Ikatlah Acara Televisi...

| 8 Comments | No TrackBacks

Jika kami sedang lembur di kantor pada hari Sabtu, sering ada pemberitahuan kecil dari sekretariat Id-Gmail untuk menonton Metro TV pada pukul 11—12.00. Hari ini misalnya terbetik kabar Jim Geovedi akan naik tayang (apakah beliau akan membiarkan wajahnya misterius seperti di situs Web?). Pekan sebelumnya tentang blog, diisi wawancara dengan Budi Putra dan Wimar Witoelar, plus tangkapan layar halaman depan sekian blog sohor semisal Priyadi’s Place dan Alex Budiyanto. Acara tersebut adalah Jendela Dunia.

Saya berseloroh pendek bawa “Jendela Dunia” sepertinya berasosiasi dengan merk sistem operasi “jendela”, namun jika hendak diganti dengan “Pinguin Dunia” terasa belum enak di telinga apalagi saat ini ada fobia terhadap unggas — dan, tentu tetap tidak netral karena hanya mengganti asosiasi. Barangkali saya yang keterlaluan mengait-ngaitkan dua hal yang tidak diniatkan berkorelasi oleh pemrakarsa acara tersebut.

Bersama dengan E-Lifestyle yang sudah menahbiskan Boy Avianto sebagai Konsultan Web 2.0, Metro TV mulai mengangkat rupa-rupa dunia TI kita ke layar bening. Termasuk peran Telkom yang menjadi sponsor Jendela Dunia. Orang-orang yang kita kenal dekat lewat media Web mulai diangkat ke forum yang lebih luas. Berselang-seling dengan sisi sebaliknya: kita juga berterima kasih kepada Tukul Arwana yang mengajak orang melirik laptop dan hari ini Artika Sari Devi bersedia menjelaskan kasus montase foto yang menimpa dirinya.

Mengulang penekanan yang sempat dilontarkan Thomas Arie Setiawan tentang kemungkinan memperoleh rekaman acara-acara TI di televisi, saya ikut mengusulkan agar pihak stasiun televisi mulai mempertimbangkan kemungkinan menyediakan rekaman acara mereka dalam format digital untuk publik. Secara teknis hal tersebut tidak sulit: yang lebih penting adalah kesiapan wawasan dan dilanjutkan dengan aspek legal yang memadai.

Manfaatnya sangat banyak: selain lebih bernuansa era digital — seperti tema yang diusung acara tersebut — langkah tersebut akan menambah jumlah pemirsa dari sisi waktu (yaitu mereka yang tidak sempat menonton pada saat acara di televisi berlangsung) dan juga dari sisi ruang (banyak warga Indonesia di negara lain yang tetap ingin mengikuti perkembangan di dalam negeri). Distribusi lewat media digital tersebut bukan semata-mata memenuhi lebar pita koneksi Internet yang pernah saya komentari agar perlu berhati-hati, melainkan lebih pada materinya. Dengan perkataan lain: media murah-meriah seperti cakram optik dan transfer ke peralatan gadget merupakan alternatif distribusi.

Ikatlah acara televisi dengan menyediakan rekamannya…

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/534

8 Comments

Seperti yang saya sudah sempat singgung dengan Mas Amal, ketika blogger mengulas tentang yang berkaitan dengan media massa, blogger seperti menjadi “penyambung informasi” antara media dengan publik. Dan, sering (paling tidak yang saya rasakan), blogger menjadi “dianggap” dapat menyambungkan publik dengan media. Padahal sebenarnya, memang bisa banget ya?

Saya pernah ditanya oleh pembaca blog, mengenai kontak person Super Milyarder 3 M, pernah ditanya bagaimana kontak person Tukul Arwana… Bahkan, pernah juga ditanya bagaimana jika sebuah proyek (yang berkualitas dan sesuai topik) bisa ditayangkan di e-lifestyle Metro TV.

Semua itu dikirimkan kepada saya, “hanya” gara-gara saya ikut menuliskan sedikit tentang hal-hal tersebut…

bukan ide yg buruk, dulu waktu masih di kampus pernah sempat terlintas pikiran ini juga. sempat rembukan dg teman2 sih…tapi, saat itu fasilitas kampus (eh, jurusan) tidak memadai.

persoalannya nanti adalah distribusi acara…jika sebuah acara (atau potongannya) ditayangkan di tempat lain TANPA iklan/logo/simbol dari stasiun televisi pembuat acara, apakah ini akan menjadi persoalan?

itu pertama…

yg kedua, digitalisasi di Indonesia selalu dikaitkan dg hal negatif..terutama karena digital (biasanya) identik dg pemalsuan metadata (ehm…)

ketiga, dan keempat menyusul…ga enak ngeblog di komentar blognya mas Amal…xixixi..:p

Setuju dengan mas Amal. Hanya memang perlu konfirmasi masalah copyrightnya, apakah memang memungkinkan. Untuk acara Jendela, aku kemarin dapat kiriman langsung dari PHnya (mbak Dissi). Kalau minta langsung ke MetroTV mahal je, sekitar 400rb-an. Bisa juga mungkin minta PH untuk mengonlinekan dengan edisi khusus untuk community :)

Mas Romi, itulah kemarin yang juga sempat saya obrolkan dengan Mas Amal, mengenai copyright.

Saya merekam audio acara e-lifestyle. Saya mencoba bertanya ke e-lifestyle via email. Setelah kurang lebih 1 minggu, dapat jawaban bahwa saya diminta menghubungi langsung bagian legal Metro TV. Yang menjawab email saya adalah produser e-lifestyle.

Mengenai bagian legal, saya diberi nomor telpon (padahal sedikit berharap saya juga bisa dapat emailnya…) Lha, repot juga sih…

Mungkin copyright statement juga ditambah untuk “komunitas/blogger” kali ya?

Wah, iya… jadi diingatkan kembali kalo Mbak Dissi di INDRA ya? Moga-moga nomor HP masih yang dulu…

meng digitalkan acara televisi dan apakah itu berarti juga ikut mengdigitalkan iklan di televisi?

pengdigitalan acara televisi dalam satu sisi memang bagus, tapi dalam sisi yang lain bisa - bisa semakin menyuburkan aktivitas pembajalan terhadap konten - konten yang memiliki hak cipta seperti lagu , dan sebagainya.

BTW dengan format apakah selayaknya pengdigitalan acara TV nantinya? untuyk efisien, ringan dan ringkas untuk di lihat dan diunduh, mengingat akses internet di indonesia yang “luar biasa cepatnya” ini.

FLV mungkin bisa ya?

agar pihak stasiun televisi mulai mempertimbangkan kemungkinan menyediakan rekaman acara mereka dalam format digital untuk publik.

tapi mas, nanti apakah diformat digital (yang bisa di donlod) tersebut, disertakan pula iklan yang terdapat di acara itu. kalo gitu, itung itungan sewa slot iklan, mesti diperhitungkan pula, atau malah jadi celah mendapatkan income (dari si empunya tivi) :P

Sebagian yang dibicarakan di atas dapat diatasi lewat aspek legal. Pendapat tentang simbol/logo dan iklan misalnya, dapat dimasukkan sebagai bagian dari klausul lisensi. Sebagai contoh Creative Commons Share-Alike tetap mengharuskan adanya penyebutan (attribution) ke sumber dan modifikasinya tetap dengan lisensi yang sama. Demikian juga tentang iklan, dapat dibicarakan sebagai klausul dengan pihak sponsor pada saat mereka akan memasang iklan.

Saya sendiri lebih condong bahwa iklan hanya ada pada saat tayangan di televisi sesuai dengan prinsip bahwa pemasangan iklan untuk sesi tertentu, bukan melekat pada distribusi materi tersebut selamanya. Wajar dan cukup adil.

Yang lebih didulukan adalah materi yang bersifat edukasi untuk publik, semisal Jendela Dunia itu. Selain memang tinjauan usulan ini pada aspek penyebaran pengetahuan dan pendidikan, saya melihat lebih baik dimulai dengan hal yang terbatas dulu — katakanlah sebagai proyek percontohan. Jika hal tersebut berhasil, cara ini dapat diperluas ke materi lain termasuk yang perlu pembahasan lebih panjang dari sisi legal.

..plus tangkapan layar halaman depan sekian blog sohor semisal Priyadi’s Place dan Alex Budiyanto…

Wah, masak sih blog saya termasuk blog sohor?? [jadi tersandung tersanjung nih :-) ] btw, saking sibuknya KKN saya malah baru tahu tentang acara ini :-| , buat om Romi, ntar aku pinjem rekamannya yah ;-) halah

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on March 17, 2007 12:38 PM.

Bunga Rampai Alat Bantu Blog was the previous entry in this blog.

Blog Ceria is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261