Karena kesibukan dan kondisi di sekeliling saya berubah, cara menulis entri untuk #direktif perlu disesuaikan. Koneksi Internet yang saya gunakan “terjun bebas” dari 4 MBps untuk empat komputer di rumah, menjadi 64 kBps dipakai ramai-ramai di satu kantor; sedangkan komputer desktop yang saya gunakan jika sebelumnya memiliki RAM 640 MB sekarang hanya seperlimanya, atau 128 MB. Tentu bukan untuk dikeluhkan, melainkan perlu ditangani dengan trik tersendiri agar menulis blog tetap terus berlangsung.
Yang pertama terasa lebih terbatas adalah kelincahan mencari rujukan dari hasil mesin pencari. Klik di hasil pencarian tidak segera memunculkan halaman dari situs Web yang dimaksud. Dengan Google yang relatif stabil kecepatannya, saya ubah dengan mengurangi jumlah hasil pencarian per halaman dari 100 menjadi 25. Halaman pertama hasil pencarian menjadi lebih pendek dan memadai untuk melihat gambaran hasil pencarian. Untuk situs Web hasil pencarian yang gagal diakses atau terlalu lama ditunggu, salinan (cache) yang disediakan Google dapat dijadikan alternatif. Dalam beberapa situasi saya matikan penampilan gambar, sehingga yang muncul hanya materi yang diperlukan.
Karena jarak dari tempat tinggal dan kantor saya dekat, ongkos yang dikeluarkan untuk naik angkutan kota bolak-balik tetap lebih murah dibanding mendatangi Warnet atau koneksi dial up dari rumah. Lagipula, saya memang menyukai suasana menginap di kantor karena seringkali “inspiratif”; tentu saja setelah urusan dengan anak-anak di rumah selesai dan keesokan paginya sudah ada di rumah lagi setelah mereka bangun pagi. Boleh dilihat dengan prasangka baik: inilah cara memanfaatkan koneksi Internet di kantor secara maksimal.
Namun demikian jika saya memutuskan menulis entri blog di rumah, saya persiapkan dengan cara menyimpan bahan-bahan rujukan di USB Flash Drive Sandisk Cruzer. Termasuk menyimpan per halaman dari akun Gmail yang saya pakai untuk mengumpulkan email yang masuk dari beberapa mailing list dalam modus teks. Menu “Save Page as…” di Firefox menjadi salah satu favorit saya. Terima kasih kepada teman-teman di Groningen yang telah menghadiahi saya gadget tersebut: jangan kuatir, barang kecil tadi dapat dengan mudah dipakai di lingkungan Debian GNU/Linux favorit saya.
Kondisi tanpa Internet di rumah sebagian saya pakai untuk membaca media cetak; sebagai misal tulisan Riswandha Imawan dan dalih Radhar Panca Dahana saya baca dari Kompas edisi cetak. Baru setelah itu taut yang diperlukan untuk rujukan dicari di situs Web Kompas. Menurut saya membaca buku sebagai cara untuk memperkaya pengetahuan kita juga akan lebih efektif dilakukan pada situasi tanpa-koneksi Internet. Lebih baik berhemat untuk tidak jor-joran dengan koneksi Internet yang mahal dan mengalihkannya untuk menambah wawasan lewat media cetak. Apabila jatah akses Internet terbatas, lebih baik digunakan untuk bagian akhir penyelesaian materi (finishing touch) dan pemasangan entri.
Tempat kerja saya di PT
Sigma Delta Duta Nusantara (SDDN). Blog sudah menjadi
“piaraan” yang lumrah di kalangan pelaku TI, demikian yang saya amati
dengan para kolega saya di kantor. Sebagian memang sudah sohor sebagai penulis blog
seperti Andika Triwidada;
sedangkan sebagian yang lain
sebagai penulis buku TI, seperti Betha Sidik, penulis
Pemrograman Web dengan PHP, Kusnassriyanto
Saiful Bahri, dan Ruslan
Nuryadin yang sedang bersiap-siap dengan buku mereka. Terbawa pekerjaan juga,
saya sempat bertemu dengan Budi Rahardjo.
Karena kebetulan Dian “Endhoot” Rahmadian Lestari Arbianita di ruangan sebelah
menjadi pengurus distribusi kaos
id-gmail, saya sempat bertemu dengan beberapa
anggota id-gmail yang mengambil jatah mereka. Pertemuan pertama,
sehingga hampir semua hanya saya asosiasikan dengan foto yang saya
lihat di situs Web masing-masing. Termasuk dalam kelompok ini:
Ananda Putra, Yulian F.
Hendrayana, Bonny Hardi
Putra, dan
Deden Fathurahman.
Bandung lagi! Di antara berbagai kesibukan dan keadaan, saya akan mengusahakan untuk terus menulis di blog…
Sukurlah, flashdisknya benar2 terpakai. Untung benar hari itu, sudahlah dapat mangsa untuk nyewa hosting, dapat ilmu nginstall WP, gratis kabel internet yang panjangnya nyaingin tali beruk… dan terakhir mengetahui kebutuhan sang guru yang malas dibelinya sendiri hehehe…
Harga sewa warnet di Bandung sekarang rata-rata berapa MA? Apakah warnet masih banyak, dan apakah pengunjungnya rame? Gimana cerita soal rencana migrasinya software2 di warnet ke open source? Apakah benar sekarang banyak mahasiswa yang udah make software legal (katanya M$ kerjasama ama ITB jualan barang2 begituan murah?)
Ini namanya .. pemanfaatan fasilitas kantor .. ane setuju ,selama masih ada tujuan untuk pekerjaan kantor aza .
Kata ustadz Sanusi eh bukan kataku deh … he he he he … kalo buat ngeblog bukan buat kantor itu korupsi loh :P
Kasihan , kalo prasangka buruk pasti orang bilang lagi , marahan ma istrinya .. tul kan ?
wah, kalo gitu siap2 ketemu saya minggu depan. belum dapet KAWOS(tm) nih
#1: sewa Warnet masih sekitar Rp 5000/jam, sedangkan di kantor selain gratis terdapat air siap minum (dingin dan panas) 24 jam. Gratis termasuk beberapa sachet kafein.
Pengelola Warnet yang saya kenal masih berhati-hati dengan isu penertiban berkaitan dengan legalitas perangkat lunak. Sebagian memang sudah pindah ke Linux namun dari dua tempat yang saya pernah datangi masih menggunakan Microsoft Windows.
#2: Sudah barang tentu menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi harus dibicarakan terlebih dulu dengan pihak manajemen. Itu yang sudah saya bicarakan jauh-jauh di awal dan dalam kasus saya diperbolehkan.
Prasangka buruk orang? Hmm… lebih baik diganti dengan prasangka baik. :)
Nginap di kantor???? huehehe.. sayang sekali enggak semua kantor boleh begini. Ada model-model kantor yang bagian akuntingnya akan menanyakan :”semalam nginap untuk klien yang mana ?” (oops..) … jadi timer “jam kerja” plus biaya listrik dan internet akan di beban ke klien yang tidak beruntung tersebut.. btw.. masih gak kebayang Mas Amal baca koran versi cetak.. beda soal kalo itu courant atau spits.. hehehe..