Benarkah sebuah sistem peringatan dini untuk gempa bumi tidak dapat direalisasikan? Pertanyaan ini menjadi pembicaraan saya dan beberapa kolega kemarin, antara lain atas reaksi komentar pendek Adinoto di blog miliknya tentang upaya penyediaan sistem peringatan dini untuk gempa berkaitan dengan bencana di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Seperti juga ditulis Adinoto, gempa bumi terjadi dalam waktu yang sangat singkat — Koran Tempo menulis judul 57 Detik yang Mematikan untuk peristiwa hari Sabtu lalu — dan, konon, negara yang sudah menjadi pelanggan gempa dan mengalokasikan dana sangat besar seperti Jepang pun masih kesulitan menyediakan sistem peringatan dini. The Headquarters for Earthquake Research Promotion di Jepang menuliskan anggaran 4.942 juta Yen (sekitar 3,8 trilyun Rupiah dengan kurs hari ini) oleh pemerintah Jepang untuk riset gempa pada tahun 2006.
Sedangkan informasi yang diperoleh dari hasil pencarian di Google dengan kata kunci early warning quake -tsunami (kata “tsunami” tidak diikutkan) menghasilkan jumlah hasil pencarian yang cukup banyak — sebagian iklan produk dan sebagian lagi sejumlah inisiatif. Salah satunya adalah tulisan John McLaughin di Industry Standard yang dipublikasikan lagi oleh CNN/Sci-Tech, Internet-enabled earthquake alert system coming. Berisi beberapa ilustrasi tentang upaya penyediaan “informasi satu menit” (atau kurang), tulisan tersebut lebih menitikberatkan pada penyebaran informasi lewat Internet — cocok untuk negara yang sudah memiliki tingkat pemakaian Internet tinggi.