Hari Sabtu akhir pekan lalu, saya menghadiri undangan wisuda dan penerimaan mahasiswa baru salah satu sekolah tinggi komputer program D1 dan D3 di Bandung. Kendati saya tidak berkesempatan langsung mengetahui animo atau pandangan dari mahasiswa yang diwisuda atau yang baru akan masuk, ada hal menarik saya amati dari acara tersebut.
Pertama, dari pidato yang disampaikan oleh salah seorang wakil pengusaha tempat mahasiswa sekolah tinggi tersebut melakukan PKL, dipaparkan kesulitan pelaku bisnis. Dalam sebuah pertemuan antar pengusaha se-Bandung yang sudah dilaksanakan (sayang tidak disebutkan dengan persis bulannya) sebelum kenaikan BBM, sekitar 150 pengusaha mengeluhkan kesulitan mereka melanjutkan usahanya dengan kondisi saat itu. Salah satu solusinya adalah memangkas jumlah personil, yang berarti kompetisi untuk calon tenaga kerja baru kian sulit. Sebagai tambahan ilustrasi, di kantor yang ditanganinya — sebuah perusahaan garmen — bagian kepegawaian terdiri atas tiga orang (dia dan dua orang stafnya), masing-masing dibantu komputer personal, mengelola administrasi 1.500 karyawan. Angka yang sangat efisien menurutnya.
Pada bagian yang lain, di acara pembagian penghargaan untuk wisudawan yang sudah bekerja (status mahasiswa namun sudah bekerja), dari empat orang yang memperoleh penghargaan, dua di antaranya berasal dari jurusan desain grafis komputer. Apakah hal ini menggambarkan peluang bekerja di bidang tersebut lebih prospektif dibanding jurusan lain untuk strata tersebut? Sebagai tambahan, pembicara dari Departemen Pendidikan Nasional Kodya Bandung menyebut bahwa alumni program diploma mengisi keperluan riil tenaga kerja di negara kita.
Perihal lowongan kerja di lingkungan TI, pada hari Ahad sesudahnya saya bicarakan dengan teman-teman yang akhir-akhir ini mengamati iklan lowongan pekerjaan di media cetak. Sepertinya ada kecenderungan iklan rekrutmen pekerja TI meredup di media cetak. Dibandingkan dengan tahun-tahun 1990—2000 yang lebih menggairahkan, antara lain ditandai iklan kesempatan kerja di bermacam-macam perusahaan besar, saat ini media cetak kita penuh dengan iklan konsumtif. Kalaupun terdapat iklan rekrutmen, porsinya “setengah hati”, dan acapkali tersembunyi karena berukuran kecil dan tempatnya kurang strategis.
Mas-mas, bukannya Kotamadya ya? :D wah, bisa nyulut “peperangan” nih.. hehe.. :p ini seinget saya tanpa rujukan apapun, selain seinget saya. CMIIW. :)
Terima kasih atas koreksi di atas. Sudah saya perbaiki.
Tentu saja, tidak perlu menyulut “peperangan”. ;)
Sebenarnya, lowongan untuk IT sempat melambung lagi akhir tahun lalu hingga awal tahun ini.
Meredupnya IT tidak lebih karena “unfulfilled promises” dari sisi-sisi majunya.
Berikut sebagian sisi dan contoh sehari-harinya yang tidak nyambung:
CRM—kita masih bisa memilih apakah punya satu KTP atau lebih (integritas data, SIMDUK)
SCM—perlu calo untuk mengurus SIM (middleman minded up to “number two”)
Online shopping—pak ogah mendahulukan yang belok/muter karena dia bayar (kebijakan transportasi).