Walaupun banyak modul alat bantu sekarang ini menyediakan editor versi “Apa yang Anda Lihat itulah Yang Anda Peroleh”, What You See Is What You Get (WYSIWYG), menurut saya seringkali merepotkan pemakaiannya. Akan saya jelaskan di bawah ini diikuti oleh permasalahan yang sering saya hadapi.
Editor WYSIWYG menggunakan kelengkapan tertentu untuk
menampilkan berkaitan dengan format dokumen yang ditampilkan langsung pada saat diketik. Misalnya, editor
teks seperti Microsoft Word menggunakan format DOC, OpenOffice memilih
format XML yang
dikumpulkan dalam kondisi terkompresi dan Microsoft Write menyimpan
format dalam berkas berformat RTF.
Pemakaian editor WYSIWYG juga merambah dalam bentuk modul yang ditambahkan pada sistem. Antara lain dalam bentuk editor-kotak (tag textarea di HTML) yang jamak dijumpai di halaman Web. Editor entri di WordPress, Blogger, Yahoo! 360° adalah tiga contoh pemakaian modul editor WYSIWYG dengan bekal tambahan dijalankan berbasis tag HTML. Istilah yang digunakan pun beragam: editor visual, editor teks berformat, dan editor teks kaya dengan variasi (rich text editor).
Bagi penulis blog, terutama yang tidak memulai penulisan dengan HTML atau ogah menyediakan sendiri tag HTML, kehadiran editor dalam bentuk bagian dari form seperti disebut di atas adalah alternatif yang sering disebut “memudahkan.” Promosi situs Web gratisan yang menyediakan alat bantu visual pun kerap menyebut penulisan “secara visual” ini sebagai fasilitas yang disediakan oleh mereka.
Apa masalah yang muncul dengan pendekatan visual di atas?
Pertama, alat-alat bantu tersebut bukan benar-benar editor, melainkan sebuah kotak masukan yang ditambahi dengan aneka trik (umumnya menanfaatkan JavaScript dan HTML dinamik). Hasilnya, gangguan akibat editor jadi-jadian ini bisa fatal. Misalnya pembatalan perubahan (undo) yang hanya mengandalkan fasilitas dari perambah. Gerakan seperti menggulung vertikal dan horizontal jelas kalah lincah dibanding editor teks serius. Lebih fatal lagi, sedang asyik menulis teks beberapa paragraf, terjadi pemutusan aliran listrik! Beruntunglah Gmail yang menyediakan penyimpanan otomatis ke Draft.
Kedua, persoalan laten dengan tag yang dipakai untuk pemformatan itu sendiri. Apabila kita ketik ganti baris (enter) sampai tiga kali dan kemudian mulai mengetik teks, bagaimana hasilnya?
- <br /><br /><br />teks
- <br /><br /><br />teks<br />
- atau, sebenarnya kita hendak menulis di dalam paragraf, semacam
<br /><br /><p>teks</p>?
Ini menjadi persoalan laten dengan editor visual — lebih-lebih yang tidak dilengkapi dengan teknik penguraian (parser) yang memadai.
Kesalahan tempat dan kerumitan mencocokkan susunan tag pembuka dan penutup (berapa div atau span yang telah dibuat?) bisa menyebabkan tata letak situs Web berantakan, karena kesalahan tadi berimbas ke bagian lain di luar tempat teks itu sendiri. Atau blog tersebut siap-siap terkena cap “tidak valid” HTML oleh W3C.
Selain itu, bagi saya pribadi, menyusun tata letak dokumen secara visual lebih sulit dan membosankan. Lebih nyaman ditulis dengan tag seperti halnya HTML, Latex, atau DocBook dan kemudian biarkan perangkat lunak yang menerjemahkan secara visual (render) menjadi tampilan yang nyaman dilihat.
Contoh malpraktik penyusunan tag secara semrawut pernah saya tulis untuk editor email berformat HTML.
telat lu! hahaha…
Belum lagi, kemudahan ini menjadi ‘malapetaka’ tersendiri jika digabung dengan ‘mood’.
Misalnya, post hari ini berwarna merah muda karena mood lagi ‘musim semi’. Post esoknya, merah menyala dengan warna latar hitam karena mood ‘musim panas’.
Banyak blog semacam ini (umunya, blogspot atau blog gaya abgtalk), bisa jadi valid secara aturan baku W3C (span masih dimaafkan, toh?), tapi dalam jangka panjang blog menjadi tidak usable karena kesusahan mengganti theme. Apa sih namanya ini, semantic web ?
Pengalaman pribadi : saya mengintegrasikan TinyMCE pada Textpattern. Yang saya dapat malah susah mengatur blockquote, heading, dan list. Jauh lebih mudah memakai Textile atau Markdown.
Kebetulan, saya juga menginstall Textpattern di tempat client yang notabene orang awam terhadap urusan web. Mereka mengaku lebih nyaman menggunakan Textile (beberapa suka Markdown) ketimbang pakai TinyMCE.
bagaimanapun juga VI lebih unggul tertawa bahagia