Proyektor Al Hidayah

| 6 Comments | No TrackBacks

Seperti sempat sedikit saya sebut pada tulisan sebelum ini — perihal koneksi Internet untuk sebuah sekolah di lokasi yang lebih pelosok lagi di kecamatan kelahiran saya, Balung, Kabupaten Jember — saya sempat mengobrol dengan salah seorang kepala sekolah, Alil Syahari. Sekolah tersebut SMP Al Hidayah di desa Karang Duren.

Setelah pengadaan komputer dalam jumlah terbatas untuk keperluan siswa di sekolah, langkah berikutnya adalah pembelian sebuah proyektor LCD. Di tempat yang jauh dari ingar-bingar TI, ternyata hal ini menguntungkan dari sisi pemerkayaan aspek teknologi dan tidak rugi dari sisi investasi. Proyektor tersebut dipakai pada beragam acara: pemutaran film pendidikan dari media VCD di sekolah dan untuk presentasi menggantikan proyektor overhead sehingga hemat dari ongkos pembuatan transparan.

Sedangkan dari sisi investasi juga tidak harus “terlalu berkorban”, karena proyektor tersebut disewakan untuk keperluan sekolah lain dengan harga terjangkau. Perhitungan ongkos sewa juga “sederhana”: harga proyektor dibagi usia pakai lampunya. Margin yang diambil tidak terlalu besar, selain memang faktor daya beli di pedesaan, “berbagi teknologi” ini lebih dilihat pada sisi dunia pendidikan di sana. Kebetulan saja, bulan lalu proyektor tersebut sempat disewa untuk perhelatan menonton Piala Dunia ramai-ramai di salah satu sudut desa.

Pada obrolan kami tercetus keinginan pihak SMP tadi untuk memiliki sebuah notebook, sehingga dapat lebih mudah dibawa-bawa jika ada pertemuan antarsekolah atau urusan di kantor Depdiknas. Saya sebenarnya tergelitik untuk juga menjelaskan perihal pemakaian perangkat lunak dari sisi lisensi dan alternatif yang tersedia, namun keterbatasan saya yang hanya datang sebagai “tamu” tidak dapat berbuat banyak. Adakah KPLI di Jember? Saya belum tahu dan lokasi sekolah tersebut jauh dari ibukota kabupaten. Satu-satunya “Linux” yang saya jumpai di sana adalah sebuah cakram optik Ubuntu versi 5.04. Pemiliknya seorang alumni salah satu institut seni di Yogyakarta.

Dalam hal media, selain cakram optik, flash disk sudah mulai digunakan. Pembaca disket liuk (floppy disk) sulit diurus: saya pernah mendatangi semua toko elektronik untuk mencari disket pembersih, hasilnya nihil. Semua pedagang menyodorkan solusi lain, Kalau CD pembersih ada di sini. Menyediakan beberapa flash disk untuk tiap guru atau berdasar mata pelajaran akan terjangkau dengan harga di pasaran.

Tertinggal dengan gerai telepon genggam yang sudah tumbuh di beberapa lokasi, urusan TI masih merambat pelan karena tingkat kebutuhan yang masih rendah dan sumber daya manusia terbatas. Jika mau dilihat positifnya, satu-satunya tempat penyewaan komputer di Balung lebih dulu datang dibanding tempat permainan PlayStation.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/449

6 Comments

hore, Anda sudah berhasil mempersempit ‘digital divide’ yang ada. selamat, ya… harus sabar, memang.

flash disk itu bahasa indonesianya disket kilat ?

Di Jember ada koq beberapa pengguna Linux. Saya sempat kontak-kontakan. Beberapa dosen matematika di Jember seingat saya ada juga.

harga disket USB (USB disk) udah sangat terjangkau sepertinya… apalagi kalau hanya untuk menyimpan dokumen-dokumen kegiatan belajar mengajar. 128MB sepertinya cukup. harganya juga sudah dibawah Rp.100.000,00… linux? bagus juga… kenapa tidak FreeBSD? biar gak bingung2 dengan distro :P

Rendy, saya menggunakan disket liuk untuk floppy karena memang sudah tersedia pada Senarai Padanan Istilah. Sedang flash disk belum tersedia. Jika punya inisiatif, kata flash di sana berkait dengan flash memory seperti yang dijelaskan di Wikipedia, entri Flash Disk.

IMW, seharusnya memang ada pemakai Linux di sana, KPLI yang belum saya ketahui. Saya coba cari di Google belum ketemu.

Adham: benar, flash disk sudah terjangkau dan berkapasitas memadai untuk keperluan rutin seperti di atas. Sedangkan tentang alternatif, silakan saja menggunakan Linux, keluarga BSD, atau lainnya. Bahkan Microsoft Windows pun masih bisa diterima asal mereka sadar dengan konsekuensi lisensinya; paling yang dapat dibantu adalah menyediakan aplikasi perkantoran alternatif, seperti OpenOffice.org. Penghematan ongkos juga kan? Mendapat penghasilan di pedesaan susah.

udah ngantuk jadi bobo dulu

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on July 12, 2006 7:52 AM.

Liburan Bersama Ubuntu was the previous entry in this blog.

Mars-Bulan Purnama dan "Hoaks" Gentayangan is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261