Ada atau tanpa isu pemanasan global yang sekarang menjadi sikap ideologis (setidaknya yang saya dengar dari sebuah acara penghijauan hari Ahad lalu), berhemat dengan cara tidak berhambur-hambur sumber daya sepatutnya diinsafi oleh setiap orang. Yang kerap saya risaukan adalah email dan masa depannya.
Dari sisi mikro, ada pekerjaan tambahan setiap Evolution, klien email saya di Ubuntu, mengambil email dari server: plugin Spamassassin dipanggil, belasan pesan yang datang dipindai satu per satu bak di loket duane. Konsekuensinya: kipas angin pendingin laptop berputar, menandai suhu meningkat dan berarti pula tambahan daya listrik. Sampai batas tertentu kekhawatiran saya meningkat karena jika pekerjaan pemroses melebihi ambang tertentu, laptop saya akan mati mendadak, begitu saja. Catatan terakhir di Ubuntu: saat melakukan kompresi hasil dump Oracle sebesar 1,8 GB, skala beban pemroses mencapai 4+ dan laptop tewas.
Email spam kejam hingga kondisi tersebut. Kian sering dipakai, Spamassassin memiliki bahan belajar tambah banyak dan hal ini berkonsekuensi pekerjaan pemrosesan email yang masuk meningkat. Di server email pun administrator ikut direpotkan: ongkos fasilitas anti-spam mahal karena beban pekerjaannya yang sering memenuhi kapasitas sistem dan akibatnya malah membuat server email tidak lincah menangani email yang merupakan pekerjaan utamanya. Menjadi simalakama spam: diaktifkan berongkos mahal, dibiarkan tetap membebani klien email.
Di tingkat yang lebih makro, kondisi saat ini mencemaskan juga: angka terakhir yang tercatat di Wikipedia adalah 90 milyar spam per hari untuk perhitungan di Februari 2007. Persentase spam pada kisaran 80—85% dari lalu-lintas email. Angka ini sama membuat kecut dengan statistik spam di blogosfir yang ditangani Akismet: 91% dari komentar blog adalah spam.
Kembali ihwal email: bagaimana di masa depan?
Pertanyaan ini sempat terbetik saat saya berkirim pesan dengan beberapa teman dekat lewat Facebook. Oleh beberapa fans, Facebook dianggap sebagai “Internet itu sendiri” — jadi para pemakai tidak perlu lagi memasang aneka aplikasi di Internet, semua tersedia di Facebook atau “akan disediakan dalam bentuk modul aplikasi.” Jika di Friendster saya mempertanyakan alasan seseorang berkirim pesan di sana padahal tersedia email, di Facebook saya mencoba memahami pemakaian jejaring sosial yang bagi pemakai aktif adalah “aplikasi” pertama yang mereka jenguk di depan Net.
JavaScript membantu dan memang nyaman saling berkirim pesan lewat fasilitas pengelolaan pesan di Facebook.
Hasil pencarian di Google untuk kata kunci the future of email menempatkan tulisan-tulisan sekitar tiga tahun lalu yang sebagian sudah perlu direvisi dan sebagian lagi bercampur dengan kedatangan Gmail yang dianggap revolusioner. Angka spam masih 20 milyar per hari.
Tulisan yang termasuk akhir adalah debat yang disodorkan Robert Scoble di BusinessWeek bulan Oktober tahun lalu. Scoble termasuk penyokong gagasan layanan baru semacam Twitter atau Jaiku dan mendorong kemajuan Web 2.0 untuk memperbaiki email. Dengan perspektif yang lebih luas, email sebenarnya bagian dari urusan “perpesanan” (messaging) yang boleh jadi akan berevolusi dalam bentuk yang lain suatu waktu. Setidaknya untuk saat ini, pesan ringkas di penyeranta dan telepon seluler mulai melengkapi lalu-lintas pesan.
Mendengar desing kipas angin menangani spam yang datang di laptop, saya asosiasikan dengan ujar-ujaran populer di Teori Chaos: sepotong pesan spam yang datang berkontribusi pada pencairan gunung es di kutub.