Pelajaran dari Koprol Bergabung dengan Yahoo!

| 3 Comments | No TrackBacks

Koprol resmi bergabung dengan Yahoo! hari Selasa, 25 Mei, lalu. Dengan kejutan dimulai yang ringan seperti pangkas rambut Satya Witoelar hingga Aulia Halimatussadiah menyebut hari tsb. akan istimewa di pagi hari, akhirnya berita resmi beredar cepat, saya amati lewat Twitter. Setelah itu Koprol ramai didatangi (kembali) para pesohor di ranah maya Indonesia, mengalami cegukan dan terhuyung-huyung dalam peningkatan skalabilitas (migrasi?), dan tulisan “from Yahoo!” ditambahkan di bawah logo Koprol.

Logo Koprol

Ulasan pembelian Koprol oleh Yahoo! ini meluas hingga TechCrunch dan Mashable. Di Plurk misalnya, beberapa teman baru tahu pembelian Koprol oleh Yahoo! dari situs asing tersebut, yang lain malah bertanya bilakah media lokal memasang berita penting di hari itu. Pembaca memang kian mudah tidak sabar.

Bagaimana dengan respon pengguna? Secara umum — bersama dengan khalayak di ranah web — akuisisi tersebut disambut dengan reaksi positif. Sebagian malah berlebihan sehingga terkesan euforia sesaat.

Sebaliknya, dalam jumlah sangat sedikit, ada juga yang “pikir-pikir” atau menyayangkan penjualan Koprol ke Yahoo! tersebut. Seperti halnya euforia sesaat, pikir-pikir ini lebih didasarkan pada aspek-aspek sentimentil seperti perasaan kepemilikan atau mengalirnya produk bangsa ke pihak lain. Ini dapat dimaklumi jika diingat jargon “penjualan aset nasional ke pihak asing” di negara kita selama ini membawa sentimen negatif.

Saya suka Koprol dan harus diakui salah satu alasan penting kesukaan tersebut karena produk dalam negeri. Kedatangan Koprol sendiri bagi saya “terlambat” dibanding Plurk dan Twitter, yang sudah saya ikuti terlebih dulu. Motivasi mendukung Koprol dalam bentuk turut serta mendaftar sebagai anggota benar-benar teknis: ingin melihat kapasitas para pengembang terbaik kita menangani skalabilitas. Saya yakin aplikasi mikroblog tidak terlalu rumit dari sisi teknis terhadap ide dasarnya. Kukuh TW saja sanggup menulis kode Kronologger sendirian.

Persoalan menjadi tidak sederhana lagi begitu pemakaiannya melonjak. Resep menangani skalabilitas ini “lebih rahasia” dan menjadi misteri memikat dapur-dapur besar para raksasa Net. Itu juga yang saya sukai dari “jumpa pers” para insinyur yang menjadi koki di Detik.com misalnya, tentang kecakapan mereka mengatasi gelombang pengunjung.

Setelah penjualan Koprol ke Yahoo! — yang disebut Enda Nasution sebagai pertama untuk perusahaan pemula di Indonesia — perjalanan Koprol tetap menarik untuk terus diikuti kelanjutannya.

Pertama, ini adalah pengalaman praktis di lapangan tentang penjualan produk kreatif. Selama ini banyak ilustrasi dan analisis momentum seperti ini diisi kabar dari bagian dunia lain dan kita hanya menonton. Pengalaman praktis ini akan lebih membumikan khazanah studi kasus industri kreatif di negara kita dan saya yakin akan kemunculan dampak domestik yang unik. Sikap nasionalisme atau sentimen paguyuban misalnya.

Produk kreatif sendiri berada di puncak di atas sekian infrastruktur. Kusnassriyanto S. Bahri, teman diskusi, memberi penekanan bahwa topping inilah yang seharusnya kita produksi terus dan dijual, bukan infrastrukur yang justru menimbulkan persoalan lebih besar setelah penjualan ke pihak asing. Infrastruktur seharusnya tetap dimiliki dan dikelola sebaik-baiknya oleh kita sendiri. Bandingkan penjualan produk kreatif dengan tata niaga rotan yang malah menyengsarakan pengrajin di daerah, karena rotan itulah infrastruktur yang seharusnya terus terjaga keberadaannya.

Kedua, saya masih berharap para teknisi Koprol tetap dapat belajar mengelola layanan tersebut murni dari sisi teknis. Saya sedikit mengernyitkan dahi karena pada proses transisi dua hari ini, Koprol tersedak dan terhuyung-huyung terlalu sering. Apakah tim teknis dari Yahoo! tidak membantu acara bedol desa, karena bagaimana pun gangguan yang muncul membawa nama Yahoo!. Tidak elok kan, jika disebut, “Bagaimana ini, Yahoo! Koprol kok gagal diakses terus?”

Apapun, selamat untuk Tim Koprol: kita belajar bersama membuat produk kreatif dengan sekian model bisnis agar berlangsung terus dan di ujungnya: melayani publik dengan menyenangkan.

No TrackBacks

TrackBack URL: http://mt4.atijembar.net/mt-tb.cgi/650

3 Comments

Ya, aset nasional. Tapi bukan aset negara.

ikut koprol setelah heboh. terlambat ya?

selamat … semoga ini menjadi inspirasi, bahwa produk buatan dalam negeri ternyata juga diakui dunia internasional. selamat !

About this Entry

This page contains a single entry by Ikhlasul Amal published on May 28, 2010 12:25 AM.

Obrolan dengan KSB: Bitnami dan BizSpark was the previous entry in this blog.

Informasi Berbasis Geolokasi di Flickr is the next entry in this blog.

Find recent content on the main index or look in the archives to find all content.

OpenID accepted here Learn more about OpenID
Powered by Movable Type 4.261