Comic April 2010: Seni Visual @ Digital

| 2 Comments | No TrackBacks

Menjelang akhir bulan April 2010, acara Comic Bandung terselenggara juga: 29 April, tempat masih di Ruang Sekar, Kompleks Telkom Divre III, Bandung. Di akhir acara bulan Maret, menindaklanjuti usulan Petra Barus, kami menyepakati tema visual art untuk April. Saya menerjemahkan istilah visual art sebagai “seni visual” dan dalam konteks Comic, berarti dikaitkan dengan teknologi. Jadilah, Seni Visual @ Digital atau dibaca sebagai, “Seni visual di era digital.”

Mulanya kami mengundang Diki Andeas dan perwakilan dari Zeus Box. Diki dikenal rajin menghadiri acara-acara komunitas di Bandung, sehingga saat diminta sebagai pembicara, dia menyanggupi. Rencana mendatangkan pembicara kedua yang gagal, karena ada kesibukan mereka. Sore sekitar jam 17, saya mendapat tawaran kemungkinan narasumber dari Sunaryo Kusumo, teman di PT LAPI Divusi, yaitu Wahyudi Pratama. Saya setujui dan akhirnya, sejam dua jam sebelum acara dimulai barulah formasi lengkap pembicara: Diki Andeas dan Wahyudi Pratama.

Sekitar sepekan lebih sebelumnya beredar embusan kabar peluncuran Chickenstrip: Why Did The Chicken Browse The Social Media?, adikarya Diki yang di ranah maya lebih dikenal sebagai “Diki Ayam” atau “Niwat0ri” (perhatikan: “0”, bukan “o”). Gelombang keriuhan perburuan komik ayam sempat menghangatkan Twitter Indonesia (kendati masih lemah untuk menggeser Justin Bieber), namun disadari komik ini sarat muatan Web 2.0. Saya sejenak membandingkan dengan Disclosure, novel yang penuh dengan catatan kaki tentang istilah-istilah teknologi informasi.

Demikianlah, kemeriahan komik ayam menjadi modal tambahan acara Comic April, dan memang benar catatan Isman H. Suryaman bahwa setelah sekian bulan Comic akhirnya membicarakan komik.

Wahyudi Pratama

Acara dimulai dengan paparan Wahyudi Pratama. Saya yang baru kenal sore tersebut melihat tulisan-tulisan penting tentang seni visual di blognya. Paparan dilengkapi dengan halaman-halaman presentasi yang penuh dengan kejutan seni kontemporer, berkaitan dengan pengaruh teknologi terhadap media yang digunakan hingga implementasi yang lebih praktis, yaitu desain situs web. Mengulang pertanyaan klasik, sore itu sempat terucap juga: mana yang lebih penting, isi atau desain? Jawaban akhir yang biasanya sulit dikerjakan adalah kerja sama kedua sisi keahlian tersebut. Agaknya prioritas yang bakal mempengaruhi genderang yang dominan ditabuh: isi situs web sebagai panglima, atau desain.

Obrolan pun mulai mengalir, kendati sebagian hadirin terasa “berhati-hati” untuk bertanya. Adham Somantrie yang sudah mengisi Twitter dalam bentuk laporan tempat-tempat yang dikunjungi lewat Foursquare di Bandung, membantu menambah komentar-komentar dengan celetukannya yang khas.

Bahan presentasi Wahyudi sarat muatan akademis — saya rekomendasikan dia untuk pembahasan seni visual dari sisi konsep dan penjelajahan wacana di dalamnya.

Diki Andeas

Barulah kemudian Diki membumikan dengan paparan tentang proses pembuatan komik web — yaitu komik yang menggunakan media publikasi web. Dimulai dengan alasan awal dan mendasar keputusannya untuk membuat komik, siang sebelum acara Diki masih berkelit bahwa dia bukan komikus. Betul, dia bukan pemain futsal yang prospektif, namun selain komik yang melambungkan namanya, Diki juga dikenal sebagai penggiat bahasa pemrograman Ruby. Bersama Arie Kusumaatmaja, mereka sempat menyelenggarakan cetusan awal lokakarya pemrograman Ruby di Bandung. Kedekatan Ruby dengan metodologi pengembangan perangkat lunak menjadikan konsep pengembangan di lingkungan komuitas Ruby lebih terasa dibanding di komunitas bahasa pemrograman sejenis.

Di sore tersebut disuguhkan perangkat lunak bebas (free software) grafis, Inkscape dan Gimp. Ditambah alasan sederhana pemilihan tetikus sebagai alat gambar — yaitu, “Harga pemindai mahal” — teladan untuk tidak berhenti oleh keadaan, melainkan mencari alternatifnya, ditunjukkan Diki. Proses pembuatan komik web pun sudah disajikan dengan baik dalam bentuk video dan dipublikasikan dengan lisensi berbagi.

Proses penting dan ini terlihat dari rentang waktu dari pemunculan karakter ayam hingga dikenal luas sekarang ini. Karakter ayam mulai dipublikasikan tahun 2007. Saya sempat menduga lebih awal dari tahun tersebut, ternyata pada periode sebelumnya masih berupa komik bebas, belum muncul karakter tetap dan kekuatannya seperti sekarang. Frekuensi publikasi saat itu pun masih mengikuti suasana hati (mood) pembuatnya. Kerja sama dengan Yahoo! Indonesia sekarang ini — berupa publikasi komik setiap Kamis — dipakai Diki untuk berlatih membuat komik lebih rutin dari sebelumnya. Terdapat perubahan strategi juga untuk menyiasati tenggat waktu tersebut, misalnya dengan “komik cadangan” yang bersifat umum. Karena cerita yang diangkat Komik Ayam umumnya merujuk pada kejadian aktual di lingkungan TI, persiapan Diki untuk tetap memotret keadaan sekitar adalah latihan tersendiri.

Koleksi fakta berupa besaran kuantitatif selama proses ini penting dikumpulkan. Setidaknya bagi saya, dapat dijadikan ilustrasi ancang-ancang persiapan narablog atau jurnalis warga dari awal hingga mencapai titik sukses tertentu. Besaran seperti ini lebih representatif dan realistis dibanding kotak hitam diikuti hasil akhir semacam “penghasilan USD 800 per pekan dari AdSense” misalnya.

Tanya-jawab berlangsung hingga pukul 20.45. Jika diskusi blog dan jejaring sosial sudah beberapa kali diangkat di acara-acara komunitas, ada baiknya mempertimbangkan sisi lain seperti fotoblog dan komik. Jangan lupa: podcasting juga sering terlupakan pada diskusi tentang perangkat media. Saya sebut blog karena terlihat mencolok keinginan seniman untuk menyuarakan aspirasi pribadinya dalam bentuk semi-jurnal. Format penyampaian pun relatif ringkas dan longgar — tipikal blog juga. Lokakarya dari wacana hingga pelatihan penguasaan media akan menjadi gaya tersendiri untuk terobosan pemasyarakatan komik web.

Si ayam pun mematok-matok figur-figur akar rumput — sebagian adalah teman-teman dalam lingkaran dekat Diki — jika sedang disentil untuk topik tertentu.

Terima kasih kepada Wahyudi Pratama dan Diki Andeas atas kedatangan kalian sebagai narasumber di Comic.

Publikasi materi yang disampaikan Diki — diambil dari keterangan Diki di Twitter:

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/637

2 Comments

baiklah, Adham Somantrie.

Si ayam pun mematok-matok figur-figur akar rumput jika sedang disentil untuk topik tertentu.

Kalau si Boy Suresh sih saya yakin termasuk figur seleb alih-alih akar rumput :D

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on May 2, 2010 11:03 PM.

Membaca dan Menyampaikan di Mikroblog was the previous entry in this blog.

Teknologi di Dapur Gmail: Bagaimana Yang Lain? is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261