Lagi-lagi sebuah artikel dari blog dipakai begitu saja oleh sebuah media massa tanpa izin penulisnya. Apa itu Blog? yang ditulis oleh Enda Nasution dipakai oleh majalah Chic edisi Juli 2005. Kendati sudah diubah di beberapa bagian, menurut Enda sendiri, secara verbatim (menggunakan kata-kata yang persis) kalimat yang digunakan di sana diambil dari tulisan dia. Di bagian bawah artikel tersebut memang disebutkan profil Enda Nasution dalam konteks blog, namun tidak ada penjelasan eksplisit bahwa tulisan tersebut diambil dari buah tangan Enda.
Apakah kejadian seperti ini menjadi semacam “resiko” bagi penulis blog yang memasang tulisan mereka di Web? Apakah “ketidakpopuleran” penulis blog dibanding artikel yang ditulis media massa besar mengundang pengutipnya untuk teledor, seenaknya, main comot dari blog?
Sebagian besar penulis blog membolehkan tulisannya digunakan oleh pihak lain. Perbedaan yang biasanya muncul adalah faktor komersial pemakaian berikutnya. Namun demikian, tetap saja: penyebutan sumber sebuah tulisan secara eksplisit adalah keharusan yang tidak dapat ditawar.
Reaksi yang pernah saya terima dalam menghadapi situasi pengutipan seperti itu ada tiga:
- bagaimana jika tulisan saya di blog diproteksi, misalnya dengan keanggotaan?
- melayangkan komplain secara resmi kepada media massa yang melakukan pengutipan seenaknya;
- mengikhlaskan peristiwa tersebut dengan alasan ilmu yang ditulis di artikel tersebut akan beredar lebih luas.
Saya tidak pernah berpikiran melakukan proteksi terhadap tulisan di blog karena justru lewat media inilah saya berharap dapat “menyapa” sebanyak mungkin pengunjung. Koran dan majalah punya pelanggan, situs Web komersial punya pemikat berupa fasilitas, dan Presiden membuka jalur SMS, kenapa tidak jika saya gunakan halaman Web di blog untuk mengungkapkan opini saya kepada khalayak? Gratis.
Jika hendak melayangkan komplain kepada media massa, saya menyarankan agar motif dasar yang dipakai adalah mendidik penulis di media massa tersebut agar lebih memedulikan adab penulisan. Karena dari perspektif yang lebih luas hal ini berkaitan dengan upaya mendidik menghargai orang lain. Benny Chandra masih rajin menyarankan usulan komplain; sila dipertimbangkan dengan baik karena hal ini adalah hak penulis. Dari pengalaman, akhirnya komplain hanya saya tulis di blog dan mailing list wartawan media massa, namun hal itu hanya semata-mata sikap saya yang mencukupkan komplain persoalan tersebut sampai di situ. Pertimbangan lainnya: media saya adalah blog, jadi saya juga harus bereksperimen menulis komplain di blog. Kita, penulis blog, perlu lebih percaya diri termasuk sebagai tempat komplain persoalan di atas.
Sekalian hal di atas menjawab pertanyaan yang sesekali terungkap: mengapa tidak saya layangkan ketidaksetujuan saya terhadap sebuah pendapat ke media massa agar lebih banyak yang membaca? Tidak harus, karena memang saya memilih blog sebagai media; dan kedua, saya tidak sedang mengejar jumlah pembaca dalam silang pendapat tersebut.
Tentang keikhlasan sebuah materi, menurut saya tidak perlu dipersoalkan lagi. Untuk apa saya memasang lisensi terbuka jika saya tidak ikhlas materi yang dipublikasikan dibaca oleh banyak orang? Persoalannya bukan pada distribusi materi atau pembacanya, melainkan seringkali pada tata cara si penulis mengutip.
Sekalipun kasus di atas sepenuhnya urusan Enda, penulis artikel tersebut, saya ingin mengingatkan penulis di Chic lewat entri ini. Terima kasih.
saya rasa tulisan walaupun itu berasal dari sebuah blog, tetap merupakan sebuah buah pemikiran (walaupun dgn/dari berbagai macam sumber) yang perlu dihargai (HAKI?), manusia besar hidup selamanya karena pemikiran dan ide-idenya (amalan) yang “terjaga”.
jadi tindakan majalah chic tidak bisa dibenarkan( jika memang terbukti menjiplak) dengan alasan apapun.
tapi bila tidak terbukti, acung jempol kepada tim redaksi chic yng mahir merangkai kata-kata “menyerupai” tulisan Enda.
Creative Commons sebenarnya sudah cukup. Tapi masalahnya sih bukan lisensinya, tapi semangat plagiatisme yang cukup kuat di Indonesia…
Kalau masalah plagiatisme, mau pakai lisensi apapun tetap saja disikat.
hmmm lebih disayangkan lagi karena tulisan tersebut sudah lama ditulis, jadi ga updated apalagi banyak perkembangan di dunia blog.
ini udah diinformasikan dalam catatan di akhir tulisan.
kalo udah korban misinformasi, itu lebih disesalkan lagi.
Ada beberapa alasan juga yang mestinya bisa menjadi dasar mengapa kita menulis blog.
Dulu, waktu aku belum kenal apa itu blog dan akhirnya mendapatkan pencerahan dari GoblogMedia, Inc, motivasi pertama dalam menerbitkan my personal lives, thoughts, opinions adalah bebas sebebas liarnya pikiranku.
Itu sebabnya aku secara sadar untuk tdk mencantumkan lisensi apapun (sekalipun aku setuju dgn CC) agar smua org bisa sebebasnya spt yg ada di alam pikiranku. Itu sebabnya myblog jg secara sadar tdk memiliki statistik. Blogku itu adalah blog w/o frontier: brand and flag are not allowed! :)
Dari sudut pandang “Chic Magz” aku bisa ngerti personel behind this magz mungkin orang2 kuper. Doi berpikiran mungkin “Ahh…kan blognye jg nge-host di gratisan” (tanpa ngeliat bahwa menulis itu adalah salah satu kegiatan berpikir alamiah manusia (setuju dgn pendapat Mas Boy: Indon mental plagiat)) gak kayak majalah ane yg bayar pajek punya barcode, oplag jelas, dan kudu melindungi penulis krn gw bayar mereka. Mungkin ini sederet alasan conservative media menganggap democratique (new) media.
Terakhir tp gak penting2 amit2: Lumayan kan promosi gratis. (ini becanda loh) Peace!
saya lebih setuju ke CC saja , ada baiknya setiap blog memasang pemberitahuan tentang material yg ada didalamnya , apkah free untuk di jiplak atau ada batasan tertentu . dan CC menghandel semua itu.
jadi misal nanti ada yg menjiplak bisa di proses dengan ..eh hmmm
Menulis komplain di blog memang baik tetapi respon dari pihak terkait mungkin lama.
Dalam hal ini, melaporkan juga kepada pihak pimred atau redpel majalah yang bersangkutan bisa dicoba jika ingin mendapat respon lebih cepat sekaligus memberikan ‘pelajaran’ :)
Nah, tapi… pihak media (cetak) itu, ngerti gak tentang Creative Commons ini. Kalau gak ngerti maksudnya… ya ikut berduka cita deh..