Berita duka tentang Natasha Anya, penulis blog yang meninggal dunia pada tanggal 16 Agustus yang lalu, mengingatkan saya kembali pada persiapan bagi kita, pengelana dan “pemilik aset” di dunia maya agar bersiap-siap juga menghadapi situasi “pergi tak kembali” tersebut. Banyak alat bantu yang memudahkan pembangunan dan pengembangan projek pribadi di dunia maya — misalnya dalam bentuk situs pribadi, inisiatif untuk komunitas yang masih dikendalikan secara perorangan, puluhan akun untuk layanan di dunia maya — dan umumnya dipegang oleh seorang pemain tunggal. Sebagian dari kita berangkat ke dunia maya memang dengan inisiatif “tidak ingin terlalu diketahui identitasnya”, sehingga kemungkinan besar bertambah lengkaplah “kesendirian” tersebut.
Bagaimana apabila musibah datang dan tidak ada satu orang pun yang tahu sepak-terjang kita di Internet? Beberapa akun email, akun di banyak forum, tempat penyimpanan situs Web gratisan, koleksi blog yang berserakan, kumpulan album foto, perpanjangan domain dan materi di dalamnya, dan kemungkinan masih banyak lagi. Dunia maya Internet, bagi sebagian besar orang — setidaknya bagi anda yang sudah terlibat dengan trend-tidak-sesaat bernama blog pribadi — sudah sedemikian “hiruk pikuk” dengan banyak urusan yang tidak kalah banyaknya dengan dunia nyata sehari-hari.
Demikian pula ada kecenderungan orang-orang yang disebut “dekat” di
dunia maya berbeda dengan yang disebut “dekat” di kehidupan kita
sehari-hari. Mitra kerjasama penyusunan sebuah situs pribadi
misalnya, boleh jadi seorang teman yang tinggal jauh di sebuah
tempat antah-berantah dan terkadang kurang dipedulikan juga
identitas riilnya. Sedangkan orang-orang dekat secara fisik di rumah
atau keluarga juga sangat mungkin hanya sedikit tahu dengan projek
pribadi kita di Internet. Atau ringkasnya: identitas pengguna
dan sandi lewat di sebuah akun penting tempat penyimpanan situs
pribadi misalnya, apakah sudah pernah anda ceritakan kepada salah
satu anggota keluarga di rumah? Dalam konteks kelaziman di dunia
nyata, merekalah pewaris ahli waris 1 kekayaan yang ditinggalkan, termasuk aset
di dunia maya.
Menurut saya dengan kondisi paguyuban yang masih umum di Indonesia, untuk ukuran kebanyakan penulis blog atau pemilik situs pribadi yang aktif, ada baiknya mempertimbangkan pasangan, “sekondan”, yang dapat dipercaya bisa diwarisi informasi perihal kegiatan kita di Internet. Setidaknya untuk akun-akun penting yang perlu ditangani setelah musibah datang.
[21 Sep] Terima kasih atas koreksi yang ditulis Eka tentang perbedaan pewaris dan ahli waris dengan merujuk ke situs Polisi EYD.
Hal seperti ini perlu masuk dalam surat wasiat. Surat wasiat memiliki fungsi praktis bagi yang ditinggalkan, mis: utang+piutang, no. rekening bank, PIN ATM / Internet Banking, dan akon imel serta passwordnya.
Sempet kepikiran juga Mas.
Klo di dunia riil, kita kan bisa ninggalin wasiat yg disegel. Di dunia maya, blom ada sih situs yg mengkhususkan dirinya untuk menampung wasiat yg nantinya bgt pemilik akun disitus ini “berhalangan tetap”, situs ini langsung memforward informasi ke ahli waris yg ditunjuk berdasarkan info yang dimasukkan ke situs itu.
So, situs ini tinggal nunggu trigger dari alam nyata bahwa si pemilik akun sudah isded, kemudian validasi kebenaran britanya, trus forward deh tuh info.
Ato bagaimana? (D’oh! Lousy brain)
Klo virtual cemetery, kayaknya udah ada deh.
Saya juga sempat kepikiran ide seperti itu. Tapi gimana ya caranya. Ide mr. Ricorea di atas juga masuk akal, ada situs khusus untuk penyimpanan “surat wasiat”. Tapi tentu saja, proses kepemilikan accountnya juga harus “formal” (identitas asli, verifikasi).
Ada kasus seorang bapak menuntut Yahoo untuk membuka account anaknya, seorang marinir yang meninggal di Faluja. Kalau sang anak punya daftar account dan password yang bisa diakses si bapak, seharusnya kejadian penuntutan dan penolakan pembukaan akun tidak harus terjadi.
Saya punya solusi yang lain lagi, pernah dengar pemanggilan arwah?
Kalau saya percaya bahwa setelah mati kita akan mengalami siksa kubur, dan tidak bisa kemana-mana. jadi mau tidak mau pihak yang ingin password mungkin harus datang ke makam dan coba berkomunikasi. Siapa tahu bisa… :p
Apabila hanya bisa ketemu jin yang menyerupai ‘si mati’ tidak jadi soal, karena jin tsb juga pegang password. Yang penting bisa login kan? >;)
hmm.. usulan om husni di atas bagus juga buat tambahan layanan di kantor-kantor notaris.. hehe
Maaf OOT Pak. Kata “pewaris” pada alinea ketiga sepertinya tidak tepat. Pewaris tidak sama artinya dengan ahli waris.
persiapan menjelang masa depan. persiapan ini cenderung terlupakan.