisdata yang digunakan, dan bahasa pemrograman yang dijalankan oleh server Web tersebut. Bisa menjadi mimpi buruk bagi calon penikmat versi offline.
Salah seorang teman pernah mengajak diskusi kemungkinan penyusunan materi yang diperlukan oleh organisasi tempat dia aktif dalam bentuk Microsoft Help. Saya balik bertanya: kenapa tidak disusun dalam bentuk HTML sehingga dapat dibuka di banyak komputer secara offline? Alasan yang dia kemukakan adalah dengan format Help tersebut nantinya mudah dibuka di Microsoft Help yang sudah menyediakan pengindeksan dan pencarian. Benar juga: jika dilakukan dengan HTML perlu dipasang server Web dan ht://Dig atau SWISH-E!
Berarti hal ini dapat menjadi pertimbangan tambahan untuk versi offline sebuah situs Web.
Saya belum tahu seberapa antusias pemakai Internet di Indonesia mendapatkan dokumen online. Apabila permintaan untuk hal itu memang tinggi, bagaimana apabila kita, para penyedia materi online mulai memikirkan membantu mereka dengan menyediakan versi offline? Terutama situs-situs yang memang dimaksudkan untuk berbagi pengetahuan dengan pengunjung. Agar lebih efisien dalam pendistribusiannya, materi-materi tersebut dapat dikumpulkan dari beberapa situs Web dan dikemas dalam sebuah CD.
Secara teknis para pemilik situs dapat mempertimbangkan untuk memberikan dalam bentuk koleksi halaman Web statik atau berupa instalasi penuh seperti yang digunakan di situs Web aslinya. Hal ini dapat disesuaikan dengan tingkat kemahiran audiens yang akan menggunakan materi tersebut.
Terakhir dan penting adalah perihal lisensi atau aspek legal yang mengikat pendistribusian materi tersebut. Penyedia materi harus memilih terlebih dulu sejauh mana izin akan diberikan kepada pemasang materi di tempat lain. Saran saya dalam berbagi pengetahuan dan untuk mempercepat penyebaran pengetahuan di negeri kita: mudahkan urusan lisensi perbanyakan materi.
Lisensi lain yang perlu dipikirkan adalah untuk alat bantu, terutama apabila instalasi di tempat baru hendak menyalin utuh situs Web seperti aslinya. Ini yang memberatkan apabila alat bantu di situs Web asli menggunakan lisensi komersial dan ingin disalin. Bagaimana para pemakai Movable Type?
Maaf kalau pesimis. Membaca dokumentasi? Orang Indonesia?
Lingkungan pergaulan kita membuat kita merasa semua orang rajin membaca dokumentasi. Kenyataannya? Masih banyak “yang katanya” Admin Komputer atau Jaringan yang tidak pernah baca dokumentasi selain “How-To Install”…
Dan orang-orang yang sudah “melek Internet” rata-rata mengerti bagaimana menghemat bandwidth dan membuat versi “offline”.
Sebelum kita lompat memikirkan masalah-masalah teknis sampai bicara lisensi, apakah kita tidak lebih baik bicara masalah perbaikan mentalitas bangsa Indonesia lebih dahulu?
Sebuah pisau kalau diberikan ke orang yang bermental baik bisa jadi alat yang sangat berguna tapi kalau diberikan ke orang yang bermental buruk, bisa mencelakai diri sendiri atau bahkan orang lain….
Setuju.
Hanya kalau tentang perbaikan mentalitas, saya tidak bisa menulis di sini (ugh!) — dan barangkali saya juga bukan ahli motivator. Bagaimana enaknya? Saya tulis di tempat lain saja ya, sambil berdoa semoga bertambah situs Web dengan materi yang memperkaya mentalitas bangsa kita.
Nanti jika sudah waktunya, boleh deh usul saya sampai dengan hal lisensi di atas dipakai. :)
itu wikipedia.org kalau bisa dibikin offline-nya saya mau tuh download, meski 1 giga.
Wikipedia database download yang dimaksud? Yang Bahasa Inggris saja sudah 24GB.
Untuk kondisi Indonesia, memang versi cetak ataupun CDROM tetap dibutuhkan. Bukan saja akibat keterbatasan bandwidth atau akses, tetapi juga akibat kebiasaan.
Tentu saja faktor lisensi dan model bisnis akan menjadi sangat perlu pertimbangkan di dalam mengkombinasikan, sebab rata-rata penerbit (offline) tidak menginginkan materinya sudah ada di Internet. Karena dalam anggapan mereka ini memudahkan disalin, walau di Indonesia tidak ada hambatan versi cetak tidak bisa dicopy. Justru itu memikirkan model lisensi dari awal sangatlah perlu kalau ingin melakukan kombinasi antara model on-line dan offline.
Saat ini telah ada beberapa penerbit yang mulai menerima lisensi yang lebih lunak, sehingga mereka tetap bersedia materi tersebut online, dan bebas disalin tetapi mereka bersedia menerbitkan. Salah satu pengalaman dengan terbitnya buku saya oleh Ardy, yang relatif bersumber dari artikel-artikel di Lamunan saya.