Sudah baca Majalah Tempo edisi pekan ini? Dengan laporan utama Bukan Perempuan Biasa, edisi khusus Hari Ibu menampilkan sepuluh perempuan “pilihan” Tempo ditambah beberapa orang lagi mewakili “peluh di sudut negeri” — yakni mereka yang bekerja di lapangan dan benar-benar bersimbah peluh — saya bolak-balik lembar-lembar majalah tersebut dengan satu rasa penasaran: belum ada perwakilan dari sektor TI.
Bukan menuntut, melainkan berkelebat ingatan saya perihal kejadian di Oracle Magazine tahun lalu. Saat itu mereka sedang memberi anugerah kepada para figur yang berkait dengan aneka ragam produk Oracle (atau sesuatu yang terkait dengannya). Ada sekitar belasan orang terpilih dan pada edisi berikutnya di sebuah surat pembaca dilayangkan uneg-uneg: bagaimana mungkin tiada satu perempuan pun terpilih? Redaksi Oracle Magazine langsung membalas dengan bijak — setengah menyadari “sesuatu yang kurang lengkap”. Pada perhelatan berikutnya, perubahan sudah terjadi: beberapa perempuan pemegang posisi manajerial di lingkungan TI dipilih sebagai penerima anugerah Oracle.
Tetap saja bagi saya masih menyisakan semacam konklusi sederhana bahwa di zona teknikal TI, tenaga ahli perempuan masih langka. Alasan praktisnya: bagaimana pemrogram perempuan dapat ikut acara lembur selama kegiatan pemrograman? Ini jelas bukan soal gender, melainkan manajemen pekerjaan yang perlu dibenahi.
Pada diskusi internal yang pernah saya dengar malah ada kecenderungan perekrutan perempuan untuk pekerjaan manajemen pengembangan perangkat lunak. Barangkali ke arah analis sistem atau asistennya — itu pun masih langka juga. Teman-teman perempuan semasa kuliah dulu juga lebih memilih bagian yang “kurang teknis” seperti perancangan atau dokumentasi; setelah lulus, sebagian besar dari mereka juga menempati posisi pekerjaan manajemen TI atau menjadi staf pengajar. Padahal bekerja di lingkungan teknis di sektor TI — taruhlah sebagai pemrogam atau administrator — “lebih halus” dibanding pekerjaan teknis di bengkel atau jelajah alam. Jurusan teknik informatika memiliki lebih banyak mahasiswi dibanding teknik mesin atau geologi misalnya. Kemana mereka?
Tentu saya tidak akan mengirim komplain pada pihak Tempo seperti halnya yang telah terjadi di Oracle Magazine. Situasinya demikian berbeda namun seperti saling mendukung di sebuah sisi yang unik.
Bagaimana dengan penulis blog TI atau pemerhati gadget perempuan? Soalnya saya amati di majalah gadget perempuan malah dieksploitasi sebagai model produk untuk iming-iming calon pembeli laki-laki.
Saya sih ngelihatnya perempuan cocok utk pekerjaan sektor IT yang membutuhkan ketelatenan, misalnya analisa business process, business process orchestration, desain database, dan lain-lain. Ini hal yang kurang dikuasai oleh laki-laki, setidaknya di sekitar saya (yang banyak system administratornya).
kalau menurut saya, ngga ada bedanya cowok sama cewek di dunia IT, sama saja, mungkin kemampuan cewek perlu diarahkan kebidang yang penuh emosional, ngga lucu kan kalo liat cewek cantik lg masang kabel+Rj45 sampe naek naek ke atap :p
Perempuan seharusnya merupakan salah satu pasar pembeli yang sangat besar, tinggal bagaimana para produsen itu meng -configure (?) produknya agar sesuai dengan selera perempuan
Contohnya hp berwarna pink keluaran pabrik berlogo M itu, sudah ada yang warna pink dan ini merupakan salah satu strategi yang bagus.
Tapi mungkin masih ada anggapan bahwa perempuan itu gaptek, kenapa tidak dididik saja agar perempuan tidak gaptek?
Perempuan TI kayaknya sih di Indo sudah lumayan banyak, sayang kalau tempo melewatkan relasi topik yang satu ini, mulai dari yang di lapangan (programmer, sistem analis, penulis blog) sampai ke TI di jajaran atas (Judith AWARI, Sylvia APJII dll.), mungkin karena pekerjaan TI dianggap kurang bersimbah peluh? NOC full AC sih emang.. hihi
Ibu Betty-nya IBM gak masuk hitungan? eh.. ini ngomongin teknikal-nya ya? hihihi..
Rendy: pendaki gunung, pemanjat tebing, montir pesawat terbang, dan staf eksplorasi di rig, itu semua ada pada pilihan Majalah Tempo tersebut. Apa masih kurang keras dibanding naik atap pasang kabel RJ-45? (lagipula, apa pekerjaan teknisi infrastruktur TI sepanjang hari di atap terus?)
Niwatori: siapa dan di mana “yang banyak” tadi? Hehehe… Ibu Judith dan Ibu Sylvia sih memang sudah dikenal, tapi di lapis di bawah mereka? Saya ambil rasio yang pernah saya lihat sendiri deh: di sebuah tempat pengembangan di Jalan Daan Mogot ada sekitar 10-an pemrogram laki-laki dan hanya satu perempuan. Penulis blog TI, mana? Saya juga ingin kenalan… ;-)
Kok dunia TI sering identik dengan instalatir ya? nungging2, manjat2 masang kabel. Barusan temen saya lewat sambil baca tulisan pak AMAL, katanya: “o0o itu dunianya otak kiri, otaknya laki laki”. BAH!
Basica: itu pernyataan sepihak saudara Rendy saja, karena pengalaman dia jika ada acara TI dapat bagian instalasi. Masih banyak pekerjaan yang lain, kok. :)
Semoga Ibu (http://ai23.wordpress.com/tentang-nur-aini/)yang satu ini cepat pulang dan berkarya di negeri sendiri…
iseng2 berselancar di internet, saya sampai pada situs ini, menarik memang topiknya, sehingga saya berkeinginan tuk berkomentar. saya seorang perempuan yang juga aktif di dunia IT, semua orang tentu senang dihargai, apalagi mendapat penghargaan, tp klo penghargaan IT untuk perempuan saya rasa ga penting, kesannya klo penghargaan itu khusus untuk perempuan, berarti penilaian kurang objektif, toh penghargaan khusus pria jg ga ada.