Benarkah sebuah sistem peringatan dini untuk gempa bumi tidak dapat direalisasikan? Pertanyaan ini menjadi pembicaraan saya dan beberapa kolega kemarin, antara lain atas reaksi komentar pendek Adinoto di blog miliknya tentang upaya penyediaan sistem peringatan dini untuk gempa berkaitan dengan bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Seperti juga ditulis Adinoto, gempa bumi terjadi dalam waktu yang sangat singkat — Koran Tempo menulis judul 57 Detik yang Mematikan untuk peristiwa hari Sabtu lalu — dan, konon, negara yang sudah menjadi pelanggan gempa dan mengalokasikan dana sangat besar seperti Jepang pun masih kesulitan menyediakan sistem peringatan dini. The Headquarters for Earthquake Research Promotion di Jepang menuliskan anggaran 4.942 juta Yen (sekitar 3,8 trilyun Rupiah dengan kurs hari ini) oleh pemerintah Jepang untuk riset gempa pada tahun 2006.
Sedangkan informasi yang diperoleh dari hasil pencarian di Google dengan kata kunci early warning quake -tsunami (kata “tsunami” tidak diikutkan) menghasilkan jumlah hasil pencarian yang cukup banyak — sebagian iklan produk dan sebagian lagi sejumlah inisiatif. Salah satunya adalah tulisan John McLaughin di Industry Standard yang dipublikasikan lagi oleh CNN/Sci-Tech, Internet-enabled earthquake alert system coming. Berisi beberapa ilustrasi tentang upaya penyediaan “informasi satu menit” (atau kurang), tulisan tersebut lebih menitikberatkan pada penyebaran informasi lewat Internet — cocok untuk negara yang sudah memiliki tingkat pemakaian Internet tinggi.
Pendekatan lewat pemakaian infrastruktur massal seperti Internet pernah juga diusulkan oleh Robert X. Cringely, penulis I, Cringely di PBS, untuk pengembangan sistem peringatan dini tsunami, sebagai reaksi atas peristiwa dahsyat di Aceh akhir tahun 2004 lalu. Sudah barang tentu, peringatan dini untuk tsunami “lebih punya banyak kesempatan” dibanding untuk gempa — hal ini yang terkadang secara rancu disamakan begitu saja antara gempa dan tsunami.
Karena saya bukan ahli dalam bidang ilmu yang berkaitan dengan gempa bumi, alternatif pemakaian infrastruktur teknologi informasi pada tulisan Cringely terasa menarik karena menggunakan solusi alternatif yang lebih murah dan berbasis pada khalayak pemakai teknologi informasi. Apakah sistem peringatan dini dapat diterapkan untuk gempa? Lebih baik ahli yang kompeten dan memiliki bekal keilmuan yang memadai menjelaskan.
Selain faktor peringatan dini, sebenarnya yang tidak kalah pentingnya (boleh jadi malah lebih penting) adalah sistem penanganan terpadu pascabencana. Dengan keadaan geografis negara kita dan keterbatasan yang barangkali kita miliki dalam melakukan prediksi akan terjadinya bencana alam, menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan penanganan setelah bencana alam terjadi dapat lebih realistis. Saya pribadi tidak terlalu suka mengeluhkan kondisi yang sudah atau sedang terjadi, namun menurut saya masih sangat terbuka kesempatan untuk bertindak lebih baik lagi pada hari ini dan esok.
Menurut beberapa literatur, gempa tektonik “sebenarnya” bisa dibuatkan early warning systemnya berdasarkan penjalaran gelombang P yang 2 kali lebih cepat dari gelombang S (sebelum terjadinya getaran/goncangan akibat gempa).
Kendalanya, dari pendeteksian gelombang P ini (melalui pemasangan jaringan sensor), waktu yang ada untuk early warning system hanya dalam orde detik saja (maksimum ~10 detikan) sebelum goncangan dahsyat terjadi, jadi ya memang kurang cukup untuk bisa memberikan informasi/warning dan mengevakuasi penduduk ke tempat yang aman, apalagi kalau sedang tidur nyenyak. Paling-paling waktu itu bermanfaat untuk mengambil tindakan darurat pada instalasi-instalasi penting, atau mungkin untuk perencanaan tindakan pasca gempa.
btw. kenal sama andrivo rusydi ya mas?
NAMA:GITA AGUSTI KELAS:10 DHE NOMOR:9