Pada hari yang sama tatkala Alfred Alinazar
mempertanyakan,
So,
ngapain buang-buang waktu membaca TOS?
, Idban Secandri
mengeluhkan, Dikasih Gratis Malah Dijual, Ya ini
BANGSAMUā¢.
Keduanya menulis hal yang secara teknis mudah dilakukan, dari sisi
hukum lebih sulit diurus, dan rasa peduli yang meletakkan tulisan
keduanya pada sisi berseberangan.
TOS, EULA, atau sejenis mereka, adalah sebuah “aturan main” dan bagian dari cara negosiasi antara dua kepentingan, produsen dan konsumen. Baik yang diproduksi berupa barang atau layanan. Aturan main ini penting agar kedua belah pihak sadar kemampuan yang diberikan dan kekurangan yang dimiliki. Dalam iklim yang egaliter, negosiasi adalah cara yang sehat untuk melakukan perundingan tata cara hidup bersama.
Jika yang dipersoalkan adalah materi aturan main yang demikian rumit, penuh dengan bahasa hukum, dan seolah-olah tiada berfaedah karena ada bagian sapu jagat, bagaimana jika cara pembacaan yang diperbaiki?
Cari bagian yang relevan. Aturan main tentu panjang dan bertele-tele, karena pihak yang dicakup sedemikian luas, apalagi urusan sekarang ini yang berjangkauan multinasional.
Sebenarnya, dari motivasi calon konsumen pun sudah membantu dalam mencari bagian yang relevan. Mereka yang datang untuk menulis blog di Wordpress.com tentu dapat memulai dengan pertanyaan: jenis materi blog apa yang dilarang di sini? Karena menulis blog di Wordpress.com pada dasarnya halal.
Sebaliknya, mereka yang datang untuk kegiatan selain menyediakan blog di sana, tentu berada pada sisi berbeda: apakah saya boleh melakukan hal ini dan jika boleh, sejauh mana? Jika masih kurang jelas juga, kontak langsung layanan konsumen mereka. Bahkan jika fasilitas yang kita perlukan belum tersedia, hal ini dapat dijadikan sarana untuk “menantang” mereka agar menyediakan fasilitas tersebut. Sudah lazim penyedia jasa mendengar umpan balik dari calon pemakai.
Saya belum membaca penjelasan aturan main di lingkungan anime yang disebut Idban, namun jika penyedia anime mengizinkan materi tersebut dijual (lagi) tentu bukan tindakan bodoh penjual atau pembeli dengan transaksi tersebut. Misalnya atas dasar alasan logis bahwa harga koneksi Internet di negeri ini masih dianggap mahal atau si calon pembeli bersikukuh menolak pemakaian fasilitas kantor untuk keperluan pribadi. Si penjual juga tidak akan terlalu berani bermain-main dengan meraup laba besar karena pada dasarnya dia perlu menyadari bahwa materi tersebut bebas digandakan.
Sebelum Idban bertambah berang atau malah menghadiahi saya cakram optik anime, saya ingin menekankan bahwa persoalan tersebut bukan semata-mata ihwal kekurangajaran, “dikasih gratis terus dijual”, hingga terdapat penjelasan bahwa penjualan kembali memang dilarang.
Hal ini juga yang sering masih menyulitkan produk perangkat lunak gratis dibanding perangkat lunak bebas (sekaligus menunjukkan bahwa, “gratis tidak otomatis bebas”). Perangkat lunak basisdata Oracle misalnya, walaupun disediakan gratis untuk keperluan pengembangan, tentu tidak mudah disebarluaskan layaknya GNU/Linux yang bebas.
Aturan main dari perspektif kewajiban dan hak. Kita dapat saja melakukan apapun dengan sejumlah persiapan jika kondisi buruk terjadi, namun bagaimana dengan dampaknya bagi orang lain? Bukankah dengan demikian kita menjadi terlihat egois dan hanya bersiap-siap yang penting selamat jika kecelakaan terjadi? Atau dalam ungkapan yang lebih lunak: dalam sebuah transaksi, sudah menjadi itikad baik dari kedua belah pihak untuk mengetahui kewajiban dan imbalan masing-masing.
Kewajiban bersiap-siap menghadapi musibah tetap merupakan hal yang
baik, namun bukan dalam konteks semata-mata siap-siap jika ditendang karena akibat dari
konsumen ogah peduli.
Mudahkan, bukan abaikan. Tidak semua dari kita ahli hukum atau mengerti bahasa hukum, namun justru inilah masa untuk lebih memasyarakatkan aturan main perangkat lunak atau layanan berbasis TI. Coba tengok Creative Commons yang berusaha menyediakan lisensi dalam bentuk metadata, bahasa legal resmi, bahasa sehari-hari, dan terjemahan ke banyak bahasa non-Inggris. Demikian juga inisiatif semisal Windows EULA in Plain English yang pernah diangkat di Linux Advocate. Sayang halaman tersebut sekarang raib.
Boleh jadi ungkapan Alfred di atas hanya keterusterangan seperti yang sering diungkap sehari-hari di lapangan — dan tidak secara langsung mengajak orang lain untuk menjauhi aturan main; namun karena sudah ditulis dan dikonsumsi oleh publik, saya sebagai pembaca tidak perlu menduga-duga motivasi di baliknya, cukup mengomentari kesimpulannya yang ditulis secara harfiah.
Ya, setuju bang Amal. Waktu pertama kali membaca tulisannya Bang Al, komentar singkat saya, “Hmmmh, masih soal ngadutrafik :-D”.
Meski saat ini atau saat itu TOS ‘dianggap’ tidak mengikat dan bahkan sulit untuk memperkarakan si pelanggar, TOS merupakan aturan main.
Saya sependapat dengan komentar Andry pada postingnya bang Al, karena itulah yang menurut saya semestinya dipahami.
Terakhir, meski blog merupakan sarana ekspresi diri dan pendapat, jika dia sudah memasuki ranah publik, tidak ada salahnya ditanggapi secara elegan. Saya yakin, Bang Al bukan satu-satunya yang beranggapan demikian, karenanya, diskusi mengenai masalah ini bisa memperkaya kita pada wawasan.
TOS mungkin bisa dipandang sebagai “Senjata penyedia layanan yang tidak bisa dilawan”, namun dia juga bisa dipandang sebagai pelindung bagi penyedia layanan. Andaikan kita menempatkan diri sebagai penyedia layanan, tentu kita bisa memahami mengapa TOS perlu dibuat.
Jangankan TOS yang memang resmi, kampanye JACP (Jangan Asal Copy Paste) saja masih dilanggar. Apakah pelaku copy-paste bisa berkelit ? Mungkin bisa saja tapi satu hal yang pasti, harga dirinya sudah tergadaikan.
Jadi, suka tidak suka, TOS adalah aturan main. Soal kita tidak setuju atau ingin mengabaikannya, silakan. Jangan salahkan pula pihak lawan jika menggunakannya.
Untuk kasus anime Idban, saya juga pingin dihadiahi CD-nya kok :-). Secara prinsip, apa yang disampaikan oleh mas Amal bisa menjadi masukan buat Idban.
Maaf, kepanjangan ya… :-)
Om Amal, apa bahasa indonesianya entry?
Emang sifat orang2 yang sering gw temuin ini gak baca TOS/peraturan atau buku petunjuk dengan benar.
Jadi ketika ada masalah yang ada kita berada diposisi lemah
anime subtitle keluaran fansub itu dari fan untuk fan, tidak untuk diperjualbelikan, rental atau lelang.
untuk jelasnya silahkan ikuti rujukan berikut: http://en.wikipedia.org/wiki/Fansub http://indoanime.net/index.php?option=com_content&task=view&id=130&Itemid=13
yang tidak aturan permainan mungkin lebih banyak main di rumahnya sendiri, tidak pernah menjelajahi apa yang ada di jagat internet ini. untung saja beliau yang menulis tidak peduli ToS ini bukan programmer(?). jika beliau programmer maka akan selalu kesulitan dalam memakai dan mangadopsi pustaka program atau perangkat lunak yang memakai lisensi yang bermacam-macam. sebutlah lisensi MIT, GPL, BSD, Mozilla dan lain-lain.
tidak ada line break? koreksi baris satu, harusnya “yang tidak mengerti aturan permainan”.
Salam Kenal. TOS atau Service Level Agreement (SLA) itu selalu condong ke arah Service Provider (SP). Dalam hal servis gratis, seperti gmail, yahoomail, YouTube and berbagai blog-provider TOS dan SLA 100% didesain untuk menjaga SP dari tuntutan2 (lawsuit) selagi memberikan tingkat servis yang cukup untuk para user. Saya sudah komentar di posting lain, pihak WordPress itu nggak bodoh. NgaduTrafik pasti langsung dideteksi dan otomatis di kontrol (throttle). TOS dan SLA itu berbeda dari Creative Commons (CC) atau Copyright dan Performance Right. Saat ini tidak ada TOS, EULA atau SLA yang “universal” seperti CC. Mungkin ada di masa depan, siapa tahu :) [TH]
ini ada juga bahasan mengenai EULA Windows yang bisa dilihat disini om.
klo aq usahakan untuk baca TOS (walau sekip-sekip :D ), khawatir ada aturan2 yang membuat kita di ban
Bung Fajri, terjemahan entry adalah entri, ada di KBBI.
Bung Hardjono: salam kenal juga. :) Betul, saya memang tidak menyamaratakan TOS, EULA, CC, atau berjenis-jenis lisensi lainnya. Apalagi ditinjau oleh ahli hukum, jelas akan gegabah jika disamakan begitu saja. Saya pakai CC untuk keperluan teladan cara “sosialisasi” bahasa hukum untuk banyak keperluan.
setiap minggu di Qwords.com ada pelanggan yang dihentikan layanannya sementar atau bahkan dihentikan layananya selamanya, karena melanggar termin pelayanan seperti mengganggu peladen dan mengakibatkan pelanggan lain terganggu..
intinya harus mentaati termin pelayanan.. biar tetap terjaga layanannya
Boleh-boleh saja melakukan interpretasi hukum. Tapi untuk konsumsi publik. saya lebih suka menyerahkan kepada yang berkompeten, yaitu ahli hukum. Sebab walau saya paham atau merasa lebih paham, tapi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal itu. Paling cuma memberi masukan kepada ahli hukum tersebut saja.
Manusia ada batasnya, makanya FSF pun memiliki ahli hukum.
Setuju, Pak IMW.
Kategori di blog ini yang berlabel Aspek Legal tentu sangat terbatas (sekaligus ini penafian dari saya) sependek yang saya tahu dan lebih pada kelaziman. Beberapa entri kategori tersebut sebelumnya malah saya tuliskan pendapat dari teman ahli hukum.
Kita semua tentu akan lebih gembira menyambut praktisi hukum yang bersedia menulis persoalan di lingkungan perangkat lunak dengan kecakapan yang mereka miliki. Ada yang bersedia? ;-)
Wah aku ketinggalan berkomentar karena baru tahu kalau nama saya ada di sini. Walaupun topik ini sudah lama sekali, namum mungkin ada baiknya saya lakukan klarifikasi.
Saya pikir TOS tidak sama dengan EULA. Dan saya cenderung sepakat bahwa TOS itu mirip dengan SLA seperti telah disebutkan di #7 oleh Pak Hardjono. Sementara EULA ini adalah sesuatu yang dilindungi oleh Undang-Undang di Indonesia (bukan sekedar perjanjian perdata biasa).
SLA ini adalah something that user can complain about, bukan something that provider will complain about.
User perlu membaca SLA atau TOS jika si user berminat untuk menuntut provider. Namun jika si user tidak punya niat untuk menuntut dan akan menerima servis apa adanya, maka tidak membaca TOS sekalipun tidak ada ruginya bahkan hanya akan membuang-buang waktu.
Jangan samakan dengan EULA atau kasus Idban karena kasus Idban adalah masalah Hak Cipta, bukan Term of Service.
Perlu juga disadari, bahwa dalam hukum yg berlaku di Indonesia, perjanjian yg melibatkan uang harus dikuatkan dengan materai rp. 3000 untuk besaran uang di bawah 500 ribu dan Rp. 6000 untuk di atasnya. Oleh karenanya, resiko maksimum tidak membaca TOS hanyalah kehilangan layanan, dan tidak akan lebih dari itu. (kecuali kalau hukum di Indonesia berubah lho ya)
Satu komentar lagi adalah soal konsistensi.
Jika kita berpendapat bahwa membaca TOS itu penting. Maka kita semestinya juga mensosialisasikan agar tidak ada orang yg mendaftar di wordpress.com
Mengapa ? Karena ada pasal 8 yg bunyinya: ” Changes. The Website, including without limitation all content there available and these Terms and Conditions, may be changed at the sole discretion of Automattic and without notice.”
Ini sama saja dengan menyuruh orang membaca namun tidak peduli apakah mereka paham artinya atau tidak. Menurut saya ini adalah sebuah anjuran yg tidak konsekwen.
Saya memang tidak menyamakan begitu saja kasus TOS dan “keluhan” Idban. Keduanya beranjak dari hal yang substansial, yaitu aturan main. Justru sudut pandang Anda dan Idban berbeda, karena Idban menginginkan para penikmat anime peduli terhadap ketentuan yang ditulis di kalangan mereka. Saya hanya “meminta” Idban memberi penjelasan yang lebih memadai agar “tindakan bodoh” yang dia sebutkan tersebut ada dalihnya. Di komentar di atas dia sudah menuliskan tautan ke Wikipedia. Terima kasih.
Mengapa orang perlu diminta tidak mendaftar di WordPress.com hanya karena TOS?
Jika karena faktor pemahaman, seperti saya tuliskan di atas: baca bagian yang relevan; atau ringkasnya: cari bagian yang diperbolehkan dan yang dilarang. Contoh saya di atas cukup jelas: karena WordPress.com adalah layanan blog, kita tahu yang datang ke sana sepatutnya memang berniat menyediakan blog, seperti ajakan Matt. Tinggal cari saja bagian yang dilarang dilakukan pada kegiatan blog tersebut.
Sedangkan untuk alasan perubahan TOS sewaktu-waktu, penyelenggara jasa yang baik selalu memberi tahu pemakainya akan adanya perubahan tersebut. Google AdSense misalnya, selalu memberi penanda yang mencolok di halaman depan mereka jika terdapat perubahan aturan main.
Ini tidak berarti secara otomatis penyelenggara jasa dapat seenaknya mengubah aturan sehingga sia-sia bagi kita memahami TOS secara umum, karena para penyelenggara jasa juga terikat hukum di atasnya lagi (UU perdagangan misalnya) dan kepentingan bisnis.
Seperti disebut Pak IMW di atas, jika sudah berurusan lebih jauh lagi hingga ke sisi hukum, lebih baik diurus oleh mereka yang berkompeten. Yang lebih saya kemukakan pada tulisan ini adalah sikap kita dalam menghargai aturan main.
Amal: “Ini tidak berarti secara otomatis penyelenggara jasa dapat seenaknya mengubah aturan sehingga sia-sia bagi kita memahami TOS secara umum, karena para penyelenggara jasa juga terikat hukum di atasnya lagi (UU perdagangan misalnya) dan kepentingan bisnis.”
Bank Al: Jika anda membaca TOS yg saya kutip di atas, maka anda semestinya tidak berpendapat spt di atas. Sangat jelas ditulis di situ bahwa WP bisa mengubah TOS tsb seenaknya tanpa harus ada pemberitahuan. Itulah sebabnya TOS seperti itu dibuat yaitu untuk melindungi WP jika suatu saat melakukan itu maka mereka tidak bisa dituntut oleh konsumen-nya.
Saya juga tidak sependapat bahwa diperlukan kompetensi hukum untuk memahami sebuah TOS. Adalah sikap yang sangat ceroboh menyetujui sesuatu jika seseorang merasa tidak berkompeten untuk memahaminya.
Saya paham dan tidak ada masalah dengan sikap dan maksud anda tentang menghargai aturan main. Namun menghargai aturan main tidak harus dengan membaca TOS. Orang bisa menghargai aturan main tanpa harus membacanya.
Kesimpulan anda bahwa saya secara tidak langsung mengajak orang menghindari aturan main itu adalah kesimpulan yang berlebihan. Saya hanya mengajak orang untuk mempersulit apa yang seharusnya mudah.
Sayangnya saya bukan anggota WordPress.com, sehingga saya tidak tahu adanya pemberitahuan jika terjadi perubahan TOS. Saya bandingkan dengan Google deh, karena saya menerima email pemberitahuan perubahan TOS dari mereka dan tampilan di halaman depan, sedangkan di Terms of Service Google mereka memang menyebutkan without prior notice atau specific notice.
Jika pemakai WordPress.com keberatan dengan [hanya] without notice, ada baiknya ditanyakan/diminta kepada penyelenggara WordPress.com. Itu akan menjadi masukan tersendiri buat penyedia layanan.
Oke, jika Anda memahami maksud saya, terima kasih. :-)
Mengapa saya berkesimpulan di atas, karena tulisan Anda sendiri, So, ngapain buang-buang waktu…, yang saya kutip di atas. Saya sarankan jika ingin mempermudah orang lain dan bukan mengajak mereka menjauhi aturan main, lebih baik bukan mempertanyakan mereka yang membaca TOS, melainkan membantu menyediakan cara yang lebih mudah.
Jika hal tersebut kita anggap urusan penyedia jasa (buat apa repot-repot ikut mengurus, misalnya), ya sudah, biarkan saja mereka yang peduli membacanya; dan jangan sewot jika yang tidak peduli kemudian melanggar dan ditegur oleh orang semacam Idban, misalnya.
Saya juga ingin memudahkan orang lain, a.l. dengan cara yang saya sebut di artikel ini. :-)