Memorandum Pemerintah: Masih Pagi

| 5 Comments | No TrackBacks

Kendati memorandum saling pengertian antara pemerintah dan Microsoft belum tersedia secara online — dan ditengarai oleh Irwin Day tidak akan mungkin disediakan, persetujuan “semi rahasia” ini mulai dibicarakan oleh Irwin dan Budi Rahardjo. Betul, baru berupa lontaran pembicaraan: Irwin menyalin analisis Judith Lubis dan Pak Budi mengulang kembali “perseteruan” pengguna produk Microsoft dan Linux. Setidaknya pengguna Internet generasi saya sudah pernah mengikuti perdebatan lama ini.

Seharusnya kita dapat lebih baik lagi membicarakan persoalan memorandum tersebut dengan membatasi lingkupnya. Kebetulan hari-hari ini tulisan online — baik blog atau media arus utama — penuh dengan pengulangan klise (dan membosankan) tentang poligami hingga perbudakan dan analisis video mesum.

Usul saya: pertama, lebih baik diskusi tentang memorandum diarahkan pada perolehan isi dokumen yang dimaksud. Sekalipun terlihat seperti muskil, dengan dorongan tulisan-tulisan di blog, kita dapat menekan pihak-pihak yang terkait untuk lebih terbuka. Hal ini agar jelas, seperti argumen Ronny Haryanto di Linux Aktivis,

Saya bukannya supporter Linux yg backstabbing, tapi saya rasa ada baiknya kalo kita juga fair dalam beradvokasi, jadi jangan sampe memberikan ekspektasi yang berlebihan sehingga malah backfire sewaktu ekspektasi itu tidak bisa tercapai. “Wah katanya Linux bisa gini gitu, tapi kok ini gak bisa ya, wah Linux itu jelek ternyata.”

Kedua, persoalan ini seharusnya bukan tentang [pemakaian] Microsoft vs. Linux, melainkan tentang prosedur dan keputusan pemerintah dalam mengadakan memorandum tersebut yang dalam hal ini berkait dengan vendor tunggal bernama Microsoft. Jadi seharusnya yang keberatan dengan memorandum tersebut — jika dianggap mengarahkan pada vendor tertentu — bukan hanya komunitas perangkat lunak bebas, melainkan juga vendor lain yang berkompetisi dengan Microsoft.

Dengan demikian terhadap ilustrasi Pak Budi tentang presentasi Linux menggunakan PowerPoint, selain saya tidak setuju karena hal tersebut potensial menjadi generalisasi yang berlebihan (over generalisation), yang sedang berlangsung saat ini seharusnya tidak perlu disikapi sebagai sedang terjadi “Linuxisasi” (bandingkan dengan SKB ala Menag dan Mendagri). Apabila sekarang aktivis Linux yang terlihat memprotes, seperti halnya kias pada vendor di atas, aktivis produk perangkat lunak bebas lain tentu berada pada porsi yang tepat untuk bersuara juga.

Jika ini dianggap sebagai tingkah ABG oleh Carlos Patriawan, mohon diingat bahwa singkatan tersebut sudah direvisi oleh Menristek, menjadi Academics, Businessmen and Government.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/485

5 Comments

tumben ga di terjemahkan tuh kata kata dalam bahasa inggris :D

Bagian mana?

Kutipan dari tulisan Ronny dipertahankan seperti aslinya; biasanya hanya saya ubah frase asing/tak baku menjadi huruf miring, nanti jika ada kesempatan. Singkatan “ABG” dari Menristek memang dari sana seperti itu.

Terima kasih atas perhatian Anda. :)

Seperti yang saya ungkap sebelumnya, banyak hal menarik dari MoU ini yang sayang sulit sekali diungkap ke publik. Seperti yang saya tulis di situs mas Budi Rahardjo, permasalahannya lebih dari sekedar Windows vs Linux, tetapi lebih kepada prosedural pengambilan keputusan.

Ada beberapa point yang mengganjal misal, mengapa MoU ini begitu rahasia (jarang sekali wartawan atau media yang mengakui memiliki salinannya), kedua bila MoU ini terkait dengan keinginan menghargai HAKI mengapa kepada Microsoft bukan kepada BSA dan FSF (dua kubu yang mewakili aliran HAKI), dan masih banyak yang lainnya (seperti lagu Rhoma Irama).

Saya ulang saja pernyataan saya di blog pak Budi, intinya bukan Linux vs Windows, tapi - single vendor dan multivendor - Pelanggaran terhadap aturan-aturan yang berlaku - kok MOU Haki sama MS, bukannya lebih tepat dengan BSA atau FSF

Menanggapi tentang ekspektasi berlebihan:

Saya juga memakai linuk untuk kebutuhan ketik mengketik (benar ga istilahnya)… kalau cuma untuk aplikasi tulis menulis saya rasa Linux dengan OpenOffice-nya sudah cukup. Sejauh mana ekspektasi di dunia tulis menulis? apa kita pinginnya komputer cukup didongengin, lalu dia ngetik mikir nyusun kalimat sendiri sampe rapi? … ah… nggak perlu sampe sejaoh itu kan?

Browsing? Email? Linuk bisaaaaa…. tapi kali ini saya pake Windows soalnya komputer ini memang pake MS-windows…

Kalau mau maen game, ya beli PSP atau PS3 atau XBOX360! CounterStrike ya cuma Windows jawabnya…

masyarakat juga perlu diberi pengertian tentang jargon yang menyesatkan: Kebutuhan Hardware yang RINGAN? hati2 sebaiknya jargon ini dibasmi… kalau butuh Textmode, ya pake Pakde MSDOS juga bisa :p

sampe jumpa Cak Amal,

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on December 4, 2006 3:20 PM.

Bertemu Para Penulis Blog di Sabuga was the previous entry in this blog.

"E-Accessibility" is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261