Setelah sempat terganggu beberapa saat, mailing list IDNIC aktif kembali dan beberapa topik yang ingin diselesaikan di tahun 2005 (mudah-mudahan di awal tahun) digelar lagi. Budi Rahardjo dan Yanto merupakan dua staf yang aktif mewakili IDNIC, ditambah Indra K. Hartono.
Dimulai dengan diskusi tentang biaya untuk domain ID, boleh dikatakan peserta dapat memaklumi penjelasan pengalokasian dana tersebut. Perubahan yang akan terjadi terhadap domain yang selama ini hanya bayar sekali, yakni ongkos pendaftaran, seperti or.id dan co.id, hanya menimbulkan perbedaan pendapat perihal dihargai sama rata untuk semua atau terdapat semacam subsidi silang. Walaupun belum diumumkan resmi, dugaan saya hasil akhirnya memang bervariasi namun tidak terlalu berbeda jauh.
Keinginan sebagian besar peserta diskusi di mailing list untuk mendapatkan layanan yang lebih bagus sebagai kompensasi “harga yang dianggap dapat diterima” terlihat pada diskusi berikutnya, yaitu tentang registrar. Seperti sudah disebutkan oleh Budi Rahardjo di NICE 2004 bahwa akan dibentuk organisasi penyelenggara registrasi domain ID yang nantinya menjadi jembatan antara pemilik domain dan IDNIC, diskusi kali ini sudah sampai pada ancang-ancang penunjukan organisasi tersebut. Usulan lima registrar mendapat komentar yang cukup rinci sampai dengan lokasi fisik agar tidak hanya di ibukota. Ya, Indonesia adalah negara sangat besar yang menjadi sesuatu yang kritis untuk urusan yang tidak dapat diselesaikan hanya lewat media online.
Setelah itu, diskusi beralih pada status badan hukum registrar: menjadi satu dengan PJI, tempat hosting, dan APJII, atau terpisah berupa instansi tersendiri. Dari usulan yang masuk, umumnya pendapat agar dilakukan oleh instansi terpisah sehingga tidak muncul konflik kepentingan dengan layanan lainnya lebih mengemuka. Sesuai mekanisme yang direncanakan, badan ini semacam “mempersiapkan” bahan-bahan yang diperlukan untuk registrasi dan nantinya tetap harus menunggu persetujuan IDNIC akan hasilnya.
Perubahan yang drastis menjadi sebuah sistem yang otomatis penuh agaknya masih perlu waktu, dilihat dari kesiapan yang dimiliki saat ini. Bagaimana jika otomatisasi yang didulukan adalah kemungkinan pengelolaan domain tersebut dalam bentuk panel kontrol berbasis Web oleh pemiliknya? Maksud saya begini: proses registrasi memang perlu waktu, karena harus diperiksa oleh IDNIC mengikuti standar yang sudah diputuskan — okelah. Nah, setelah domain tersebut sudah dipegang oleh pemiliknya, dia dengan mudah dapat mengatur-atur domain tersebut lewat aplikasi yang disediakan registrar. Toh, dalam hal ini IDNIC sudah berkurang kewenangannya, karena persetujuan sudah diberikan pada saat proses pendaftaran.
Dengan demikian misalnya pemilik domain hendak pindah tempat hosting, pembuatan subdomain dan mengarahkan ke sebuah alamat IP, atau menggunakan dua layanan yang berbeda (hosting di Indonesia namun menggunakan layanan email premium di Yahoo! Mail misalnya), dapat dengan mudah dilakukan dan tidak perlu “menyibukkan” IDNIC. Termasuk juga kemungkinan pemakaian nama domain dalam waktu yang lama: misalnya hendak dipakai sampai lima tahun ke depan dengan pembayaran semua di depan.
Saya kira dengan kewenangan yang diberikan oleh IDNIC untuk sebagian pekerjaan ini ke registrar, dan menjadi nilai tambah untuk dijual, tidak terlalu sulit bagi mereka dalam hitung-hitungan bisnis untuk menyediakan antarmuka yang lebih baik kepada klien registrar. Pengalaman saya membeli dan mengurus domain .nl di Belanda sangat praktis: saya pilih nama domain dan mereka mengirim saya formulir lewat lampiran email. Setelah saya cetak, formulir tersebut saya isi identitas yang ditanyakan, ditandatangani, dan hasil pemindai (scan) kertas tadi saya kirim balik ke registrar. Konfirmasi saya peroleh tidak lama kemudian dan setelah transfer ongkos diterima mereka (seharusnya dapat seketika jika digunakan kartu kredit), saya dapat menggunakan nama domain tersebut.
Layanan yang diberikan oleh registrar di Belanda tempat saya membeli domain adalah DNS, sehingga saya dapat mengatur dari panel kontrol domain dan subdomain yang digunakan. Dengan fleksibilitas ini dimungkinkan pengaturan agar situs Web yang penting dan harus tersedia terus ditempatkan di hosting komersial, sedangkan yang kurang penting namun berukuran besar (album foto, basisdata anggota) tetap berada di komputer rumahan menggunakan koneksi kabel modem. Pengaturan ini dilakukan dari tempat registrar.
Perpanjangan pemakaian domain juga otomatis dilakukan (automatic renewal). Saya menerima tagihan lewat email satu bulan sebelum habis dan yang perlu dilakukan hanyalah mengirim transfer ke mereka dan pemberitahuan. Proses yang sama saya lakukan lewat APJII untuk domain ID dengan tambahan perlu mengirim bukti transfer lewat faksimili.
Mailing list IDNIC memang tidak terlalu ramai — hal yang bagus untuk pembicaraan tentang kebijakan. Yang perlu dipikirkan juga, tampaknya dokumentasi kebijakan sebagai hasil pembicaraan sebelumnya perlu dibuatkan tempat tersendiri. Hal ini terlihat dari beberapa kali Budi Rahardjo mengulang penjelasan prinsip IDNIC yang antara lain ingin mendudukkan IDNIC benar-benar sebagai pengelola domain dan bukan pemalak yang ikut bersaing dengan organisasi lain yang justru memanfaatkan layanan dari IDNIC. Jika anda penulis blog dan sedang memikirkan topik lebih spesifik di bidang TI di Indonesia, pembicaraan di seputar nama domain ini potensial dijadikan pertimbangan.
Berkaitan dengan rencana pembentukan Sistem Registrar-Registri yang akan membantu IDNIC, besok hari Rabu, 9 Maret, akan diselenggarakan sosialisasi dengan materi penjelasan administratif dan penjelasan teknis yang disertai demo modul registrar. Walaupun belum mengakomodasi keinginan “agar tidak selalu di Jakarta” di mailing list, acara seperti ini untuk sekarang baru dapat diselenggarakan di sana.
Hati-hati pada Omega Plus- Mall Artha gading Lt.2 Jangan pernah masuk, karena anda akn dihipnotis dan uang anda akan dikuras. Jangan percaya pada pemberitahuan pemenang undian. Terima kasih