Negroponte: Bukan Aplikasi Perkantoran di Sekolah Dasar

| 17 Comments | No TrackBacks

Proyek Satu Laptop per Anak (One Laptop Per Child) akan menghangatkan tahun 2007. Dengan harga USD 150, negara-negara seperti Thailand dan Libya disebut sebagai contoh partisipan proyek ini. Dari sisi antarmuka, menurut Wayan Vota, komputer, Tidak terasa seperti Linux. Tidak terasa seperti Windows. Tidak seperti Apple. Ya, inilah XO.

Pendapat dan cerita lain disebut pada laporan Associate Press lewat Yahoo! News, Laptop Murah Dapat Mentransformasi Belajar. Yang paling menarik menurut saya adalah opini Nicholas Negroponte yang meluncurkan proyek ini di Media Lab MIT dua tahun silam. Dia ingin menghindari penyediaan komputer untuk anak-anak dalam bentuk yang akan mereka gunakan kelak di lingkungan kantor.

Pada kenyataannya, satu dari kondisi yang paling menyedihkan namun umum di laboratorium komputer sekolah dasar (jika tersedia di negara berkembang), adalah anak-anak dilatih menggunakan Word, Excel, dan PowerPoint. Saya menganggap itu kriminal, karena anak-anak sebaiknya membuat sesuatu, berkomunikasi, melakukan eksplorasi, berbagi, bukan menjalankan alat bantu otomasi perkantoran.

— Nicholas Negroponte, sumber: Low-cost laptop could transform learning - Yahoo! News .

Bagaimana dengan anak-anak di sekolah dasar kita? Atau, justru lab komputer tersebut belum ada?

[5 Jan] Willy Sudiarto Raharjo menulis tentang Sugar, antarmuka untuk One Laptop Per Child.

[18 Jan] Keikutsertaan Indonesia saya tanyakan kepada tim OLPC dan beroleh jawaban dari Negroponte.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/506

17 Comments

Geli saya baca sentilan mas Amal ini :

Atau, justru lab komputer tersebut belum ada?

Hmm.. Gimana mau belajar komputer sementara Lab komputernya aja gag ada?

justru dengan pake laptop bukankah gak perlu ruangan khusus yang diberi nama : lab komputer. langsung aja pake di kelas, network tinggal wireless, lagian toh pelajaran komputer juga gak lama lama, 2 jam-an, pas dengan batere laptop :)

im with snydez,.. kalo udah ada laptop ngapain di kelas son? langsung webcam-an aja,…

Setuju sama Negroponte!

anak-anak dilatih menggunakan Word, Excel, dan PowerPoint. Saya menganggap itu kriminal,

Komputer seharusnya membantu belajar, bukannya menambah beban pelajaran.

lab komputer ada, kan ‘sumbangan’ dari redmond :)

Penasaran aja, kalau OLPC ini datang ke Indonesia, berapa lama waktu yang diperlukan untuk orang home industry Mainland China itu bikin bajakannya, dan dijual ke Indonesia dgn harga sepertiga nya ?? ;)

Jika komputer (atau lab komputer) aja belum tentu ada di negara berkembang, bagaimana mungkin mengharapkan anak-anak di sekolah dasar mampu “membuat sesuatu, berkomunikasi, melakukan eksplorasi, berbagi, bukan menjalankan alat bantu otomasi perkantoran”?

Negroponte mengomentari kondisi anak-anak di negara berkembang dengan kaca mata negara maju. Ya, gak bakalan nyambung!

Yang paling penting dipikirkan, jika laptop OLPC itu ada, bagaimana mengoptimalkannya? bagaimana kesiapan guru, instruktur atau apalah namanya dalam mendampingi anak-anak tersebut? bagaimana kesiapan fasilitas pendukung seperti buku-buku atau bahan bacaan lainnya?

Waktu saya SLTP dulu, pelajaran komputernya malah ngajarin Word, Excel, Powerpoint. Kelas 1 Word, Kelas 2 Excel, Kelas 3 PowerPoint. Ya itu di luar bayangan saya waktu mau belajar komputer. Mungkin masih mending di SMU tempat adik saya sekolah sekarang, mereka diajarin Visual Basic. Tapi sayangnya, terlalu spesifik ke teknologi Visual Basicnya dan bukan ke paradigma pemrogramannya.

Yang paling penting dipikirkan, jika laptop OLPC itu ada, bagaimana mengoptimalkannya? bagaimana kesiapan guru, instruktur atau apalah namanya dalam mendampingi anak-anak tersebut? bagaimana kesiapan fasilitas pendukung seperti buku-buku atau bahan bacaan lainnya?

ini memang masih harus dipelajari lebih lanjur. tapi OLPC diusahakan untuk bisa langsung dipakai/dioprek dengan pengetahuan minimal, tanpa buku panduan dan bahkan pada situasi tanpa ada guru.

never underestimate the kids. dalam urusan teknologi, mereka bisa jauh lebih pintar daripada gurunya.

“bu gulu, bagaimana cala membecalkan ukulan swap yang jadi paltici logikal? sudah di-sudo tapi kok malah vlm ellol sih?”

..duh, anak-anak jaman sekarang.

Mari kita lihat big picture-nya. Buat saya, pembelajaran itu bisa mulai dari mana saja, kapan saja. Tidak masalah apakah harus belajar Word lebih dulu atau bermain dulu dengan Emacs. Toh semua itu seperti puzzle yang akan saling melengkapi satu sama lain membentuk big picture yang komplit. Saya menunggu kapan program serupa bisa hadir di Indonesia. Anyone?

http://nofieiman.com/2005/12/laptop-100-dan-kemajuan-bangsa/

Tentang lab komputer, memang saya sebut “jangan-jangan belum ada” berdasarkan dua hal: opini Negroponte berdasarkan pengamatan dia di negara berkembang dan Indonesia belum diberitakan dalam urusan OLPC ini. Mohon dikoreksi jika ada informasi sebaliknya.

Jika ada inisiatif OLPC di negara kita, apakah masih perlu lab? Menurut saya, hal ini lebih terkait dengan tata-cara belajar-mengajar yang digunakan di sekolah tersebut: entah dengan “terpusat” di lab. atau dibiarkan “bebas” di ruang kelas biasa. Ada kemungkinan juga OLPC di negara kita tidak langsung satu laptop dimiliki setiap anak, melainkan disimpan di sekolah untuk dipakai bergantian. Lebih realistis dan lebih luas cakupan sasaran proyek tersebut.

Sedangkan kacamata Negroponte tentang fungsi komputer menurut saya begini: dari yang sudah ada di negara berkembang, dia mendapati fakta yang menurutnya menyedihkan. Justru dari situ dia menambahkan “misi” yang berbeda lewat OLPC tersebut. Komputer dapat dibuat murah dan termasuk merekonstruksi fungsinya disesuaikan untuk anak-anak. Tentu saja, ini pandangan dia. Kita tetap sangat mungkin melakukan kajian model apa yang lebih sesuai.

Ingat fenomena 80-an? Saat itu setiap orang yang belajar komputer seperti wajib kenal bahasa pemrograman BASIC (malah menjurus ke merk dagang BASICA). Padahal, jangankan pemakai biasa, calon pemrogram pun tidak harus belajar pemrograman berawal dengan belajar BASIC.

Pengajaran tentang komputer atau pendidikan dengan alat bantu komputer? Harapan mas Amal (tentunya harapan kita) kelak sang anak mampu berkreasi, berkomunikasi, melakukan eksplorasi, berbagi, adalah output dari waham mendidik anak. Ya, ini tentang peranan orangtua. Inikah permula para orangtua berharap peran mendidik anak dapat tergantikan dengan alat bantu komputer?

Kalau saya, cuma bisa berimajinasi, berharap anak-anak sekolah punya lab ngoprek & sejak dini dijejelin CLI. Kadang situasi sulit & tools yg terbatas bisa membangkitkan inovasi.. Kelak nantinya, mungkin, bs ky h4ck3r MIT, atau barkeley, yg senantiasa berinovasi.. halah

Dalam bayangan saya, anak-anak dikenalkan dulu dengan software-software edukasi. Sudah berjalan untuk beberapa sekolah. Tapi tidak merata, ya software ya pembelajarannya. Karena, di sini kurikulumnya belum dirancang untuk seperti itu. Sementara, banyak sekolah yang berjalan sendiri-sendiri. Beli software di luaran (bumumnya bajakan) terus digunakan di sekolah. Miris juga ngeliatnya. Daripada program bajakan saya lebih merekomendasikan program yang freeware. Unduh dari internet dan jadikan modul belajar. Saya ada rencana ke arah sana, bisa bantu saya memberikan saran program freeware yang bisa dijadikan standar untuk pembelajaran komputer di sekolah? Atau mungkin kita semua bisa urun rembug mendiskusikan hal ini?

Kalau sudah urusan komputer untuk pendidikan, mending ngikutin apa yang dibilang Clifford Stoll di High Tech Heretic. Buat sementara orang, Stoll dianggap terlalu dystopis dalam hal ini dan cenderung menentang Negroponte. Saya sependapat dengan Stoll. Komputer dalam peran perkembangan anak (khususnya pendidikan) sah-sah saja, tapi jangan sampai menggantikan kegiatan bermain layangan atau main sepeda keluyuran kemana-mana.

Tentang lab komputer, memang saya sebut “jangan-jangan belum ada” berdasarkan dua hal: opini Negroponte berdasarkan pengamatan dia di negara berkembang dan Indonesia belum diberitakan dalam urusan OLPC ini. Mohon dikoreksi jika ada informasi sebaliknya.

Benar kok, disekolah saya belum ada lab.komputer. Sedangkan komputer di kantor guru saja, baru tig orang yang bisa menyalakan, dua orang bisa buka MsOffice-nya, dan baru satu orang yang bisa Excel.

Saya sendiri lebih sering belajar pada suami. Pelatihan dari DepDikNas sepertinya baru diadakan kalau memang birokrasi bisa numpang titip dana kegiatan (— atau apalah sebutannya—).

Ada yang mau memberi sumbangan komputer buat membangun lab.komputer di sekolah dasar tempat saya mengajar?

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on January 3, 2007 8:04 AM.

2007 was the previous entry in this blog.

Sunting Ulang is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261