Vi

| 23 Comments | No TrackBacks

Dengan berseloroh, Zaki Akhmad sedikit tidak menyangka bahwa saya masih menggunakan vi — ya, the six editor, karena seperti angka enam dalam lambang bilangan Romawi. Bagaikan bumi dengan langit tatkala penyaji materi berbinar-binar menampilkan OpenOffice dan aneka kelengkapan antarmuka grafis lain di Ubuntu, saya menyebut masih menggunakan vi.

Nama generiknya memang vi dan sohor dengan julukan tersebut kendati sudah banyak variannya. Yang lebih tepat: saya memilih Vim (Vi-improved) untuk konsol dan gVim jika sedang berada di komputer sendiri. Ada kompromi juga: jika saya yakin kondisi koneksi jaringan memadai dan di komputer remote terdapat instalasi X Window, saya jalankan gVim dari sana.

Sejauh ini tidak terdapat persoalan berarti, kecuali saya tetap harus berjaga-jaga jika tiba-tiba anak-anak saya datang di depan laptop dan gVim adalah aplikasi yang sedang aktif. Bukan apa-apa, anak-anak tentu tergerak ikut menambahi tulisan yang sedang ada di depan mata mereka. Dengan kombinasi kode aksara yang digunakan keluarga vi yang berbeda tipis antara modus perintah, perintah setelah-titik-dua, dan penyuntingan, mereka bisa sedikit “panik” dan kepanikan yang beruntun dapat mengacaukan dokumen di atas vi.

Solusi provokatif adalah dengan menunjukkan mode sisip (huruf i) dengan harapan mereka ikut mencicipi keluarga salah satu editor legendaris. Alternatif pragmatis dengan menyalinkan isi dokumen ke gedit dan ajak mereka pindah aplikasi.

Sedikit mengangkat persoalan: apa sebenarnya lingkungan pengembangan terintegrasi (integrated development environment, IDE) untuk pemrograman berbasis antarmuka grafis di GNU/Linux? Ini pertanyaan Andry S. Huzain pada percakapan sore dua hari lalu dengan catatan kecil: jangan sebut Glade lagi, sudah pernah tersiksa. Tampaknya Anjuta dan berarti kembali ke khittah pemrograman C/C++; sedangkan keluarga bahasa skrip seperti JavaScript, Perl, PHP, Python, Ruby, dan Tcl masih perlu mendekati produk komersial Komodo dari ActiveState.

Seharusnya topik ini sudah lama muncul. Okelah, kita ingin bicarakan perkembangan jika telah sekian lama “dipertandingkan” di lingkungan Linux. Apabila berjawaban “begitu-begitu saja”, berarti C++ masih sangat dominan atau saya tetap punya banyak teman sesama pemakai vi.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/547

23 Comments

Saya yakin kok masih banyak yang make vi, once you use vi, you can not stop using vi

vi/vim emang top. Keyboard friendly banget. Kalo editor lain tangan bisa pegel - pegel dibuatnya.

wah banyak penggemar vi juga ya disini, saya sih pakai vi untuk day-to-day text editing, dan juga development. vi memang cukup untuk segala kebutuhan saya. Gimana kalau bikin id-vi aja? (yet another id-* to pollute yahoogroups, hehe)

Editor of The Beast: vi vi vi

saya juga seseorang yang menggunakan vi karena terpaksa. Kenapa terpaksa? karena hanya itu yang tersedia di server LOL. Kalau pc pribadi sih tetap setia dengan pico untuk console editor.

kalau jadi user UNIX gak pake vi, ya bukan user UNIX namanya itu. Kalau nanti ketemu console VT100 di Solaris, HP-UX atau AIX, gimana ? emang ada itu pico ? ;)

Saya masih pakai vim+cream (cream.sf.net) dalam kehidupan sehari-hari. Btw, glade kan hanya untuk merancang antar muka grafis saja dan tidak memiliki penyunting. Sudah pada coba MonoDevelop untuk C#?

vi/vim sudah jadi makanan sehari-hari. bahkan di word/openoffice sering pencet-pencet tombol ESC, saking terbiasanya teken tuh tombol di vi :D

Ehm…

Beri saya satu cara dengan memakai vi dan/atau turunannya untuk mengganti nama sebuah fungsi didalam sebuah kelas, sehingga 78 (tujuhpuluh delapan) kelas lain yang memakai fungsi tersebut juga otomatis termutakhirkan. Jangan kasih contoh untuk Ruby deh, saya tahu betul method_missing dalam Ruby memang bikin pusing banyak pengembang editor.

Setidaknya, minimal kasih contoh dalam bahasa pemrograman statis semacam Java atau c#.
Beri saya cara yang masuk akal bagaimana mengerjakan itu dalam vi, dan dengan senang hati saya akan buang IDE saya.

Hampir semua IDE bisa melakukan refactoring. Kalau IDE-nya ndak bisa, berarti itu IDE yang jelek. Kalau kita tidak sadar bahwa IDE yang sehari-hari dikunyah bisa melakukan refactoring, berarti sudah waktunya berganti karir :D

Apa IDE bisa digunakan untuk edit 126 baris bash script? Bisa! Memang ini ibarat menembak satu ekor semut dengan T-Mega Bazooka Super Laser Beam Extra Gazzet QWERT-1024-ASDF dari planet Caluciuss (tepat sekitar tujuh juta tahun cahaya sebelah barat galaksi Teta-Zulu 1023).

Tapi kan gak apa-apa toh. Yang penting semutnya mati.

Ps. Saya juga pemakai vi/vim kok. Dengan cara yang lebih “masuk akal” untuk kasus saya :) * Vimplugin. * IDEAVim

/me vim, emacs, textmate, and i love this terminal console world. enough.

vi bikin hidup lebih mudah… serius lho, cuma vi yang ada di nyaris semua platform —- solaris, seluruh distro linux, open bsd, freebsd, mac os x, Windows, bahkan unix zaman baheula sekalipun.

entahlah dengan emacs…. pancing perang agama :D

enak kok pake vim :D selama ini defaultnya kalau ngoding ya pake vim (termasuk pas nulis skripsi pake LaTeX) tapi kalo udah pake java dan skalanya mulai gede, baru deh pake eclipse/netbeans. Perlu refactoring dan kawan2anya soalnya :D hehehe..

jadi kesimpulannya, sesuaikan kebutuhan dengan tools yang ada.

Vote for Vi. Gara-gara kebiasaan pake vi, suka salah mencet-mencet “:”. Makanya selalu simpen installer Vi for windows di flash disk. Kalau-kalau nebeng di PC orang yang hampir pasti windows based

saya juga menggunakan vim. eh, tapi kok ini css blognya ngawur? *ot

kalo saya malah sukanya pake ‘ee’ editor default freebsd. gak tau kenapa, kok bisa betah ya. padahal kan fiturnya standar banget.

tapi di mac os x, terpaksa pindah ke ‘nano’ karena ga ada ‘ee’ di situ.

ini blog css-nya ngawur. sudah saya kirim email ke pak ikhlasul amal. tolong dibaca pak.

terima kasih.

pertama pake vi, gak bisa ngapa2in, termasuk keluar dari editor. terpaksa deh di-kill dari komputer sebelah :).

Kawan Andry, untuk kasus besar yang berkaitan dengan satu bundel pekerjaan besar dalam satu proyek, saya masih sangsi Vim dapat melakukan permintaanmu. Namun ada kasus refactoring yang ditulis di Tip #589 oleh Klaus Horsten.

Eh, CSS bertingkah? Di tempat saya baik-baik tuh, coba amati hasil tangkapan layar via Screengrab!. Nanti akan saya coba periksa di lingkungan Microsoft Windows, deh. Terima kasih.

#17.

Wakaka.. ada ungkapan mengatakan: jangan main api —flame war— dengan maniak vi dan emacs. Bisa-bisa terbakar sendiri :))

Ok ok. Harus saya akui, saya memang kurang suka vi. Shortcut-nya memang yahud, fasilitas regex-nya memang sering saya pakai saat tidak ada XPATH evaluator. Tapi tetep saja, saya nggak suka vi.

Menurut saya sih, lebih intuitif SHIFT+END 5 kali lalu CTRL+X CTRL+V untuk mengganti d5w. Kata intuitif disini, tentu saja dengan intonasi disyirikan karena intuitif atau tidak adalah masalah kebiasaan.

Meski begitu, harus saya akui saya sangat terkesan dengan trik refaktoring mas Klaus. Bener-bener ilmu yang berguna untuk membuat saya terlihat seperti peretas sejati :p

ps. Untuk CSS Direktif, saya menyarankan penggunaan font-familiy serif dan sans sehingga tidak terlihat sangat “telanjang” seperti ini. Tapi ini cuma saran hlo bos hehe..

[OOT]

He he he… Seperti biasa, bung Amal “mancing” lagi nih ^_^ Dulu “language war” sekarang “editor war” besok apa lagi yah :-?

Wish List:

  • Blog War :D [perasaan udah ya bung ?]
  • Hostingan War [ini juga udah :(]
  • ISP War [kayaknya belom, tapi banyakan komplainnya barangkali]
  • Tambah lagi sendiri deh bung :p

*sambilDengerinLagunyaTheBeatlesYangJudulnyaImagine*

Andry lagi: mohon jangan “komplain” tentang CSS, berisiko saya terlambat menulis lagi di sini. Hehehe… :-)

Bung Arya: eh, justru maksud saya adalah mengangkat “keheranan” bahwa saya masih pakai Vim, ternyata “teman seperjuangan” masih banyak. Soal hal tersebut menjadi hangat karena ada kubu-kubu, mudah-mudahan menambah semangat pemakainya.

Akan halnya isu bahasa pemrograman yang disebut “perang”, saya malah baru menuliskannya setelah semua usai. Presiden Ruby, Tuan AKA, menyebut lewat YM, bahwa ternyata “peserta gelut” ternyata sudah saling kenal dan setelah dikonfirmasi satu dan lainnya (termasuk jumpa darat), mereka saling tertawa. :p

Betul, fanatisme kecil-kecilan di sisi teknis menarik kok. Jika sudah keluar dari koridor, nah itu yang tidak asyik lagi. Nanti muncul jargon: menggunakan jubah teknis untuk kepentingan politis. Hehehe…

Wah, tiba-tiba nama saya dijadikan tautan. Percakapan kita kali itu jadi inspirasi ya Mas Amal? ;-)

wpkj nhkiogve dlzeschjx zjqw oqys pihvudge silgvdjm

jarang pakek Vi… seringnya pake emacs (console) atau textmate (gui)

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on May 14, 2007 8:19 AM.

Ahli Bahasa di Lingkungan TI: Pilihan Berbeda dan Berkarakter Baru was the previous entry in this blog.

Blog Tugas Sekolah: Buat Lebih Ceria! is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261