Di tengah lalu-lintas email di mailing list Telematika, Rumy Taulu pada tanggal 31 Mei lalu melontarkan kritik perihal etiket penulisan email, berkaitan dengan top-posting (menuliskan balasan sebuah email di atas pesan yang dibalas) dan kaidah penulisan isi email. Karena hal ini tidak dirumuskan sebagai sebuah prinsip awal di Telematika (dan demikian yang sering dijumpai di banyak mailing list Indonesia), belum ada dorongan untuk menanggapi kritikan Rumy lebih jauh. Telematika yang dianggap beranggotakan “politikus” yang membicarakan TI, seperti yang diungkap Adi Nugroho, akhirnya kurang memedulikan hal seperti ini dan memutuskan dengan cara pengambilan suara, kendati sempat ada yang melontarkan pandangan dari sisi RFC.
Yang kemudian terungkap: kaitan antara kemalasan dengan ketidakpedulian terhadap aturan. Misalnya pendapat yang “menentang” balasan email di bawah kutipan berpendapat bahwa tidak efisien mencari bagian balasan di bawah puluhan baris kutipan. Kemungkinan besar hal ini dihasilkan oleh kemalasan melakukan penggulungan (scrolling) tampilan (duh!) atau ketidakpedulian pada aturan lain bahwa bagian yang tidak perlu dari sebuah email yang dibalas sangat dianjurkan untuk dihapus. Membiarkan bagian kutipan di sebuah email terlalu panjang bukan hanya menyulitkan orang lain, kemungkinan besar bagian bawah akan dipotong oleh mayoritas Webmail agar memadai ditangani kotak edit.
Demikian halnya dengan balasan yang ditulis diselipkan di antara paragraf, seperti contoh di bawah ini,
Anehnya masih ada pihak yang keberatan dengan alasan yang dikemukakan adalah kesulitan membedakan antara bagian yang dikutip dari email sebelumnya dan jawaban. Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata persoalan ini muncul karena format isi email yang digunakan adalah HTML dan klien email yang dipilih tidak memberi tanda kutipan semestinya. Beberapa klien email yang mendukung format HTML menyediakan garis tebal di sisi kiri sebagai tanda kutipan; walaupun demikian, tanda tersebut agaknya lebih sering tidak bekerja semestinya dibanding konvensi yang umum dipakai pada email berformat teks, yakni karakter ‘>’.
Jika dilihat secara umum, persoalan-persoalan yang muncul pada etiket penulisan email dibawa oleh generasi “lebih tua” yang mulai akrab dengan dunia Internet pada saat mailing list mulai mengisi model diskusi di Internet. Semacam ignorance jika kemudian muncul persoalan pengiriman-silang (cross-posting) dan “pelanggaran” netiket dalam hal email. Yang merisaukan jika kebiasaan ini kemudian dianggap menjadi suatu kewajaran dan diteruskan oleh generasi pemakai mailing list berikutnya secara umum. Bukan apa-apa, menegur perihal sesuatu yang mendarah daging potensial menyebabkan ketegangan pihak-pihak yang terkait di sebuah mailing list.
Dikotomi kedua belah pihak yang berbeda pendapat kian menarik dengan fakta klien email yang digunakan: Outlook Express cenderung mendorong pemakainya untuk melakukan penulisan pesan balasan di bagian atas, sedangkan Thunderbird di bagian bawah. Seperti pernah disebut di salah satu edisi Oracle Magazine, terdapat animo yang kuat di kalangan pengembang Open Source untuk mengikuti standar.
Dengan demikian, mailing list yang berusaha taat azas, semisal dengan ketentuan di awal yang mengikat di Teknologia, atau — seperti yang disebut Frans Thamura dalam diskusi tersebut — mailing list Linux Indonesia yang memiliki moderator yang sangat menekankan etiket di mailing list, dapat menjadi “rujukan” tidak formal (setidaknya mengingatkan) jika persoalan seperti ini dibahas. Apakah kedua forum tersebut dapat menjadi teladan untuk banyak forum lainnya? Selain masih tanda tanya besar, agaknya seperti yang saya lihat dalam pengaturan jalur lalu lintas di Bandung: marka jalan dan rambu saja tidak cukup bagi pengendara kendaraan, perlu barikade fisik seperti tali yang dijulurkan beberapa puluh meter, pembatas dari besi atau beton, atau bahkan sepeda motor polisi yang diparkir di perempatan!
sudah di inpait ke id-gmail? :lol:
kadang kadang ini yang sering bikin saya ngebatin “yah begitulah orang indonesia”..
culpritnya bukan orang indonesia, tapi kebiasan yang ditimbulkan dari mailer yang dipake, seandainya di dunia ini gak ada outlook express maka gak akan ada masalah seperti ini.
beberapa anggota milis ‘perkoncoan’ (alumni dlsb) yang saya ikuti juga membawa ‘penyakit malas’… dan saya jugaorang yang malas [ untuk berdebat.. ]
Haduuuh… masalah cross posting, apalagi kalau ambilnya juga dari berita di web. rasanya dunia dah mau kiamat… dikirim bareng iklan-iklannya… duh :( padahal kalau ngirim URI saja udah cukup.
besok2 tulisan mas amal ini saya jadikan rujukan saja,
terimakasih. :)